Nationalgeographic.co.id—Sepanjang sejarah Kekaisaran Tiongkok, sang kaisar diketahui memiliki banyak selir. Bahkan menurut puisi epik abad ke-9, “Song of Everstanding Sorrow”, Kaisar Tiongkok memiliki selir sebanyak 3.000 orang.
Namun, beberapa kaisar dalam sejarah panjang Kekaisaran Tiongkok menentang tren ini. Mereka memilih tetap setia pada satu pasangan sampai maut memisahkan. Meski, pada kenyataannya, setia pada satu pasangan tidak selalu merupakan pilihan yang baik bagi Kekaisaran Tiongkok.
Berikut ini kisah empat kaisar Tiongkok yang setia pada satu wanita saja.
Kaisar Xiaozong dari Dinasti Ming
Zhu Youcheng, dikenal sebagai Kaisar Xiaozong atau Hongzhi dari Dinasti Ming, adalah seorang pendukung praktik monogami. Ia adalah satu-satunya Kaisar Tiongkok dalam sejarah yang hanya memiliki satu permaisuri.
“Padahal ia ditekan oleh para pejabat untuk memiliki selir,” tulis Tan Yunfei di laman World of Chinese.
Menurut tradisi Kekaisaran Tiongkok, permaisuri dan selir tinggal di bagian istana yang terpisah dari kaisar. Namun Xiaozong tinggal bersama istrinya Permaisuri Zhang setelah pernikahan mereka. Catatan sejarah menunjukkan mereka bangun, tidur, membaca buku, menggambar, dan mendiskusikan sejarah dan politik bersama.
Namun, kebutuhan seorang kaisar untuk memiliki banyak permaisuri tampaknya makin dipertegas setelah kematian Xiaozong. Seperti yang ditakutkan oleh para pejabatnya, satu-satunya putra dan pewaris Xiaozong dan Permaisuri Zhang yang masih hidup bukanlah pemimpin yang baik. Di bawah kepemimpinan putra Xiaozong, Dinasti Ming pun semakin mundur.
Kaisar Xianzong dari Dinasti Ming
Kesetiaan Kaisar Xiaozong mungkin diturunkan dalam keluarga. Sang ayah, Kaisar Xianzong, jatuh cinta dengan seorang pelayan kekaisaran bernama Wan Zhen'er di masa remajanya. Xianzong diyakini meninggal terutama karena kesedihan atas kematian sang kekasih.
Wan, 17 tahun lebih tua dari Xianzong, adalah pengasuh calon kaisar sejak dia berusia 2 tahun. Dia dianggap sebagai pemberi pengaruh yang baik dalam kehidupan pangeran muda. Terutama setelah ayah Xianzong ditangkap oleh suku Wala dan pamannya naik takhta.
Baca Juga: Upaya Penghapusan Perbudakan di Kekaisaran Tiongkok, Apakah Berhasil?
Ketika Xianzong naik takhta pada tahun 1464, ia ingin menjadikan Wan sebagai permaisurinya. Tapi akhirnya dia "hanya" bisa memberinya gelar Guifei (permaisuri terhormat) karena keberatan dari ibunya, Ibu Suri Zhou.
Ibu Suri Zhou memilih seorang istri muda dan cantik bermarga Wu untuk Xianzong dan juga banyak selir lainnya. Namun Xianzong hanya mencintai Wan. Ia bahkan menyingkirkan Permaisuri Wu karena memukuli Wan.
Sang kaisar melakukan upaya kedua untuk mencalonkan Wan sebagai permaisuri. Namun upaya tersebut kembali gagal. Meski demikian, banyak pihak mengakui bahwa Wan adalah salah satu wanita paling berkuasa di istana, hanya berada di urutan kedua setelah Ibu Suri Zhou.
"Wan yang tidak memiliki anak menjadi terkenal karena kekejamannya," ujar Yunfei. Ya, banyak isu beredar yang menyubutkan bahwa Wan kerap menganiaya selir yang sedang hamil demi mempertahankan kedudukannya.
Namun, isu tersebut tak mengubah rasa cinta Xianzong terhadap Wan. Kasih sayang Xianzong kepada Wan bertahan hingga dia meninggal pada usia 58 tahun pada tahun 1487. Setelah kematian Wan, dia berhenti memegang pemerintahan Kekaisaran Tiongkok selama 7 hari dan meninggal beberapa bulan kemudian.
Kaisar Guangwudi dari Dinasti Han Timur
Liu Xiu, pendiri dinasti Han Timur, konon jatuh cinta pada istrinya, Yin Lihua, pada pandangan pertama. Liu yang berasal dari garis keturunan kerajaan yang digulingkan bertemu Yin ketika dia masih menjadi warga sipil.
Ia konon berseru bahwa mimpinya adalah menjadi seorang zhijinwu (pejabat yang bertanggung jawab atas rombongan yang menjaga istana). Dan menikahi wanita cantik seperti Yin Lihua.
Tiga bulan setelah Yin dan Liu menikah, Liu dikirim untuk melawan panglima perang di Luoyang oleh Kaisar Gengshi. Setelah berpisah selama lebih dari 2 tahun, pasangan itu tidak bertemu lagi sampai Liu menjadi kaisar.
Selama 2 tahun itu, Liu menikah secara politik dengan Guo Shengtong, yang keluarganya lebih berkuasa daripada keluarga Yin. Karena keprihatinan politik, Yin bersikeras agar Liu menjadikan Guo sebagai permaisuri.
Namun, pada tahun 41 M, Liu malah menurunkan jabatan Guo dan menjadikan Yin sebagai permaisuri. Pada tahun 43, ia menggantikan putra tertua Guo dengan putra tertua Yin sebagai putra mahkota.
Baca Juga: Singkap Dinamika Kekuasaan di dalam Tembok Harem Kekaisaran Tiongkok
Kaisar Shunzhi dari Dinasti Qing
Kisah cinta Kaisar Shunzhi dan Permaisuri Dong’e sering digambarkan dalam drama TV. Namun kisahnya sangat singkat. Memasuki istana pada tahun 1656, Dong'e dihormati sebagai Xianfei (permaisuri yang berbudi luhur).
Ia dipromosikan ke peringkat di bawah permaisuri hanya 1 bulan kemudian. Promosi secepat ini jarang terjadi dalam sejarah Kekaisaran Tiongkok.
Pada bulan Desember tahun itu, Shunzhi memerintahkan upacara akbar untuk kenaikan pangkat. Upacara itu merupakan ritual yang umumnya diperuntukkan bagi seorang permaisuri utama dan tidak diberikan kepada selir dalam sejarah Dinasti Qing.
Setahun kemudian, ketika Dong'e melahirkan seorang putra, Shunzi sangat gembira. Dia mengadakan upacara akbar lainnya untuk memberi penghormatan kepada Langit dan Bumi. Sayangnya, bayi itu meninggal tiga bulan kemudian. Dong'e jatuh sakit dan meninggal pada tahun 1660. Kematian Shunzi segera menyusul pada tahun 1661, pada usia 24 tahun.