Dunia Hewan: Ingin Selamatkan Hewan dari Kepunahan? Ubah Saja Namanya!

By Ade S, Selasa, 23 Juli 2024 | 15:03 WIB
Tikus daratan atau palyoora. Seorang ekolog menemukan cara unik untuk menyelamatkan hewan-hewan yang terancam punah, yaitu dengan mengubah namanya. Bagaimana bisa? (Tim Bawden)

Nationalgeographic.co.id—Sebuah pepatah lama yang menyebutkan "apalah arti sebuah nama?" nampaknya bisa terbantahkan oleh seorang ekolog asal Australia.

Caranya untuk mengubah nama hewan-hewan "biasa" menjadi nama lokal yang terasa unik dan juga menarik untuk didengar atau dibaca dianggap bisa memberikan dampak besar.

Dampak yang dimaksud adalah upaya pelestarian dari hewan-hewan terancam punah dengan nama yang dianggap "biasa".

Bagaimana itu bisa terjadi? Mari kita simak ulasan lengkapnya dalam artikel berikut ini.

Hewan indah dengan nama yang tidak indah

Di dataran tandus Australia selatan, berlari kecil makhluk kecil yang oleh ekolog Steve Morton digambarkan sebagai "sangat indah".

Hewan ini memiliki telinga runcing, ekor halus, dan perut berwarna krem. Namun, nama mereka sama sekali tidak indah: tikus dataran.

"Saya sendiri adalah orang pedalaman," kata Morton, seperti dilansir dari National Geographic, "tetapi dapatkah Anda membayangkan nama yang lebih mengecewakan?"

Tikus dataran sekarang dianggap punah di sebagian besar wilayah jelajah historisnya, menjadi korban hilangnya habitat dan pemangsa yang dibawa masuk seperti kucing liar dan rubah.

Untuk menyelamatkan tikus dataran yang tersisa, Morton memiliki ide: singkirkan nama Eropa mereka dan klaim kembali mereka sebagai makhluk unik Australia.

Dia memimpin kampanye untuk menamai kembali tikus dataran menjadi palyoora, sebutan yang digunakan oleh orang Wangkangurru.

Baca Juga: Dunia Hewan: Apa Penyebab Kematian Populasi Mamut Berbulu Terakhir?

Morton berpendapat bahwa semua hewan pengerat asli Australia bisa menggunakan pergantian nama. Dari 60 spesies hewan pengerat asli negara itu, hampir sepertiga punah atau terancam punah.

Namun, sulit membuat publik peduli, dan Morton berpikir itu sebagian karena nama mereka yang kurang menarik.

Dia berharap dengan nama baru seperti palyoora, tikus dataran akan mendapatkan perhatian publik seperti spesies Australia lain yang memiliki nama Aborigin, seperti walabi, kookaburra, dan kanguru.

Lebih dari sekadar meningkatkan kesadaran, perubahan nama ini juga merupakan langkah maju dalam hal budaya.

"Nama-nama Eropa yang dikenakan pada hewan-hewan ini seringkali hanya merendahkan," kata Morton.

"Orang Aborigin masih memiliki hukum, budaya, dan sebagian besar tanah mereka—mengapa mereka tidak bisa memiliki hak penamaan mereka juga?"

Morton berharap dengan mengganti nama tikus dataran menjadi palyoora, dia dapat membantu menyelamatkan hewan ini dan sekaligus menghormati budaya Aborigin Australia.

Arti sebuah nama bagi upaya konservasi

Memberikan nama baru pada hewan umumnya jarang dilakukan, namun bukan berarti tidak pernah terjadi.

Seringkali, perubahan nama merupakan bagian dari pertimbangan yang lebih luas.

Contohnya, ngengat gypsi yang invasif diubah namanya menjadi ngengat spons pada tahun 2022 untuk menghindari konotasi negatif bagi orang Romani, dan ikan carp Asia berganti nama menjadi copi pada tahun yang sama.

Baca Juga: Cegah Kepunahan Tumbuhan Indonesia, BRIN dan Lembaga Asing Bangun Bank Benih

Saat ini, American Ornithological Society sedang dalam proses mengganti nama puluhan spesies burung yang dinamai menurut nama ahli eugenika dan pemilik budak.

Alasan di balik perubahan nama ini bukan hanya masalah semantik, tetapi juga emosional.

Sebuah studi tahun 2020 terhadap 26.794 nama umum hewan menemukan bahwa banyak nama yang mengandung kata-kata yang memicu emosi positif atau negatif yang kuat.

Contoh kata-kata positif termasuk "emas", "hebat", dan "burung merpati". Sedangkan contoh istilah negatifnya adalah "tikus", "lebih rendah", dan "buta".

Banyak nama yang juga menyesatkan. Contohnya hamster biasa, hewan pengerat Eropa yang terancam punah kritis yang telah kehilangan 94 persen wilayah jelajahnya dan kini jauh dari kata "biasa".

Gregory Andrews, pria D'harawal dan Komisaris Spesies Terancam Punah yang ditunjuk pertama di Australia yang menjabat dari 2014 hingga 2017, mengatakan bahwa hewan pengerat khususnya akan mendapat manfaat dari perubahan nama.

"Karena konteks budaya Eropa tentang hewan pengerat yang menyebarkan penyakit, orang-orang berpikir hewan pengerat perlu diracun," katanya. "Tetapi dalam budaya Aborigin, tikus tidak memiliki gambaran negatif itu."

Upaya dan pendanaan konservasi sering kali sangat bergantung pada persepsi publik.

Memberi hewan nama yang positif (dan akurat) dapat menjadi "cara yang sederhana dan hemat biaya untuk meningkatkan hasil konservasi," tulis para peneliti dalam studi tahun 2020.

"Bayangkan orang-orang yang duduk di sekitar meja memutuskan alokasi dana [konservasi] - Anda tidak akan memberikannya kepada tikus, bukan?" kata Morton. "Tapi Anda mungkin akan memberikannya kepada palyoora."

Studi lain tampaknya mendukung argumennya.

Baca Juga: Mengapa Pemanasan Global dapat Menyebabkan Kepunahan Spesies?

Pada tahun 1998, para peneliti meminta pengunjung Kebun Binatang London untuk memberi peringkat 133 foto hewan dalam urutan yang akan mereka pilih untuk membantu konservasi, pertama tanpa menyebutkan nama umum mereka.

Ketika nama ditambahkan, mereka memiliki efek negatif pada hewan seperti katak racun stroberi dan monyet laba-laba berwajah merah - sementara itu memberikan dorongan untuk makhluk seperti burung penyanyi Inggris atau monyet Diana.

Mempelajari dampak nama hewan terhadap persepsi dan upaya konservasi dapat menjadi langkah penting dalam melindungi spesies yang terancam punah.

Mengubah nama yang negatif atau menyesatkan menjadi nama yang lebih positif dan akurat dapat membantu meningkatkan kesadaran publik, mendorong empati, dan ultimately, meningkatkan peluang kelangsungan hidup mereka.