Dari Unta hingga Lebah, Bagaimana Hewan Terlibat dalam Konflik Manusia?

By Sysilia Tanhati, Rabu, 17 Juli 2024 | 12:00 WIB
Ketika peradaban mengalami kemajuan, hewan juga terjun dalam siklus perang yang merusak. (Francois Gerard)

Nationalgeographic.co.id—Sejak awal, hewan telah dikaitkan dengan manusia dalam membentuk peradaban.

Lihat saja bagaimana anjing sering berperan sebagai penjaga rumah, keledai dan unta membawa barang dagangan.

Ada juga kucing yang melindungi gudang gandum dari hama. Sementara kuda membawa kita ke mana pun dan burung bertugas untuk menyampaikan pesan.

Ketika memasuki masa perang, hewan juga terjun dalam siklus yang merusak tersebut. Secara alami, hewan menemani manusia sebagai hewan perang, melakukan tindakan yang menyedihkan sekaligus heroik.

Meskipun buku-buku sejarah berfokus pada manusia sebagai korban perang, kisah-kisah hewan dan kesetiaannya sering kali diabaikan.

Berikut adalah beberapa contoh hewan perang yang terjun dalam konflik manusia.

Kuda

“Kuda memang telah menghilang dari peperangan modern,” tulis Greg Beyer di laman The Collector.

Namun sejarah mereka sebagai hewan perang sudah ada sejak Eurasia setidaknya 5.000 tahun yang lalu. Selama ribuan tahun, tentara bergantung pada kuda sebagai tunggangan tempur dan juga sebagai hewan penarik.

Dalam beberapa budaya, kuda membentuk landasan seluruh kebijakan yang terkait dengan militer.

Meskipun infanteri mampu mempertahankan posisi, kavaleri cepat dan lincah, memberikan tentara kekuatan ofensif yang sangat efektif. Selama ratusan tahun, tidak ada yang lebih menakjubkan dan sekuat pasukan kavaleri.

Baca Juga: Dunia Hewan: Seperti Apa Bentuk Burung Dodo dan Mengapa Mereka Punah?

Selama ribuan tahun, tentara bergantung pada kuda sebagai tunggangan tempur dan juga sebagai hewan penarik. (Elisee Reclus)

Hanya saja, melatih kuda sebagai tunggangan perang bukanlah tugas yang mudah. Kuda pada dasarnya adalah hewan yang gelisah. Biaya pelatihan dan pemeliharaannya pun mahal.

Oleh karena itulah, selama Abad Pertengahan di Eropa, hanya kaum elite yang mampu mendapatkan kemewahan untuk berperang di atas kuda.

Namun, ketika senjata menjadi lebih efisien, efektivitas kavaleri pun memudar. Seiring dengan itu, peran kuda pun diturunkan menjadi hewan penarik.

“Sampai kemudian mekanisasi akhirnya membuat kehadiran mereka benar-benar ketinggalan zaman,” tambah Beyer.

Meskipun demikian, peran kuda dalam peperangan akan terus diingat umat manusia. Hubungan antara manusia dan kuda adalah salah satu hubungan terpanjang dan paling abadi yang pernah dimiliki manusia dengan hewan.

Gajah

Bisa dikatakan bahwa hewan perang paling spektakuler yang dimasukkan ke dalam dinas militer adalah gajah. Gajah telah mencapai status legendaris dalam cerita yang diceritakan oleh orang Romawi tentang bagaimana mereka dimanfaatkan di Afrika Utara.

Meskipun kejayaan gajah berasal dari zaman kuno di Barat, di benua Asia, gajah digunakan dalam pertempuran hingga abad ke-19.

Hannibal Barca melakukan perjalanan terkenal melintasi Pegunungan Alpen dengan 70.000 prajurit, 20.000 kuda, dan 37 gajah untuk menaklukkan Romawi. (José Luiz)

Mungkin kisah gajah perang yang paling terkenal dikaitkan dengan peristiwa Perang Punisia Kedua. Kala itu, gajah Hannibal melintasi Pegunungan Alpen. Namun sayangnya hanya satu gajah yang selamat dari penyeberangan tersebut.

Baca Juga: Dunia Hewan: Apa Penyebab Kematian Populasi Mamut Berbulu Terakhir?

Pasukan Kartago mengerahkan 80 gajah untuk melawan pasukan Romawi. Namun, Jenderal Romawi Scipio Africanus menghabiskan sebagian besar kariernya untuk menyusun rencana menghadapi momen ini.

