Nationalgeographic.co.id—Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, mengusulkan pemberian bantuan sosial (bansos) kepada korban judi online (daring).
Usulan tersebut pun menimbulkan perdebatan di masyarakat karena menilai hal tersebut akan membuat para pejudi daring semakin berani. Bahkan, ada yang menduga bansos yang diberikan hanya akan dijadikan modal untuk kembali bermain judi daring.
Kondisi inilah yang kemudian membuat beberapa orang menyebut istilah "cobra effect" (efek kobra) yaitu suatu kondisi saat sebuah insentif yang bertujuan baik justru malah memperburuk keadaan.
Seperti apa penjelasan tentang efek kobra ini? Mari kita simak artikel berikut.
Berawal dari India
Di Delhi, India, masa kolonial Inggris, terdapat kekhawatiran tinggi terhadap populasi ular kobra yang berbisa. Untuk mengatasinya, pemerintah Inggris menciptakan skema insentif: uang tunai untuk setiap kobra yang dibawa mati.
Namun, hal ini memicu efek tak terduga. "Warga Delhi yang cerdik mulai membudidayakan kobra untuk mendapatkan uang," jelas Sanjay Bakshi di laman Economic Times.
Ketika pemerintah menyadari hal ini dan menghentikan pembayaran, para pembudidaya melepaskan kobra-kobra mereka. Hasilnya: jumlah kobra malah bertambah.
Cerita serupa juga terjadi di Hanoi selama pemerintahan kolonial Prancis. Saat itu, penguasa setempat memberikan hadiah untuk ekor tikus yang diserahkan sebagai upaya mengurangi jumlah tikus.
Namun, ini juga menimbulkan efek. Pemburu tikus hanya memotong ekor tikus dan membiarkan mereka hidup, sehingga populasi tikus tetap bertahan dan bahkan berkembang.
Kedua kejadian ini menunjukkan bahwa pencipta skema insentif tersebut gagal mempertimbangkan "efek kedua" dari kebijakan mereka. Mereka tidak memperhitungkan bagaimana orang akan bereaksi terhadap insentif tersebut, yang pada akhirnya menciptakan lebih banyak masalah daripada solusi.
Baca Juga: Dari Kaisar hingga Rakyat, Perjudian Populer di Kekaisaran Tiongkok