Nationalgeographic.co.id—Guna memperindah dan memperjelas foto, proses penyuntingan sangat diperlukan sebelum dipublikasikan. Penyuntingan foto juga berlaku dalam jurnalisme visual yang mengedepankan aspek gambar seperti foto, gambar, dan infografis.
"Bahkan, sekelas National Geographic Indonesia saja, kami, bukan media yang sempurna. Kami masih membutuhkan edit," terang Donny Fernando, fotografer National Geographic Indonesia dalam lokakarya iBoxgraphy "Editing for Visual Journalism" di Gandaria City Mall, Jakarta, Sabtu, 15 Juni 2024.
Dalam lokakarya yang diselenggarakan oleh iBox Indonesia dan National Geographic Indonesia, Donny menuturkan bahwa batas suntingan pada foto tergantung pada tujuannya. Jika bertujuan untuk dipublikasikan di media sosial, Sahabat dapat bereksperimen sepuasnya.
"Kalau di social media itu bebas," kata Donny. "Social media itu ruang eksperimen saya. Saya ada simulasi, preset sendiri, otak-atik signature sendiri. Jadi edit yang benar itu kembali ke awal: untuk apa? Kalau untuk media sosial, itu tidak ada yang salah dan benar, itu nyamannya seperti apa, kembali ke masing-masing."
Lain halnya foto untuk media jurnalistik, terkhusus media cetak seperti National Geographic Indonesia. Sebab media bertanggung jawab kepada publik akan kebenaran informasi, ada batas tertentu yang tidak boleh dilewati.
Penyuntingan masih berlaku bagi fotografer. Pasalnya, di lapangan, fotografer akan menghadapi hal-hal yang tidak terduga demi mendapatkan foto yang diinginkan. Terkadang, situasi, cuaca, waktu, proses pendekatan dengan masyarakat atau subjek foto, dan alam-alam sekitarnya, dapat mengganggu.
Misal, cuaca mendung dapat membuat subjek menjadi gelap. Supaya layak, dan memberi gambaran kepada pembaca, penyuntingan perlu dilakukan dengan meningkatkan eksposur atau pencahayaannya.
Ada beberapa batasan dalam penyuntingan dalam fotografi jurnalistik, yakni manipulasi, masking—kecuali untuk terang gelap pada bagian tertentu, dan cloning. Penyuntingan foto untuk jurnalistik hanya untuk mempertegas dan memfokuskan gambar pada subjek atau informasi yang ingin ditunjukkan.
"Fotografer bagaimanapun bukanlah dewa. Bukan yang one shot, one kill, itu hampir tidak terjadi. Butuh editing tapi dengan sebatas tidak memanipulasi informasi dan subjek foto. Karena itu, tujuan kita bukan untuk menambah atau mengurangi informasi, melainkan menonjolkan informasi yang sudah ada," kata Donny.
Selain itu, setiap media memiliki pakem kualitas foto yang dinilai layak untuk terbit. Terkhusus media cetak seperti National Geographic yang memiliki karakteristik kualitas foto yang layak terbit. Tujuannya untuk menciptakan keseragaman dan karakter. Oleh karena itu, fotografer harus menyunting foto.
Baca Juga: Cara Hasilkan Foto Berkisah Lewat Ponsel Pintar seperti iPhone