Enam tahun kemudian, Partai Nasionalis, atau Kuomintang, di bawah pimpinan Chiang Kai-shek membantai setidaknya 5.000 komunis di Shanghai. “Peristiwa itu menjadi awal dari Perang Saudara Tiongkok,” tambah Szczepanski. Musim gugur itu, Mao memimpin Autumn Harvest Uprising (Pemberontakan Panen Musim Gugur) di Changsha melawan Kuomintang.
Kuomintang menghancurkan tentara tani Mao, membunuh 90% dari mereka dan memaksa yang selamat keluar ke pedesaan.
Pada bulan Juni 1928, Kuomintang merebut Beijing dan diakui sebagai pemerintahan resmi Tiongkok oleh kekuatan asing. Namun Mao dan komunis terus mendirikan “Soviet” yang beranggotakan petani di selatan Provinsi Hunan dan Jiangxi. Dia meletakkan dasar-dasar Maoisme.
Perang Saudara di Tiongkok
Seorang panglima perang lokal di Changsha menangkap istri Mao, Yang Kaihui, dan salah satu putra mereka pada Oktober 1930. Sang istri menolak untuk mengecam komunisme, sehingga panglima perang tersebut memenggal kepalanya di depan putranya yang berusia 8 tahun. Mao menikahi istri ketiganya, He Zizhen, pada bulan Mei tahun itu.
Pada tahun 1931, Mao terpilih sebagai ketua Republik Soviet Tiongkok, di Provinsi Jiangxi. Mao memerintahkan teror terhadap tuan tanah. Saat itu, mungkin lebih dari 200.000 orang disiksa dan dibunuh. Tentara Merahnya, yang sebagian besar terdiri dari petani yang tidak bersenjata tetapi fanatik, berjumlah 45.000 orang.
Di bawah tekanan Kuomintang yang meningkat, Mao diturunkan dari peran kepemimpinannya. Pasukan Chiang Kai-shek mengepung Tentara Merah di pegunungan Jiangxi, memaksa mereka melarikan diri dengan putus asa pada tahun 1934.
Long March dan Pendudukan Jepang di Tiongkok
Sekitar 85.000 tentara Tentara Merah dan pengikutnya mundur dari Jiangxi dan mulai berjalan sejauh 6.000 kilometer ke provinsi utara Shaanxi. Mereka dihadang cuaca yang sangat dingin, jalur pegunungan yang berbahaya, dan sungai yang tidak memiliki jembatan. Selain itu, panglima perang dan Kuomintang pun menyerang mereka di perjalanan. Hanya 7.000 orang komunis yang berhasil mencapai Shaanxi pada tahun 1936.
“Long March ini mengukuhkan posisi Mao Zedong sebagai pemimpin komunis Tiongkok,” Szczepanski menjelaskan. Dia mampu mengerahkan pasukan meskipun menghadapi situasi yang mengerikan.
Pada tahun 1937, Jepang menginvasi Tiongkok. Komunis Tiongkok dan Kuomintang menghentikan perang saudara mereka untuk menghadapi ancaman baru ini. Perang melawan Jepang berlangsung hingga kekalahan Jepang pada Perang Dunia II pada tahun 1945.
Jepang merebut Beijing dan pesisir Tiongkok, namun tidak pernah menduduki wilayah pedalaman. Kedua tentara Tiongkok terus bertempur; taktik gerilya komunis sangat efektif. Sementara itu, pada tahun 1938, Mao menceraikan He Zizhen dan menikah dengan aktris Jiang Qing. Jiang Qing kemudian dikenal sebagai "Nyonya Mao".