Nationalgeographic.co.id—Meskipun manusia telah mengarungi luar angkasa hingga ribuan tahun cahaya jauhnya, rahasia yang tersimpan di perut bumi kita sendiri masih belum sepenuhnya terungkap.
Ironis, bukan? Kita memahami lebih banyak tentang antariksa yang begitu jauh, namun belum menguak sepenuhnya isi dari planet yang kita pijak setiap hari. Lantas, bagaimana kita dapat mengetahui apa yang tersembunyi di dalam inti bumi tanpa pernah menginjakkan kaki di sana?
Faktanya, hingga hari ini, titik terdalam yang pernah kita bor di Bumi hanya sekitar 12 km, sementara jarak ke pusat Bumi lebih dari 500 kali lebih jauh, yaitu 6.370 km.
Mari kita telusuri bagaimana para ilmuwan berhasil menembus batas yang tampaknya tak terjangkau ini untuk mengungkap rahasia terdalam bumi.
Bumi Itu Bulat?
Pemahaman bahwa Bumi berbentuk bulat dan memiliki pusat yang penting sudah ada sejak zaman kuno. Meskipun demikian, ada mitos yang berkembang bahwa orang-orang di Abad Pertengahan percaya bahwa Bumi itu datar.
"Orang-orang abad pertengahan berpikir bahwa Bumi itu datar," kata Brian Clegg, seorang penulis buku sains populer dengan latar belakang fisika eksperimental," ini sebenarnya berasal dari perpaduan antara propaganda anti-agama pada zaman Victoria, dan salah tafsir dari peta-peta bergaya pada masa itu."
Sekitar 2.200 tahun yang lalu, polimath Yunani Eratosthenes membuat pengukuran pertama tentang jarak keliling bola Bumi, dan sejak itu jelas bahwa Bumi pasti memiliki pusat.
Namun, hal tersebut tidak berarti bahwa para filsuf awal memandang Bumi seperti kita saat ini. Fisika Yunani kuno mengatakan bahwa dunia terdiri dari serangkaian bola konsentris dari empat elemen dasar: tanah, air, udara, dan, akhirnya, api.
Bumi Bulat Namun Berongga?
Gagasan Bumi Berongga turut mewarnai sejarah perjalanan manusia dalam memahami Bumi itu sendiri. Teori ini bermula dari mitologi kuno dan pernah dipertimbangkan oleh beberapa ilmuwan dan filsuf di masa lalu, sebelum akhirnya ditolak oleh bukti ilmiah yang lebih kuat.
Baca Juga: Selidik Mitologi Agartha: Peradaban Misterius dan Sejarah di Baliknya
Pada abad ke-17, astronom Inggris Edmond Halley, yang terkenal dengan penemuannya tentang komet Halley, mengusulkan teori bahwa Bumi mungkin berongga.
Namun, ide Halley tidak mendapatkan banyak dukungan di kalangan ilmuwan sezamannya. Pada tahun 1798, seorang ilmuwan Inggris lainnya, Henry Cavendish, melakukan eksperimen yang menghitung massa Bumi secara akurat.
"Dengan menggunakan neraca puntir sederhana, yang mengukur jumlah gaya puntir yang disebabkan oleh tarikan gravitasi dua bola besar pada pasangan yang lebih kecil, Cavendish dapat menghitung tarikan gravitasi yang samar-samar di antara dua pasang bola," jelas Clegg.
Dengan membandingkan ini dengan tarikan gravitasi Bumi, ia bisa menghitung densitas planet kita (dan, karena ukuran Bumi sudah diketahui, massanya juga).
Seismologi: Kunci Menjelajah Inti Bumi
Hari ini, kita membagi bagian dalam Bumi menjadi tiga bagian utama. Pertama, kerak Bumi adalah lapisan terluar yang tipis dan padat, dengan ketebalan berkisar antara 5 km hingga 75 km.
Di bawah kerak terdapat mantel, lapisan tebal yang memanjang hingga kedalaman sekitar 2.900 km.
