Nationalgeographic.co.id—Selim I, yang dijuluki “si Bengis” adalah penguasa Kekaisaran Ottoman pada tahun 1512-1520. Meskipun masa pemerintahannya singkat, ia adalah salah satu Sultan Ottoman yang paling terkenal.
Pada masa pemerintahan Sultan Selim inilah terjadi ekspansi besar-besaran Kekaisaran Ottoman. Ekspansi itu membantu meletakkan dasar bagi penerusnya yang jauh lebih terkenal, Suleiman I (Suleiman yang Agung). Namun, pemerintahan Selim bukannya tanpa kontroversi. Bagaimana sejarahnya?
Kehidupan awal Selim dan pemerintahan Trabzon
Selim lahir di Amasya, sebuah kota di Türkiye utara modern, pada tanggal 10 Oktober 1470. Ayahnya bukanlah sultan pada saat kelahirannya, tetapi ia kemudian memerintah sebagai Sultan Bayezid II. Sangat sedikit yang diketahui tentang masa kecil Selim, namun jelas bahwa ia naik ke tampuk kekuasaan dengan cukup cepat.
Tak lama kemudian, Selim diangkat menjadi Gubernur Trabzon, sebuah provinsi di timur laut Turki. Di sinilah ia mulai menunjukkan bakatnya.
Selim mendapatkan reputasi terkenal di antara anak buahnya karena konfrontasinya dengan Persia Safawi. Peristiwa itu dikenal sebagai Pertempuran Trabzon pada tahun 1505. Pertempuran itu menjadi salah satu kisah kemenangan underdog terbaik dalam sejarah dunia.
“Pasukan Ottoman pimpinan Selim berjumlah sekitar 450 orang,” tulis Chester Ollivier di laman The Collector. Sedangkan saudara laki-laki Shah Ismail, yang memimpin pasukan Safawi Persia, memiliki kekuatan sekitar 3.000 orang.
Kemenangan tersebut adalah kemenangan gemilang bagi Ottoman. Pasukan Selim menyerang Safawi, membantai sebagian besar dari mereka, menyita senjata dan amunisi mereka.
Kemenangan Selim berikutnya melawan Safawi terjadi 2 tahun kemudian pada tahun 1507. Saat itu ia mengalahkan mereka di Pertempuran Erzincan. Kali ini, Shah Ismail telah mengerahkan pasukannya ke wilayah Ottoman.
Hal yang lebih penting lagi, dia telah merekrut orang-orang Turki untuk menjadi bagian dari pasukannya. Tentu saja Selim sangat marah. Namun ayahnya, Bayezid II, menolak membalas.
Selim mengambil tindakan sendiri dan mengumpulkan kekuatan Ottoman untuk mengalahkan Safawi. Pasukan Selim jauh lebih kecil dibandingkan pasukan Safawi. Tapi sekali lagi Selim membuktikan bahwa jumlah tidak selalu penting di medan perang.
Baca Juga: Sejarah Dunia: Kekaisaran Ottoman, Oasis 'Indah' Bagi Penduduk Yahudi
Namun kemenangan Selim sebagai Gubernur Trabzon belum berakhir. Tahun berikutnya, pada 1508, Selim menginvasi Kaukasus dan menguasai Georgia bagian barat.
Dengan melakukan hal tersebut, ia juga berhasil menyatukan Guria dan Kerajaan Imereti di bawah kendali Ottoman. Dalam prosesnya, dia juga memperbudak sekitar 10.000 wanita dan anak-anak Georgia.
Shah Ismail masih belum melupakan kekalahan yang dialami pasukan saudaranya pada tahun 1505. Pada tahun 1510, ia berpikir ini adalah waktu yang tepat untuk menyerang lagi. Namun sayangnya bagi Ismail, ia dikalahkan oleh pasukan Selim sekali lagi.
Masalah aksesi Selim
Dalam waktu singkat 5 tahun, Selim menunjukkan dirinya sebagai pemimpin militer yang cakap dan pejuang yang sukses. Kakeknya adalah Mehmed sang Penakluk yang terkenal. Tampaknya dari kakeknya ia mewarisi sifat militer dan kesatrianya, bukan ayahnya, yang umumnya dianggap sebagai penguasa yang lemah.
Namun, kakak laki-laki Selim, Ahmed, yang dipilih untuk menggantikan ayah mereka naik takhta Ottoman. Bayezid, meski masih hidup, enggan melanjutkan pemerintahan sebagai sultan, sehingga ia memilih menunjuk Ahmed sebagai pewaris.
