Nationalgeographic.co.id—Siapa sangka, Kota Depok di Jawa Barat yang terletak di perbatasan selatan ibu kota Indonesia, Jakarta, memiliki sejarah panjang yang sangat unik dan istimewa.
Tokoh sentral dalam sejarah Kota Depok adalah Cornelis Chastelein, salah satu pegawai VOC. Ia lahir pada tahun 1657 di Amsterdam, di Fluwelenburgwal (sekarang Oudezijds Voorburgwal) dalam sebuah keluarga sejahtera.
"Di Amsterdam, ayah Cornelis, Anthonie Chastelein junior bukan seorang pedagang biasa, melainkan direktur Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC)," tulis Ronald Frisart dalam artikelnya.
Ronald menulisnya kepada Historiek dalam artikel berjudul Depok: een opmerkelijk sociaal experiment in Indië: Unieke stuk geschiedenis leeft nog steeds voort yang diterbitkan pada 2 Februari 2024.
Setelah berusia tujuh belas, Cornelis menjadi yatim setelah kehilangan ayah dan ibunya. Setelahnya, ia memulai perjalanan penting ke Hindia. Di sana, Cornelis meneruskan kerja besar ayahnya, memasuki dinas VOC.
"Dia melangkah jauh dalam jajaran 'Perusahaan terpuji'. Akhirnya dia bergabung dengan Dewan Hindia. Dua belas anggota dewan ini, bersama dengan gubernur jenderal, membentuk Pemerintahan Tinggi di Hindia," imbuh Ronald.
Cornelis menjelma menjadi kolonialis sukses dengan kekayaan yang luar biasa. Ia membeli dan mengembangkan tiga perkebunan di kawasan selatan Batavia—Weltevreden, Seringsing dan Depok—dan memiliki banyak budak.
Dia mendapatkan banyak uang dari perdagangan dan mengembangkan perkebunannya yang luas. Meski tergabung dalam VOC, ia juga kerap kali mengkritisi kebijakan perusahaan besar itu.
Tak ayal, ia sempat meninggalkan perusahaan Hindia Timur itu selama beberapa tahun karena merasa tidak nyaman dengan pejabat tingginya. Namun, setelah melihat reformasi besar dalam tubuh VOC, dia kembali bertugas di perusahaan itu pada tahun 1705.
Salah satu gagasan besar Cornelis adalah penduduk asli atau pribumi harus dilibatkan dalam pembangunan. Dalam hematnya, VOC hanya sedikit atau bahkan sama sekali tidak memanfaatkan hal ini, sementara para pangeran dan bupati pribumi kebanyakan mengambil keuntungan dari hal ini.
Selain itu, ia membayangkan sebuah pemerintahan yang lapisan bawahnya akan dibentuk oleh dewan desa terpilih, dan dewan distrik harus dibentuk di atasnya. Ia menghendaki otonomi sendiri yang dibangun dengan fondasi-fondasi yang dibayangkan.
Baca Juga: Tol Cijago Diresmikan, dari Depok ke Bandara Soekarno-Hatta Tidak Lewat Jakarta Lagi