Pada tahun 1959, hubungan Tiongkok dengan Uni Soviet semakin memburuk. Kedua kekuatan komunis ini tidak sepakat mengenai beberapa kebijakan. Seperti Lompatan Jauh ke Depan, ambisi nuklir Tiongkok, dan Perang Tiongkok-India (1962). Pada tahun 1962, Tiongkok dan Uni Soviet memutuskan hubungan satu sama lain akibat perpecahan Tiongkok-Soviet.
Mao Zedong Disingkirkan
Pada bulan Januari 1962, Partai Komunis Tiongkok (PKT) mengadakan "Konferensi Tujuh Ribu" di Beijing. Ketua konferensi Liu Shaoqi dengan keras mengkritik Lompatan Jauh ke Depan. Mao disingkirkan dalam struktur kekuasaan internal Partai Komunis Tiongkok.
Liu dan Deng Xiaoping membebaskan para petani. Mereka pun mengimpor gandum dari Australia dan Kanada untuk memberi makan para penyintas kelaparan.
Selama beberapa tahun, Mao hanya menjabat sebagai tokoh penting dalam pemerintahan Tiongkok. Dia menghabiskan waktu itu untuk merencanakan kembalinya kekuasaan dan membalas dendam pada Liu dan Deng.
Mao berencana untuk menggunakan momok kecenderungan kapitalis di kalangan penguasa, serta kekuatan dan kepercayaan anak muda. Tujuannya adalah mengambil alih kekuasaan sekali lagi.
Revolusi Kebudayaan dalam Sejarah Tiongkok
Pada bulan Agustus 1966, Mao yang berusia 73 tahun berpidato di Sidang Pleno Komite Sentral Komunis. Dia menyerukan para pemuda di negaranya untuk mengambil kembali revolusi dari kelompok sayap kanan.
Para "Pengawal Merah" muda ini melakukan pekerjaan kotor pada masa Revolusi Kebudayaan Mao. Mereka menghancurkan "Empat Prinsip Lama"—adat istiadat lama, budaya lama, kebiasaan lama, dan gagasan lama. Bahkan pemilik kedai teh seperti ayah Presiden Hu Jintao dapat dijadikan sasaran sebagai kapitalis.
Para pelajar sibuk menghancurkan karya seni dan teks kuno, membakar kuil, dan memukuli para intelektual sampai mati. Di saat yang sama, Mao berhasil menyingkirkan Liu Shaoqi dan Deng Xiaoping dari kepemimpinan partai. Liu meninggal dalam kondisi yang mengerikan di penjara. Deng diasingkan untuk bekerja di pabrik traktor pedesaan. Putra Deng dilempar dari jendela lantai empat dan dilumpuhkan oleh Pengawal Merah.
Pada tahun 1969, Mao menyatakan Revolusi Kebudayaan telah selesai. Padahal, revolusi ini terus berlanjut hingga kematiannya pada tahun 1976. Fase selanjutnya diarahkan oleh Jiang Qing (Nyonya Mao) dan kroni-kroninya, yang dikenal sebagai "Geng Empat".
Kesehatan yang Makin Memburuk
Sepanjang tahun 1970-an, kesehatan Mao terus memburuk. Dia mungkin menderita penyakit Parkinson atau ALS (penyakit Lou Gehrig). Selain itu, Mao juga memiliki masalah jantung dan paru-paru yang disebabkan oleh kebiasaan merokok seumur hidup.
Pada bulan Juli 1976 ketika Tiongkok berada dalam krisis akibat Gempa Besar Tangshan, Mao yang berusia 82 tahun harus dirawat di rumah sakit di Beijing. Dia menderita dua serangan jantung besar pada awal September. Mao meninggal pada 9 September 1976, setelah alat bantu hidupnya dicabut.
Warisan Mao Zedong bagi Tiongkok
Setelah kematian Mao, cabang Partai Komunis Tiongkok yang pragmatis moderat mengambil alih kekuasaan dan menggulingkan kaum revolusioner sayap kiri.
Deng Xiaoping, yang telah direhabilitasi secara menyeluruh, memimpin negaranya menuju kebijakan ekonomi pertumbuhan gaya kapitalis dan mengekspor kekayaan. Nyonya Mao dan anggota Geng Empat lainnya ditangkap dan diadili. Mereka diadili atas semua kejahatan yang terkait dengan Revolusi Kebudayaan.
Warisan Mao saat ini sangatlah rumit. Ia dikenal sebagai "Bapak Pendiri Tiongkok Modern" dan menginspirasi pemberontakan abad ke-21. Seperti gerakan Maois Nepal dan India. Di sisi lain, kepemimpinannya menyebabkan lebih banyak kematian di tengah rakyat. Bandingikan dengan Joseph Stalin atau Adolph Hitler.
Di dalam Partai Komunis Tiongkok di bawah Deng, Mao dinyatakan "70% benar" dalam kebijakannya. Namun, Deng juga mengatakan bahwa Kelaparan Besar adalah "30% bencana alam, 70% kesalahan manusia". Meskipun demikian, Pemikiran Mao terus menjadi pedoman kebijakan hingga saat ini dalam sejarah dunia.