Nationalgeographic.co.id—Menengok kehidupan warga London saat hidup di bawah bayang-bayang dalam sejarah Perang Dunia 2. Ketika Inggris dibombardir Jerman dan Italia selama 9 bulan.
Inggris dibombardir Jerman dan Italia pada 7 September 1940 hingga Mei 1941. Peristiwa itu nantinya dikenal dengan sebutan The Blitz atau London Blitz.
Selama peristiwa tersebut, warga Inggris harus hidup dalam bayang-bayang dan penuh ketakutan. Mereka bersembunyi di penampungan-penampungan bawah tanah atau yang disebut shelter.
Warga sipil harus menanggung banyak hal bahkan sebelum pengeboman dimulai. Pemadaman listrik diberlakukan, sehingga tidak ada lampu yang tidak penting yang boleh dinyalakan di malam hari karena dapat berbahaya.
Ada ketakutan nyata bahwa bom gas akan digunakan, sehingga setiap orang didorong untuk membawa masker gas.
Perang Palsu, periode tidak adanya aktivitas militer di Inggris antara September 1939 dan musim semi 1940, membawa rasa aman yang palsu, tetapi Luftwaffe (angkatan udara) Jerman mengubah itu semua.
Ratusan ribu anak dievakuasi dari kota-kota, termasuk ibu kota tempat satu juta anak dievakuasi.
Anak-anak muda dievakuasi ke daerah pedesaan yang aman, tetapi perpisahan dari orang tua dan lingkungan yang sudah dikenal terbukti traumatis bagi banyak orang.
Seperti yang ditunjukkan oleh sejarawan J. Hale: "Pada bulan Januari 1940 sekitar setengah dari semua anak dan sembilan dari sepuluh ibu telah kembali ke rumah lama mereka."
Meskipun demikian, ketika pengeboman dimulai, kebijakan evakuasi resmi tetap dilanjutkan.
Pesawat pengebom Luftwaffe dan Angkatan Udara Italia menjatuhkan bom peledak dan pembakar, jenis pertama untuk menghancurkan bangunan dan yang kedua untuk membakar reruntuhan.
Baca Juga: London Blitz, Ketika Inggris Luluh Lantak dalam Sejarah Perang Dunia II