Dieng Caldera Race 2024: Rute Menantang Berbalut Kehangatan Warga

By Ade S, Jumat, 14 Juni 2024 | 18:03 WIB
Salah seorang peserta Dieng Caldera Race melintasi jalur dengan latar belakang Gunung Sundoro, Sabtu (8/6/2024). (Donny Fernando)

Nationalgeographic.co.id—"Arem-aremnya, Mas. Masih hangat." Demikian tawaran seorang petani di Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah, sambil mengacungkan satu bungkus arem-arem yang mengeluarkan uap panas. Bukan sedang berjualan. Dia menawarkan arem-arem tersebut secara gratis.

Bersama dengan beberapa petani lain, dirinya sedang berkumpul mengelilingi beberapa kantong plastik berisi makanan. Mereka adalah para petani kentang di dataran tinggi Dieng, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah Indonesia.

Kentang Dieng sendiri sangat populer di Indonesia. Bahkan tidak sedikit yang menganggapnya unik. Bentuknya yang nyaris bulat, ukurannya yang kecil, kulitnya yang lebih gelap, warna daging kuning tua, tekstur yang lembut dan kenyal, serta rasa yang manis, membuat kentang Dieng relatif memiliki harga yang lebih mahal dibandingkan dengan harga kentang lain.

Semua keunikan yang membuat kentang Dieng menjadi salah satu komoditas unggulan Dieng tersebut tidak terlepas dari faktor geografis wilayah tersebut. Dengan ketinggian antara 1.500 hingga 2.500 meter di atas permukaan laut serta iklim yang sejuk, Dieng benar-benar menjadi tempat yang cocok untuk pertumbuhan kentang.

Para petani kentang di Desa Sigedang, Wonosobo, Jawa Tengah, dengan latar belakang para peserta Dieng Caldera Race 2024 (9/6/2024). (Ade Sulaeman)

Berjarak kurang dari 3 meter dari tempat berkumpulnya para petani kentang yang sedang menyantap arem-arem dan gorengan tersebut, beberapa orang tengah melintas baik dengan cara berlari maupun berjalan kaki. Mereka adalah para peserta Dieng Caldera Race 2024 kategori 10 km.

Acara lari lintas alam ini sendiri diselenggarakan di Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah, pada 9 Juni 2024 dengan Pabrik Teh Tambi menjadi titik start dan finis. Selain 10 km, ada pula kategori 21 km, 42 km, serta 75 km.

National Geographic Indonesia berkesempatan menjajal kategori 10 km yang, menurut penyelenggara Dieng Caldera Race, memang memiliki rute yang bertipe fun trail.

Tepat pukul 07.00 WIB (9/6/2024), para peserta kategori 10 km mulai bergerak dari titik start di Pabrik Teh Tambi. Satu jam sebelumnya, para peserta kategori 21 km sudah meluncur melintasi garis start. Sementara untuk peserta kategori 42 km dan 75 km sudah memulai lomba tepat satu hari sebelumnya (8/6/2024).

Para peserta Dieng Caldera Race 2024 kategori 20 km saat berada di titik start yang berada di Perkebunan Teh Tambi, Dieng, Wonosobo, Minggu (9/6/2024). (Donny Fernando)

Pada 2 kilometer pertama, hamparan kebun teh dari Perkebunan Teh Tambi menyambut. Bulir-bulir embun masih terlihat di ujung-ujung daun teh, sesekali memantulkan sinar matahari pagi. Dari sisi kanan jalur, terlihat Gunung Sundoro berdiri megah meski sesekali tertutup awan.

Baca Juga: Dieng Caldera Race 2024 Resmi Digelar di Perkebunan Teh Tambi

Pada kilometer kedua ini pula jalanan mulai menanjak dengan mencapai puncaknya pada kilometer ketiga dan keempat. Pada 3 segmen ini, elevation gain (indikator yang mengukur jumlah dan jarak tanjakan yang diperoleh saat berlari) menembus angka di atas 100 meter.

Sepanjang jalan, beberapa peserta terlihat berjalan kaki. Memang, jika tidak berpengalaman dan tidak memiliki stamina yang baik, berlari pada segmen ini akan terasa berat. Elevation gain menunjukkan angka 122 dan 130 meter. Sesekali gradient (tingkat kemiringan) jalur menunjukkan angka di atas 30%.

Namun, pada segmen inilah para peserta Dieng Caldera Race bisa bertemu dengan para petani Dieng, yang didominasi petani kentang. Sapaan hangat hampir selalu keluar dari mulut mereka setiap kali berpapasan dengan para peserta, yang jumlahnya bisa mencapai puluhan hingga ratusan.

Berada di ketinggian 1800-an meter di atas permukaan laut, kehangatan sapaan mereka saat berpapasan dan keceriaan canda-tawa mereka saat menyantap makanan di ladang, membuat dinginnya suhu (yang menembus belasan derajat Celsius) sedikit terlupakan.

