Nationalgeographic.co.id—Bayangan dunia bawah tanah kembali menghantui pikiran kita. Serial Netlix "Nightmares and Daydreams" karya Joko Anwar, menggugah kembali ingatan akan kisah mitologi Agartha.
Kota bawah tanah yang penuh misteri ini, konon dihuni oleh peradaban yang jauh lebih maju dari kita.Namun, apakah Agartha hanya sekadar mitos belaka? Adakah fakta menarik di balik kisah mitologi yang telah lama terpendam ini?
Apa itu Agartha?
Agartha, menurut seorang penulis buku misteri dan mitologi, Orrin Grey, merupkan "sebuah kerajaan dalam bumi yang terhubung ke setiap benua di dunia melalui jaringan terowongan yang luas."
Akar dari mitlogi Agartha dapat ditelusuri kembali ke India pra-Hindu, dan legenda tentang sebuah pulau yang terletak di laut pedalaman di utara Himalaya.
Konon, pulau tersebut adalah rumah bagi sekelompok manusia super yang memiliki kebijaksanaan dan pengetahuan jauh melebihi orang umumnya.
Untuk menghindari bencana—mungkin pergeseran benua yang membentuk permukaan dunia seperti yang kita kenal sekarang—orang-orang super ini memindahkan bangsa mereka ke bawah tanah dan menciptakan Agartha.
Kisah-kisah Agartha
Saint-Yves adalah orang Barat pertama yang menulis tentang Agartha dalam risalahnya tahun 1886, "Mission de l’Inde en Europe".
Risalahnya ini ditulis di bawah pengaruh orang-orang memiliki pengetahuan mendalam tentang tradisi dan kebijaksanaan Timur. Salah satunya adalah orang yang mengaku sebagai Pangeran Hardjij Scharipf—seorang yang juga mengajarinya bahasa Sanskerta.
Namun, kemudian, Saint-Yves tampaknya khawatir bahwa ia telah "mengungkapkan terlalu banyak," dan mencoba untuk menghancurkan semua salinan bukunya tentang Agartha.
Buku ini kemudian tidak diterbitkan lagi hingga tahun 1910, setahun setelah kematian Saint-Yves. Namun, meskipun Saint-Yves adalah orang Barat pertama yang menulis tentang Agartha, dia bukanlah yang terakhir.
Baca Juga: Wawasan Aksara Linear B dan Kebenaran Atlantis dalam Mitologi Yunani
Source | : | The Portalist |
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
KOMENTAR