Dunia Hewan: Bagaimana Kita Dapat Memamahami Perasaan Mereka?

By Tri Wahyu Prasetyo, Selasa, 18 Juni 2024 | 12:00 WIB
Apa yang telah kita ketahui tentang emosi hewan? Melihat mereka bermain belum tentu menjamin bahwa hidup mereka bahagia. (Via Peakpx)

Para peneliti secara rutin menyelidiki pikiran dan otak hewan pengerat dan hewan lainnya, termasuk lalat, ikan, dan primata, untuk memelajari dan mengembangkan obat untuk gangguan mental manusia seperti depresi dan kecemasan.

Jadi, Mendl menambahkan, "kita seharusnya dapat bekerja mundur dari manusia untuk memelajari perasaan pada hewan lain juga."

Kemajuan Ilmiah dalam Penelitian Emosi Hewan

Perkembangan di bidang ilmu perilaku dan kesejahteraan hewan telah menunjukkan kemajuan yang signifikan dalam dekade terakhir. Hal ini memperluas pemahaman kita tentang bagaimana hewan merasakan dan menginterpretasikan dunia sekitar mereka.

"Dalam satu atau dua dekade terakhir, orang menjadi lebih berani dan lebih kreatif dalam mempertanyakan tentang kondisi emosional hewan," kata Georgia Mason, seorang biolog perilaku dan ilmuwan kesejahteraan hewan dari Universitas Guelph di Kanada.

Kemajuan ini mencakup berbagai temuan menarik dari spektrum luas hewan. Sebagai contoh, penelitian terbaru mengisyaratkan bahwa memegang ekor tikus dapat membuat hewan tersebut merasa senang, dan suguhan gula yang tak terduga dapat meningkatkan suasana hati lebah.

Lobster air tawar mungkin mengalami kecemasan; musang bisa merasa bosan; dan gurita, dan mungkin ikan, bisa mengalami rasa sakit.

Pada November 2021, London School of Economics and Political Science menyimpulkan bahwa invertebrata tertentu seperti kepiting, lobster, dan gurita harus dianggap sebagai makhluk berakal–yaitu mampu merasakan pengalaman subjektif seperti rasa sakit dan penderitaan.

Temuan-temuan ini tidak hanya menambah kekayaan pemahaman kita tentang dunia hewan, tetapi juga memiliki implikasi etis yang mendalam.

Jika hewan memiliki kemampuan merasakan emosi yang kompleks seperti manusia, bagaimana seharusnya kita memperlakukan mereka? Apakah praktik-praktik yang selama ini dianggap lumrah, seperti merebus lobster hidup-hidup, masih dapat dibenarkan?

Pertanyaan-pertanyaan etis ini menjadi semakin relevan seiring dengan semakin banyaknya bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa hewan bukan sekadar makhluk tanpa perasaan, melainkan individu yang memiliki kehidupan emosional yang kaya dan kompleks.