Tentu saja, hal ini membuat marah Selim, yang merupakan putra yang jauh lebih efisien secara militer. Selim sebenarnya telah memasukkan lebih banyak wilayah baru ke dalam Kekaisaran Ottoman.
Dengan alasan itu, maka masuk akal jika ia ditunjuk menjadi sultan. Di Kekaisaran Ottoman, yang menjadi sultan tidak harus anak sulung.
Reaksi Selim atas penunjukan sultan adalah memberontak dan hal ini akhirnya memicu perang saudara di Ottoman.
Perang saudara di Ottoman: Selim melawan ayahnya
Selim kalah dalam pertempuran pertama tetapi berkumpul kembali dan bertemu ayahnya di medan perang untuk kedua kalinya. Sekali lagi, Selim menjadi pihak yang tidak diunggulkan. 30.000 pasukannya berhadapan dengan 40.000 pasukan ayahnya.
Baca Juga: Sejarah Dunia: Kala Ratu Inggris dan Sultan Ottoman Jalin Hubungan Mesra
Jika pengalaman mengajarkannya sesuatu, Selim pasti tahu bahwa ia mempunyai peluang, meski kalah jumlah dengan 10.000 orang.
Dan Selim memang menang – tetapi dengan pengorbanan yang besar. Hanya 3.000 pasukannya yang bertahan hidup. Selim memerintahkan pengasingan ayahnya ke Didymoteicho, sebuah kota di timur laut Yunani modern. Ayahnya meninggal segera setelah itu dan Selim diproklamasikan sebagai Sultan Kekaisaran Ottoman pada tanggal 24 April 1512.
Untuk mencegah pemberontakan lebih lanjut, Selim memerintahkan eksekusi dua saudara laki-lakinya (Korkun dan Ahmet) dan putra-putra mereka. Ia juga memastikan bahwa Ahmed turut dieksekusi. Di sinilah julukannya “the Grim” atau si Bengis mulai masuk akal.
Memerintahkan kematian saudara-saudaranya pasti akan menimbulkan kemarahan bahkan di masyarakat Ottoman. Pasalnya menumpahkan darah bangsawan dianggap sebagai praktik biadab.
Selim menanggapi hal ini dengan serius. Oleh karena itu, ia mencekik mereka sampai mati dengan tali sutra. Praktik ini diadopsi oleh banyak sultan Ottoman lainnya ketika mereka perlu menyingkirkan anggota keluarga laki-laki demi ambisinya.
Pembantaian agama oleh Selim
“Setelah aksesinya, agama Kekaisaran Ottoman menjadi sangat penting,” Ollivier menambahkan lagi. Selim adalah seorang Islam Sunni. Oleh karena itu, seluruh Kekaisaran Ottoman harus mengikuti jejaknya. Sekali lagi, musuh lama Selim, Safawi Shah Ismail, telah berupaya mengubah wilayah tersebut menjadi Islam Syiah.
Sebagai tanggapan, Selim membuat daftar semua pengikut Syiah berusia 7 hingga 70 tahun di Kekaisaran Ottoman. Bisa ditebak, tindakannya berakhir buruk. Selim dan pasukannya bergerak melintasi kota-kota besar. Mereka membantai setiap pemeluk Islam Syiah yang mereka temukan.
Kejahatan terhadap kemanusiaan ini akan menjadi pembantaian terburuk dalam sejarah Kekaisaran Ottoman hingga abad ke-19.
Pertarungan terakhir Selim si Bengis dan Shah Ismail
Setelah hampir satu dekade pertempuran terus-menerus, tibalah waktunya pertarungan terakhir antara Selim dan Shah Ismail. Mereka berselisih dalam Pertempuran Chaldiran pada tanggal 23 Agustus 1514.
Baca Juga: Tak Hanya 'Taman Bermain Seksual Sultan', Ini Peran Harem Era Ottoman
Ironisnya, perang itu menjadi awal dari perang Ottoman-Persia yang berlangsung selama 41 tahun berikutnya. Perang tersebut memakan korban ribuan jiwa di kedua sisi. Namun, pertempuran tersebut tetap menjadi kunci kemenangan bagi Ottoman.
Mereka berhasil mencaplok Irak Utara dan Anatolia Timur dari Kekaisaran Safawi. Selim menggabungkan wilayah tersebut ke dalam Kekaisaran Ottoman yang terus berkembang.