Africanus memerintahkan pasukannya membentuk barisan dan menyuruh mereka berteriak dan menggedor-gedor pot mereka. Suara kerasnya membuat takut hewan-hewan perang ini sehingga penunggangnya kehilangan kendali.

Beberapa gajah diarahkan ke celah antara pasukan Romawi. Sementara banyak gajah lainnya berbalik 180 derajat dan melarikan diri, menginjak-injak tentara Kartago di belakang mereka.

Legiun Romawi juga menggunakan gajah dalam serangan militer mereka, terutama di Yunani dan Hispania. Bahkan diklaim bahwa gajah digunakan pada invasi pertama ke Inggris.

Di anak benua Asia, gajah digunakan dalam peperangan lebih dari seribu tahun sebelum peristiwa tersebut. Gajah juga digunakan jauh setelah jatuhnya Romawi dan berakhirnya sejarah Klasik di Eropa.

Pada abad ke-16, Babur, yang memerintah Kekaisaran Mughal, memiliki 112.000 gajah di penangkaran. Babur bahkan punya sekitar 12.000 ekor gajah dalam dinas militer aktif.

Ketika bubuk mesiu dan penemuan-penemuan selanjutnya semakin meluas, penggunaan gajah sebagai hewan perang mulai menurun drastis.

Meskipun mereka dapat menahan tembakan senapan, meriam, gajah adalah sasaran raksasa yang menggoda. Oleh karena itu, tugas gajah pada akhirnya terbatas pada pengangkutan.

Anjing

Dari semua hewan, anjing paling lama berada di sisi manusia. Anjing melindungi manusia dari pemangsa, membantu berburu, melindungi ternak, dan menjadi sahabat setia selama ribuan tahun. Anjing juga dipekerjakan sebagai pelayan dalam upaya manusia yang paling gelap dan penuh kekerasan.

Sebagai hewan petarung, bukti pertama berasal dari tahun 600 SM. Saat itu bangsa Lydia menggunakan anjing untuk mematahkan garis keturunan Cimmerian.

Baca Juga: Dunia Hewan: Bagaimana Pygmy Marmoset Bisa Jadi Monyet Terkecil di Dunia?

Bangsa Romawi menggunakan anjing mastiff besar untuk menyerang musuhnya. Anjing-anjing ini mengenakan kerah berduri besar dan kadang-kadang bahkan diberi baju besi untuk dipakai.

Anjing-anjing perang Spanyol mengeluarkan isi perut penduduk asli sementara para penakluk sedang menonton ()

Di Inggris abad pertengahan, anjing adalah metode yang populer untuk mengganggu kavaleri. Pasalnya, kuda secara alami takut oleh anjing. Penakluk Spanyol juga menggunakannya untuk melawan penduduk asli Amerika.

Menurut legenda, Aleksander Agung memiliki seekor anjing bernama Peritas. Sang anjing menyelamatkan nyawa Aleksander dengan menyerang seekor gajah selama Pertempuran Gaugamela.

Tentu saja, anjing tidak hanya digunakan sebagai hewan petarung. Ada banyak peran lain yang dimainkan anjing sepanjang sejarah sebagai hewan perang.

Di era modern, mereka digunakan sebagai pengintai, penjaga, dan “anjing pendeteksi” untuk mengendus ranjau. Penggunaan mereka sebagai “anjing belas kasihan” di korps medis telah membantu menyelamatkan banyak nyawa.

Mungkin perkembangan paling modern pada anjing adalah peran terapi. Dampak perang bertahan lama setelah aktivitas fisik selesai. Anjing juga memberikan layanan yang sangat berharga dalam menghibur mereka yang terus hidup dengan trauma perang.

Lumba-lumba

Perang Dingin menjadi saksi masuknya lumba-lumba ke dalam angkatan bersenjata Amerika Serikat dan Uni Soviet. Meskipun paus beluga hingga singa laut pernah digunakan, fokus utama program angkatan laut adalah lumba-lumba hidung botol.

Lumba-lumba telah membuktikan kemampuannya dalam mendeteksi dan membuang ranjau. Mereka juga berperan penting dalam melindungi kapal.

Dengan sonar terpasang, lumba-lumba berpatroli di area sekitar kapal dan menandai perenang musuh. Hewan ini mencoba melakukan tindakan sabotase.

Baca Juga: Dunia Hewan: Bagaimana Ikan Badut Bisa Mengubah Jenis Kelaminnya?

