Nationalgeographic.co.id—Jika membaca kembali kondisi sejarah abad pertengahan, tentunya kita akan menemukan banyak tradisi dan fakta yang menarik, terkadang juga terdengar aneh dan tak masuk di akal.
Ambil contoh salah satu keanehan di abad pertengahan adalah adanya pengadilan hewan. Sungguh! Di Eropa Abad Pertengahan, hewan dapat dituntut atas berbagai kejahatan, dan diadili di pengadilan seperti halnya manusia.
Uniknya, "jika diadili di pengadilan gerejawi, hewan bahkan memiliki pengacara yang ditunjuk untuk bertindak sebagai pembela umum mereka," tulis Khalid Elhassan.
Ia menulis fakta menarik tersebut dalam artikelnya yang dimuat dalam History Collection berjudul Odd Medieval Practices That Seem Too Strange to Be True yang diterbitkan pada 28 September 2023.
Mereka tidak diberikan perwakilan hukum jika diadili di pengadilan sekuler, tetapi sekali lagi, terdakwa manusia juga tidak. Dan seperti halnya manusia, jika terbukti bersalah, pihak berwenang dapat menerapkan hukuman kejam terhadap hewan seperti yang berlaku di abad pertengahan.
Sebagai contohnya, pengadilan hewan yang menggemparkan juga pernah terjadi pada tahun 1457. Dikabarkan bahwa seekor babi betina di Savigny, Prancis, yang memiliki enam anak babi, telah menyerang dan membunuh seekor anak babinya yang berusia lima tahun.
Sekali pun hari ini menjadi tuntutan pidana, pastinya pemilik babi betinalah yang mungkin menghadapi tuntutan pidana akibat kelalaiannya. Namun, di Eropa abad pertengahan memiliki sudut pandang yang berbeda tentang hukum dan keadilan.
Alih-alih mendatangkan pemiliknya, "pihak berwenang di Savigny malah mendakwa babi betina itu dengan pembunuhan, dan mengajukan tuntutan terhadap anak-anak babi sebagai kaki tangan," imbuh Khalid.
Seorang pengacara akhirnya ditunjuk untuk membela terdakwa, dan setelah kesaksian didengar, seorang hakim memutuskan bahwa sang ibu babi itu telah bersalah. Sesuai dengan adat setempat, ia menjatuhkan hukuman gantung.
Babi itu dieksekusi dengan melilitkan tali pada kakinya. Ia digantung dengan posisi kaki yang tergantung dengan kepala di bawah. Dibiarkan tergantung pada kaki belakangnya sampai babi itu telah diketahui tidak bernyawa.
Baca Juga: Dunia Hewan: Paus dan Lumba-lumba Diburu Secara Aktif pada Era Romawi?
Jika hukuman itu terdengar biasa, tunggulah sampai mendengar eksekusi mati hewan lainnya di Eropa abad pertengahan. Seekor babi lainnya dihukum karena pembunuhan di Falaise, Normandia, pada tahun 1386.
Seorang ibu babi dihukum mati secara keji setelah ketahuan membunuh seorang anak manusia. Ditemukan bercak darah sebagai buktinya. Meski anak-anak babi juga memiliki bercak darah, mereka dibebaskan.
Sedangkan nasib nahas harus dihadapi oleh induk babi itu yang dijatuhi hukuman secara sadis. Ia dimutilasi di bagian kepala dan dua kaki depannya, sebelum akhirnya digantung.
Selain kasus itu, sekitar tahun 1860 di Slovenia, seekor babi menggigit telinga bayi perempuan berusia satu tahun. Alhasil babi itu dijatuhi hukuman mutilasi, di mana tubuhnya dipotong-potong, lalu diberikan kepada anjing.
Pengadilan semacam itu tercatat telah terjadi di Eropa sejak abad ketiga belas hingga abad kedelapan belas. Kebanyakan sumber menyebut bahwa hewan yang paling sering dihukum oleh Thierstrafen—pengadilan hewan dalam Jerman—adalah babi.
Kasus pengampunan juga pernah terjadi. Dalam kasus desa Saint-Marcel-le-Jeussey pada tahun 1379, di mana dua kawanan babi ini dikatakan telah melakukan pembunuhan terhadap seorang.
Meskipun dalam peradilan babi-babi yang terbukti bersalah melakukan pembunuhan dijatuhi hukuman mati, berkat permintaan pemilik kedua kawanan babi itu kepada Adipati Burgundia, hewan-hewan yang dituduh terlibat itu pun diampuni.
Selain kasus kekerasan, penganiayaan hewan terhadap manusia. Ada pula peradilan bagi manusia yang melanggar kesusilaan, setelah diketahui berhubungan seksual dengan seekor keledai betina.
Ini terjadi pada tahun 1750, Jacques Ferron, seorang pemuda yang dijatuhi hukuman setelah berhubungan seksual dengan Jenny, seekor keledai betina. Karena dianggap melanggar kesusilaan yang berat, Ferron dijatuhi hukuman mati.
Menariknya, Jenny si keledai betina malah dibebaskan. Pengadilan Prancis memutuskan untuk membebaskan Jenny karena dianggap tidak bersalah dan menjadi korban dari kekerasan seksual yang dilakukan Jacques Ferron.
Menariknya, pengadilan hewan sedikitnya masih bertahan sampai di era modern. Seperti halnya yang terjadi pada Katya Bear, seekor beruang coklat betina yang berasal dari Kazakhstan.
Pada tahun 2004 silam, Katya Bear dinyatakan bersalah dan dimasukkan ke dalam bui setelah menganiaya dua orang dalam insiden terpisah. Ia dipenjara selama 15 tahun sebelum akhirnya dibebaskan dan bergabung dengan beruang lainnya.