Perang Ottoman-Persia adalah pertempuran yang tidak biasa di mana Selim sebenarnya memiliki kekuatan yang lebih besar. Diperkirakan ia memiliki sekitar 60.000 hingga 100.000 tentara, sedangkan Safawi memiliki antara 40.000 hingga 80.000 tentara.
Meskipun Shah Ismail tidak terbunuh di Chaldiran, dia terluka saat bertempur. Kehilangan wilayah sangat memengaruhinya sehingga dia pun depresi dan mulai meminum alkohol dalam jumlah banyak. Shah Ismail menjadi seorang pertapa, sebelum meninggal pada tahun 1524.
Perang Ottoman-Mamluk (1516-1517)
Agenda Selim berikutnya adalah Kesultanan Mamluk Mesir. Ia mengalahkan mereka dalam Pertempuran Marj Dabiq (kira-kira 40 km utara Aleppo, Suriah modern) pada tanggal 24 Agustus 1516. Kemenangan tersebut sekali lagi merupakan kemenangan Ottoman yang signifikan. Pasalnya, pertempuran itu membuka pintu bagi penaklukan Ottoman atas Mesir.
Pasukan Selim yang berkekuatan 60.000 orang telah berhadapan dengan pasukan Mesir dalam jumlah yang sama. Sekali lagi sang penguasa membuktikan bahwa dia lebih cerdas dari para pemimpin militer lainnya, sehingga membawa Ottoman meraih kemenangan.
Kemenangan penting berikutnya dalam perang Ottoman-Mamluk terjadi 5 bulan kemudian, di Pertempuran Ridanieh pada tanggal 22 Januari 1517. Kedua belah pihak memiliki kekuatan yang terdiri dari sekitar 20.000 orang. Tetapi sekali lagi ini merupakan kemenangan penting bagi Selim. “Mamluk dikalahkan, sementara pasukan Ottoman bergerak menuju Kairo,” tambah Ollivier.
Pemimpin Mamluk, Turman Bay II, adalah Sultan Mamluk terakhir. Dia dibunuh. Konon ada dua teori setelah kematiannya. Salah satu teori menyatakan bahwa dia dipenggal dan kepalanya yang terpenggal dipajang di atas sebuah gerbang di Kairo.
Teori lain menyebutkan bahwa ia dibunuh dengan cara digantung di pintu gerbang dan dipajang selama 3 hari sebelum dikuburkan. Apa pun yang terjadi, tidak sulit untuk memahami mengapa Selim mempunyai reputasi sebagai orang yang bengis.
Kemenangan di Ridanieh juga penting bagi Kesultanan Ottoman dalam hal lain. Mereka kini menguasai dua kota suci umat Islam, Makkah dan Madinah—sebuah kemenangan besar bagi Kekaisaran Ottoman.
Kematian dan warisan Selim
Meskipun masa pemerintahan Selim singkat, pemerintahannya penuh aksi dari awal hingga akhir. Selim meninggal pada tanggal 22 September 1520, di usia 49 tahun. Ada berbagai teori tentang bagaimana dia meninggal, termasuk diracuni oleh dokter, kanker, dan bahkan wabah penyakit (ada wabah penyakit pada tahun 1520-an di Kekaisaran Ottoman).
Selim sangat terkenal dengan warisan yang ditinggalkannya. Kekaisaran Ottoman yang ia rebut benar-benar berbeda dengan kekaisaran yang ia wariskan kepada putra dan penerusnya, Sultan Suleiman I. Selim menaklukkan wilayah dari Irak hingga Mesir dan menjadikan Kekaisaran Ottoman sebagai pemain global utama di dunia modern awal.
Sifat bengisnya pun sering dilontarkan sebagai kutukan. Ada sebuah kutukan Ottoman yang populer pada saat itu adalah “semoga Anda menjadi salah satu wazir Sultan Selim.” Hal itu merujuk pada berapa banyak orang yang telah dia bunuh atas perintahnya, sebagian besar karena temperamen yang berapi-api.
Namun demikian, Selim jelas merupakan salah satu penguasa paling terkenal dalam sejarah Ottoman. Pencapaiannya dalam waktu 8 tahun sungguh luar biasa. Selain itu, sangat kecil kemungkinan Suleiman akan berhasil sebanyak yang ia raih jika bukan karena pencapaian sang ayah. Untuk menghormati jasa-jasa Selim, Suleiman meresmikan Masjid Yavuz Selim di Istanbul—tempat Selim dimakamkan hingga hari ini.