Unta

Selain kuda, unta juga digunakan sebagai hewan perang di Timur Tengah selama ribuan tahun. Penyebutan pertama tentang unta yang digunakan dalam perang adalah pada Pertempuran Qarqar pada tahun 853 SM. Saat itu ada 1.000 unta digunakan oleh pasukan Neo-Asyur.

Pada tahun 547 SM, pada Pertempuran Thymbra, Cyrus Agung dari Persia menggunakan unta untuk melawan Lydia. Sejarawan Yunani Herodotus mencatat bahwa bau unta membuat kuda Lydia bingung.

Pada abad ke-5 SM, Xerxes juga menggunakan kavaleri unta selama invasi Persia ke Yunani. Romawi juga mempekerjakan penunggang unta di sepanjang perbatasan timurnya.

Penggunaan unta sebagai kendaraan perang sepanjang era abad pertengahan masih sangat meluas. “Mulai dari zaman pra-Islam hingga penaklukan Islam hingga era modern,” ungkap Beyer.

Dari tahun 1798 hingga 1801, Napoleon mempekerjakan korps unta selama kampanye Prancis di Mesir dan Suriah.

Belakangan, selama era kolonial, negara-negara kolonial seperti Inggris, Italia, Jerman, Prancis, dan Spanyol semuanya mempekerjakan penunggang unta. Hewan itu berpatroli di gurun pasir dan menjaga ketertiban di wilayah tersebut.

Saat ini, tentara dan polisi modern masih menggunakan unta sebagai hewan perang untuk berpatroli di daerah gurun.

Merpati

Merpati pos telah digunakan untuk menyampaikan pesan sejak 3000 SM di Mesir. Tentu saja kemampuan menyampaikan pesan ini berjalan seiring dengan kemampuan menyampaikan komunikasi ke dan dari medan perang.

Selama Perang Dunia Pertama, merpati pos digunakan secara luas. Beberapa merpati bahkan dianugerahi medali atas jasa mereka. Salah satu merpati tersebut, Cher Ami, dianugerahi Croix de Guerre karena menyampaikan 12 pesan selama Pertempuran Verdun pada 1918.

Baca Juga: Dunia Hewan: Fakta Seputar Orca yang Mengejutkan Para Ilmuwan

Burung ini menyampaikan pesan terakhirnya meskipun menderita luka tembak. Pesan ini menyelamatkan nyawa 194 prajurit AS.

Merpati pos telah digunakan untuk menyampaikan pesan sejak 3000 SM di Mesir. (Julius Neubronner)

Pada Perang Dunia II, jumlah merpati yang digunakan bahkan lebih besar lagi. Inggris sendiri menggunakan lebih dari 250.000 merpati. Sebanyak 32 merpati dianugerahi Dickin Medal, penghargaan tertinggi atas keberanian dari Inggris yang dapat diberikan kepada hewan atas jasanya.

Lebah

Meskipun lebah tidak mungkin dilatih, mereka tetap digunakan dalam perang karena kemampuan ofensifnya. Lebah diketahui telah digunakan oleh orang-orang Yunani dan Romawi, terutama selama pengepungan.

Pada tahun 72 SM, para penjaga Yunani kuno di Themiscyra menggagalkan upaya pengepungan yang dilakukan oleh Romawi. Mereka mengirimkan lebah ke dalam terowongan yang digali orang Romawi di bawah tembok kota.

Pada tahun 69 SM, bangsa Romawi kembali mendapatkan serangan lebah. Saat itu Heptakometes yang membela Trebizond di Turki modern menempatkan sarang berisi madu beracun di sepanjang rute perjalanan Romawi.

Meskipun tidak mematikan, orang-orang Romawi yang sakit itu menyerah pada serangan mual dan dengan mudah dikalahkan.

Selama Perang Dunia Pertama, pasukan Jerman dan Inggris di Tanga, Afrika Timur Jerman, menjadi korban kawanan lebah yang marah. Propaganda Inggris menyatakan bahwa serangan lebah adalah ulah Jerman yang memasang kawat pengaman di dekat sarang lebah.

Meskipun kebenarannya mungkin tidak dapat dipastikan, kemungkinan tersebut masuk akal.

Konon Vietkong juga menggunakan lebah untuk melawan pasukan Amerika Serikat. Mereka menunggu patroli Amerika Serikat dan kemudian menyalakan kembang api di dekat sarang.

Tujuannya untuk mengganggu lebah. Lebah yang terganggu dan marah akan menyerang sasaran terdekat, yaitu tentara Amerika.

Itu kisah hewan-hewan perang yang terjun dalam konflik manusia. Seiring berjalannya waktu, peran mereka pun mulai berkurang dalam perang di dunia modern.