Terakhir, inti Bumi adalah bagian terdalam, dengan ketebalan sekitar 3.500 km dari pusat Bumi. Inti Bumi sendiri terdiri dari dua bagian: inti luar yang cair dan inti dalam yang merupakan bola nikel-besi yang sangat panas namun tetap padat, dengan radius sekitar 1.200 km.
Namun, bagaimana kita bisa mengetahui detail semacam itu tentang lokasi yang begitu tidak terjangkau? Semua pengetahuan kita bersifat tidak langsung dan bergantung pada seismologi—ilmu tentang gempa bumi.
Gelombang seismik yang menyebabkan kerusakan dalam gempa bumi adalah gelombang yang bergerak di permukaan.
Terdapat dua jenis gelombang yang bergerak melalui Bumi. P-waves ('P' singkatan dari 'primary') adalah gelombang longitudinal, seperti suara. Mereka bergetar ke arah pergerakan, menyebabkan Bumi mengembang dan menyusut saat mereka melewati.
Baca Juga: Cyclops, Ras Raksasa Mitologi Yunani Bermata Satu, Hidup di Perut Bumi
"Gelombang P bergerak dengan cepat, sekitar 5 km per detik dalam batuan seperti granit," kata Clegg.
Gelombang kedua, S-waves ('S' singkatan dari 'secondary'), lebih lambat, gelombang transversal, bergerak dari sisi ke sisi. Tidak seperti P-waves, mereka tidak bisa bergerak melalui cairan, yang menjadikan kedua jenis gelombang ini penting dalam membantu kita memahami inti Bumi.
Pada tahun 1906, geolog Richard Oldham membuat penemuan penting tentang struktur dalam Bumi.
Ketika Oldham mempelajari bagaimana gelombang-gelombang ini bergerak melalui Bumi, ia memperhatikan sesuatu yang aneh. Ia menyadari bahwa gelombang S tidak bisa melewati bagian tertentu dari dalam Bumi.
Oldham menyimpulkan bahwa bagian inti Bumi adalah cair, karena gelombang S hanya bisa bergerak melalui bahan padat. Hal ini memberikan petunjuk penting bagi ilmuwan lain dalam memahami tentang struktur dalam Bumi.
Terobosan Oldham mengarah pada gambaran yang diterima secara luas tentang inti yang cair, tetapi 30 tahun kemudian, Inge Lehmann menyadari bahwa ide Oldham terlalu sederhana.
Inge Lehmann melakukan pengukuran dengan seismometer yang lebih canggih. Ia menemukan bahwa inti Bumi tidak hanya terdiri dari inti luar yang cair, tetapi juga memiliki inti dalam yang padat. Penemuan ini dikonfirmasi oleh Beno Gutenberg dan Charles Richter pada tahun 1938.
Studi lebih lanjut menemukan gelombang yang lebih halus yang menunjukkan bahwa inti dalam adalah padat.
Meski begitu, Clegg menekankan, "sifat yang tepat dari inti bagian dalam masih menjadi perdebatan yang signifikan."
Asumsi bahwa inti terdiri dari besi dan nikel berasal dari frekuensi unsur-unsur ini di wilayah lokal galaksi kita dan pemahaman kita tentang bagaimana planet kita terbentuk.
Hasil eksperimen menggunakan metode "diamond anvil cell" (DAC) menunjukkan bahwa inti dalam Bumi kemungkinan besar adalah padatan kristalin.
Baca Juga: Bagaimana Bisa Mineral Baru dalam Perut Bumi Muncul ke Permukaan?
Secara realistis, kita mungkin tidak akan pernah mencapai inti Bumi. Namun, seperti yang Clegg sampaikan, "getaran planet kita sendiri, yang dihasilkan oleh gempa bumi dan ditafsirkan oleh para ilmuwan cerdik seperti Inge Lehmann, memberi kita sarana untuk menjelajah dengan pikiran kita ke tempat yang tidak akan pernah kita kunjungi secara langsung."