Nationalgeographic.co.id—Kelas samurai memerintah Kekaisaran Jepang selama 7 abad. Selama itu, perempuan memainkan peran penting dalam menciptakan dan menegakkan keadilan. Selain periode singkat di abad ke-14, kaisar tidak lebih dari sekadar boneka. Kekuasaan sebenarnya berada di tangan shogun, pemimpin militer kekaisaran.
Di bawah shogun pertama, Yoritomo Minamoto, pada abad ke-12, perempuan bertindak sebagai polisi lokal. Mereka memenuhi kewajiban militer, mulai dari menyediakan tentara hingga mempertahankan perkebunan secara pribadi. Anak perempuan dan laki-laki umumnya memiliki hak yang sama atas warisan selama Klan Minamoto memerintah (disebut Keshogunan Kamakura).
“Mungkin tidak akan ada Keshogunan Kamakura tanpa perempuan,” tulis Mike Wert, profesor sejarah Asia Timur di Universitas Marquette, dalam The Samurai: A Concise History.
Keunggulan samurai wanita berkurang setelah Keshogunan Kamakura. Peran mereka beralih ke manuver politik melalui pernikahan. Namun, pengepungan sering terjadi dalam perang saudara pada periode Sengoku (abad ke-15 hingga ke-17). Pada saat itu, istri samurai bertanggung jawab untuk mengawasi pertahanannya jika suaminya tidak ada. Wanita dan rombongannya dilatih menggunakan belati untuk membela diri demi menjaga kehormatan.
Pelatihan seni bela diri untuk samurai wanita sangat bergantung pada masing-masing keluarga. Bagi sebagian orang, pelatihan memenuhi peran spiritual sebagai persiapan untuk kehidupan pernikahan dan menjadi ibu. Yang lainnya, seperti samurai wanita di Aizu, mengikuti pelatihan militer dengan sangat serius.
“Prajurit wanita Aizu menerima latihan tempur yang mendalam, khususnya dalam penggunaan tombak,” tulis Diana E. Wright dalam Female Combatants and Japan’s Meiji Restoration: the Case of Aizu.
“Dididik agar sama-sama terampil, mereka juga diindoktrinasi dengan keyakinan bahwa tugas mereka adalah pertama-tama melindungi wilayah kekuasaan dan tuannya. Setelah itu, keluarga mereka.”
Ini adalah kisah tiga samurai wanita legendaris di Kekaisaran Jepang.
Gozen Tomoe: mengurai mitos di Kekaisaran Jepang
Tomoe mungkin adalah pejuang wanita paling terkenal di Kekaisaran Jepang, namun rincian spesifik tentang kehidupannya tidak diketahui secara pasti. Selama Perang Genpei, Tomoe diyakini memainkan peran penting dalam kemenangan panglima perang samurai Yoshinaka Minamoto atas Klan Taira.
Karena dia tidak muncul di Azuma Kagami —sumber utama Perang Genpei—ada keraguan atas keberadaannya. Seperti yang diamati oleh Steven T. Brown, “Biografi Tomoe begitu penuh dengan legenda. Oleh karena itu, sulit untuk menentukan di mana realitas sejarah berakhir dan konstruksi sastra dimulai.”
Namun, sejumlah sumber sepakat mengenai poin-poin penting dalam karir militernya. Dia mulai mengabdi pada Yoshinaka Minamoto (Kiso) pada tahun 1181 ketika kedua prajurit tersebut berusia 20-an hingga awal 30-an.
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR