3 Samurai Non-Jepang: Ada yang Besar di Indonesia, Ada Juga dari Dinasti Ming

By Ade S, Rabu, 3 Juli 2024 | 18:03 WIB
John Henry Schnell. Ini dia 3 sosok samurai yang tidak memiliki darah Jepang. Salah satunya pernah besar di Indonesia. Ada pula yang muncul usai keruntuhan Dinasti Ming. (Unknown)

Uniknya, wanita tersebut adalah janda samurai Okamoto San’emon yang dieksekusi. Menariknya lagi, Chiara tak hanya menikahi sang janda, tapi juga "mewarisi" nama Okamoto.

Meskipun Okamoto tidak pernah secara resmi dicabut status samurainya, beberapa pihak berpendapat bahwa dengan menikahi jandanya, Chiara secara implisit menjadi samurai juga.

Pendapat ini didukung oleh fakta bahwa Chiara menjadi pengikut langsung Tokugawa Iemitsu dan kemudian Ietsuna. Posisi ini mirip dengan William Adams yang berada di bawah Ieyasu.

Selanjutnya, Chiara juga diberi gelar resmi sebagai metsuke, yaitu inspektur pemerintah, yang biasanya diisi oleh samurai kelas rendah.

Jika dilihat secara terpisah, setiap argumen yang menyebut Giuseppe di Chiara sebagai samurai mungkin kurang kuat. Namun, jika digabungkan, hal tersebut mengarah pada kemungkinan besar bahwa pernah ada seorang pastor yang juga menyandang status samurai. 

Ran Kaiei: Satu-satunya Samurai Tionghoa Sepanjang Sejarah

Pada sekitar tahun 1644, kelaparan, kekeringan, dan keruntuhan pemerintahan yang berlangsung selama bertahun-tahun mengakibatkan penggulingan Dinasti Ming di Tiongkok.

Kondisi ini meyakinkan Ran Kaiei, seorang pejabat tinggi pemerintah, bahwa tinggal di Tiongkok akan membahayakan dirinya. Akibatnya, ia melarikan diri menyeberangi lautan menuju Jepang.

Ketika Kaiei tiba di Domain Satsuma di Kyushu, Jepang sedang memasuki periode isolasi yang melarang kontak dan perdagangan dengan negara asing (kecuali beberapa pelabuhan tertentu). Untungnya ada pengecualian untuk Kerajaan Ryukyu (Okinawa).

Kerajaan ini merupakan negara bawahan Tiongkok yang sebelumnya ditaklukkan oleh klan Shimazu dari Satsuma pada tahun 1609.

Kondisi ini menjadikan Domain Satsuma sebagai satu-satunya wilayah di Jepang yang dapat berdagang dengan Tiongkok. Satu-satunya syarat adalah memiliki penerjemah yang andal dan seseorang yang memahami budaya dan politik Tiongkok.

Baca Juga: Perjuangan Klan Minamoto Menjadi Shogun Pertama di Kekaisaran Jepang

Kaiei dengan cepat diterima oleh para penguasa Satsuma. Mereka mempekerjakannya untuk menilai kualitas barang dan upeti Tiongkok dari Kerajaan Ryukyu, bernegosiasi atas nama domain, serta menjaga hubungan diplomatik yang baik.

Sebagai imbalan atas jasanya, Kaiei diangkat menjadi pengikut klan Shimazu dengan tunjangan beras dan hak untuk membawa dua pedang. Inilah yang menjadikannya samurai Tionghoa pertama dan satu-satunya yang tercatat dalam sejarah Jepang.

Ia juga diberi izin untuk memilih nama keluarga Jepang, dan akhirnya memilih nama "Kawaminami." Kini dikenal sebagai Kawaminami Genbei, ia membangun dinasti pedagang yang berkontribusi besar pada kekayaan Domain Satsuma.

Meskipun Domain Satsuma sudah makmur sebelum kedatangan Kaiei, perannya membantu memperkuat kekuatan domain tersebut.

Klan Shimazu juga memainkan peran penting dalam Restorasi Meiji dan Perang Boshin, yang mengakhiri Keshogunan Tokugawa, mengembalikan kekuasaan kepada Kaisar, dan membuka jalan bagi demokratisasi Jepang.