Dunia Hewan: Shoebill, Burung Langka yang Dianggap Pembawa Sial

By Sysilia Tanhati, Sabtu, 15 Juni 2024 | 13:00 WIB
Shoebill adalah burung besar berkaki panjang dengan bentuk paruh yang mirip dengan sepatu besar. (EUGENIO BARBOZA/Pexels)

Nationalgeographic.co.id—Shoebill atau bangau paruh-sepatu adalah burung besar berkaki panjang dengan bentuk paruh yang mirip dengan sepatu besar. Bentuk paruh itulah yang mengilhami nama burung besar dari Afrika tersebut. Shoebill dapat ditemukan di Botswana, Uganda, Sudan, Kongo, Zambia, Kenya dan Tanzania.

Shoebill dewasa memiliki bulu berwarna abu-abu, mata kuning, dan perut berwarna putih. Ketika masih anak-anak, burung ini memiliki bulu abu-abu kebiruan dengan paruh berwarna terang. Mereka lebih suka tinggal di rawa-rawa dan sumber air lain seperti danau atau sungai.

Shoebill pada awalnya dianggap milik keluarga bangau namun eneliti kemudian menemukan sesuatu yang berbeda. "Mereka menemukan bahwa burung tersebut sebenarnya termasuk dalam keluarga Pelecaniformes dan Balaenicipitidae," tulis N. Phillip Ashmole di laman Britannica. Pelikan dan bangau juga termasuk dalam kelompok ini sehingga memiliki komposisi genetik yang serupa.

Shoebill termasuk salah satu burung dengan paruh terbesar di dunia

Shoebill mempunyai paruh terpanjang ke-3 di dunia. Gelar paruh terpanjang dimiliki oleh burung Toucan. Paruh shoebill Stork berukuran lebar hingga 20 cm dan panjang 24 cm. Paruh yang besar itu memungkinkannya berburu mangsa kecil dan besar.

Burung ini adalah pemburu siang dan malam yang sangat bijaksana. Ia akan menghitung gerakannya dengan cermat sebelum menyerang mangsanya.

Saat berburu, shoebill mempunyai kecenderungan untuk berdiri diam dan tidak bergerak di atas tumbuhan terapung. Ia bisa berdiri dalam jangka waktu yang lama hanya untuk terlihat tidak berbahaya sebelum menangkap mangsanya secara tiba-tiba.

Shoebill juga memanfaatkan kolam air yang kekurangan oksigen untuk menyergap mangsanya. Sambil berdiri diam, ia menunggu ikan yang hampir tercekik datang untuk mendapatkan oksigen di permukaan. Lalu melancarkan serangan mendadak.

Burung berparuh mirip sepatu ini bahkan bisa memanfaatkan pergerakan hewan besar seperti kuda nil. Saat kuda nil bergerak di sekitar rawa, mereka membuat jalur dan mengacaukan ikan yang bersembunyi di lumpur.

Saat melihat kuda nil, shoebill memosisikan dirinya dan bersiap untuk menyerang ikan yang terganggu. Shoebill sering kali memenggal kepala mangsanya sebelum memakannya menggunakan paruhnya yang setajam silet.

Apa yang dimakan Shoebill?

Baca Juga: Pengamatan: Taman Heulang Asri dengan Belasan Burung dan Kupu-kupu

Shoebill terutama memakan ikan seperti nila, ikan lele, dan ikan paru-paru (ikan lempung) favoritnya. Makanan mereka juga mencakup siput, ular air, kadal, hewan pengerat, dan terkadang anak buaya.

Shoebill mempunyai umur panjang sekitar 35 tahun saat hidup di alam liar. Shoebill yang hidup di penangkaran memiliki umur yang lebih panjang, yaitu sekitar 50 tahun.

Diperkirakan Shoebill dapat terbang dengan kecepatan tertinggi 35 hingga 48 kilometer per jam. Mereka menggunakan sayap lebarnya yang berukuran antara 2,3 hingga 2,4 meter. Shoebill dewasa memiliki berat sekitar 4 hingga 7 kilogram.

Mereka disebut dewasa ketika berumur 4 tahun. Setelah mereka mencapai kematangan, jantan dan betina akan berpasangan untuk mulai berkembang biak.

Induk teladan yang menjaga telur dari para pemangsa

Shoebill betina bertelur di penghujung musim hujan. Telurnya sedikit (2 sampai 3) namun relatif aman karena kedua induknya berusaha keras menjaga telur dari sarangnya. Sarang mereka dibangun di atas tumbuhan terapung. Shoebill memastikan telur-telur tersebut diinkubasi dengan baik dan tidak ada predator yang dapat mengaksesnya.

Shoebill mendinginkan telurnya dengan air yang diambil menggunakan paruhnya yang besar. Biasanya diperlukan waktu sekitar 1 bulan agar telur yang diinkubasi dapat menetas menjadi anakan.