Memasuki kilometer kelima, tepatnya sejak jarak tempuh mencapai 4,2 kilometer, para peserta mulai menemui trek menurun. Beberapa jalur memiliki gradien di atas -30%, bahkan ada yang mencapai angka -48%. Curam! Hal ini juga bisa terlihat dari elevation gain yang menembus angka di atas 140 meter.

Untungnya, keindahan kaldera Dieng yang sebelumnya "dipunggungi" oleh para peserta pada 4 kilometer pertama, kini tersaji indah dan jelas di depan mata. Saling semangat antar peserta pun mulai terdengar. "Ayo, kita bisa lari lagi. Mumpung mulai turunan," ucap salah satu peserta.

Water station sekaligus check point Dieng Caldera Race untuk kategori 10 km, Minggu (9/6/2024). (Ade Sulaeman)

Pada kilometer kelima ini pula para peserta menemui water station. Mereka bisa menikmati beragam buah seperti pisang dan semangka juga kurma untuk mengisi ulang tenaga. Tidak lupa beragam jenis minuman pun turut tersedia. Semuanya melimpah.

Titik water station ini juga sekaligus menjadi check point. Peserta diberikan tanda berupa selembar kain yang dibentuk menyerupai gelang. Tanda ini untuk mencegah peserta salah jalur atau bahkan berbuat curang dengan mengambil jalan pintas.

Memasuki kilometer 6 dan 7, peserta mulai memasuki perkampungan warga Desa Sigedang, Wonosobo. Sapaan-sapaan hangat kembali bermunculan. Kali ini ditambah dengan dorongan semangat dari beberapa anak kecil.

"Ayo! Ayo! Semangat!" ucap mereka sambil menepukan tangan. Saat berada di dekat sekolah, terdengar juga dentuman beduk yang ditabuh. Menambah semangat.

Baca Juga: Dieng Caldera Race dan Mimpi Jadikan Indonesia Sebagai Episentrum Trail Run

Anak-anak di Desa Sigedang yang turut menyemangati para peserta Dieng Caldera Race, 8 Juni 2024. (Donny Fernando)

Rute baru kembali terasa berat saat memasuki segmen kilometer 8. Trek yang menurun berpadu dengan jalanan aspal membuat otot paha seperti dipukul-pukul dengan benda tumpul. "Pedes!" tutur salah seorang peserta.

Memasuki segmen terakhir menjelang garis finis, berjarak sekitar 1,5 kilometer, peserta kembali ke "pelukan" area Perkebunan Teh Tambi. Teriakan pembawa acara melalui pengeras suara sudah terdengar pada 200 meter terakhir.

Selepas melintasi garis finis, setelah diberi medali finisher, para peserta bisa menyantap beragam buah dan minuman. Di area yang sama, tersedia pula kolam ice bath serta layanan sport massage untuk mengendurkan otot-otot yang kelelahan.

Sesuai dengan janji dari penyelenggara Dieng Caldera Race 2024, kategori 10 km ini memang cocok dijadikan fun trailSelain rute yang bersahabat, peserta tidak perlu bingung mencari jalur karena penunjuk arah sangat jelas. Panitia pun siap sedia di titik-titik rawan, seperti saat harus menyeberang jalan.

Lupa mengabadikan momen saat berada di jalur? Tak perlu risau. Seperti halnya makanan dan minuman, para fotografer pun "melimpah" sepanjang jalur lari. Kita tinggal menyiapkan pose terbaik saja.

Bukan sekadar lomba lari lintas alam

Pada awal Juni 2024, dataran tinggi Dieng menyaksikan perhelatan Dieng Caldera Race yang memukau, berlangsung dari tanggal 7 hingga 9 di Tambi Tea Resort, Wonosobo.

Seri ketiga dari Dieng Detrac Trail Run ini melanjutkan tradisi tahunan dengan empat kategori lomba yang menantang: Fun Trail 10 Km, Trail 21 Km, Trail 42 Km, dan Ultra Trail 75 Km.

Semuanya menawarkan pengalaman unik melintasi perkebunan teh Tambi, puncak Gunung Prau, serta lembah Gunung Bismo dan Gunung Pakuwojo, hingga ke Bukit Sikunir dan sejauh Telaga Menjer.

Acara ini menarik 756 pelari dari seluruh penjuru Indonesia dan juga peserta internasional dari Prancis, Jepang, Belarus, dan Kolombia, dengan perempuan pelari mencapai seperempat dari jumlah total.

Fandhi Achmad, pencetus Dieng Caldera Race, mengungkapkan harapannya bahwa acara ini akan menjadi batu loncatan bagi pelari yang bermimpi berlaga di Ultra-Trail du Mont-Blanc (UTMB), dengan Dieng yang sering dijuluki sebagai 'little Chamonix' Indonesia karena kemiripan kondisi alamnya dengan Chamonix di Prancis.

Dieng Caldera Race 2024 tidak hanya menguji ketahanan fisik para pelari, tetapi juga menjadi magnet bagi wisatawan, berkat integrasinya dengan Festival Teh Nusantara, Expo UMKM, pameran fotografi, dan beragam pertunjukan seni yang menampilkan kekayaan budaya lokal.