Apa yang membuat burung yang diberi nama shoebill ini begitu unik adalah paruhnya yang berukuran panjang sekitar 30 cm. Paruhnya itu menyerupai klompen atau bakiak Belanda. Berwarna cokelat dengan bercak cokelat. (Michael Gwyther-Jones/CC BY 2.0)

Meskipun shoebill dewasa adalah induk yang hebat, upaya mereka disabotase oleh anak-anaknya sendiri. Anakan shoebill yang lebih tua cenderung membunuh saudaranya. Hal ini dilakukan ketika shoebill dewasa pergi berburu.

Anakan shoebill betina terkuat melakukan hal ini dengan menindas. Atau mereka membuat saudaranya yang lebih lemah merasa tidak nyaman untuk terus tinggal di dalam sarang. Dalam kebanyakan kasus, yang lebih tua dan lebih kuatlah yang bertahan setelah menyingkirkan yang lebih lemah.

Memiliki suara bak senapan mesin

Meski jarang mengeluarkan suara hampir sepanjang waktu, shoebill punya cara untuk mengekspresikan kegembiraannya. Terutama ketika bertemu dengan lawan jenis. Mereka akan mengeluarkan suara yang mirip dengan suara senapan mesin.

Baca Juga: Fenghuang, Legenda Burung Phoenix yang Populer dalam Mitologi Tiongkok

Shoebill adalah salah satu burung yang terbang paling lambat. Sayap mereka menghasilkan sekitar 150 kepakan per menit. Bandingkan dengan rata-rata burung yang menghasilkan 70 kepakan sayap per detik yang berarti 4000 kepakan per menit.

Meski dinilai sebagai induk teladang, shoebill sebenarnya merupakan burung penyendiri. Jarang ditemukan mereka dalam kelompok besar.

Sarang mereka tersebar jarang dan jarak antara satu sarang dengan sarang lainnya bisa antara 2 hingga 4 kilometer persegi. Burung-burung tersebut memastikan bahwa mereka melindungi dan mempertahankan wilayah mereka dari musuh, penyusup, dan shoebill lainnya.

Terancam punah

Shoebill adalah salah satu spesies burung yang paling dicari di dunia oleh para pencinta burung dan wisatawan. Pasalnya, mereka memiliki penampilan yang khas. Untuk melihat sekilas burung langka ini di alam liar, Anda mungkin harus melakukan perjalanan ke Afrika.

Dalam sebagian besar kasus, Anda mungkin diharuskan membayar sejumlah biaya kepada pihak berwenang setempat. Tujuannya agar dapat mengakses lokasi di mana burung-burung tersebut ditemukan.

Pemandu pengamatan burung yang terlatih akan ditugaskan untuk membawa wisatawan menemukan burung yang sulit ditangkap. Tempat terbaik untuk mengamati shoebill bisa dibilang adalah Suaka Lahan Basah Mabamba di Uganda.

Bangau shoebill adalah burung yang sulit ditangkap. Dan oleh karena itu, sulit untuk mengetahui jumlah pastinya. The International Union for Conservation of Nature (IUCN) memperkirakan terdapat sekitar 3.000 hingga 5.000 ekor shoebill yang tersisa di dunia, dan menaruh status konservasinya pada label "rentan".

Shoebill mungkin berada di ambang kepunahan karena perburuan liar dan intrusi terhadap habitat aslinya. Ada beberapa komunitas di Afrika yang menganggapnya sebagai pertanda buruk.

"Mereka percaya jika kehadirannya akan membawa kesialan bagi nelayan," tulis Justin Andress di laman Ranker. Karena itu, sebagian kelompok akan membunuh shoebill kapan pun ada kesempatan. Ironisnya, praktik-praktik ini telah menyebabkan punahnya burung-burung di banyak wilayah Afrika.

Secara global, permintaan shoebill juga tinggi karena beberapa alasan. Mereka dipelihara sebagai hewan peliharaan, dipajang di kebun binatang dan dibunuh untuk tujuan pengobatan. Seekor shoebill dijual dengan harga antara 10.000 hingga 20.000 dolar AS. Jumlah tersebut memikat para pemburu liar untuk memburu burung-burung tersebut untuk dijual.

Shoebill jarang berkembang biak saat di penangkaran meski sengaja dipasangkan. Tapi ancaman terbesar bagi shoebill berasal dari perusakan habitat alami mereka. Manusia melanggar habitat aslinya untuk menciptakan lahan untuk pertanian, permukiman, dan bahkan penggembalaan hewan.

Baca Juga: Shoebill, Burung Unik yang Punya Paruh Mirip Sepatu, Terancam Punah

Masuknya hewan peliharaan ke dekat habitat shoebill menyebabkan rusaknya sarang dan telur shoebill yang sedang dierami. Bila tidak diambil tindakan tegas, bukan tidak mungkin shoebill kelak tinggal nama saja.