Kaisar Konstantinus bahkan mendirikan tiga gereja penting di Roma. Yang pertama adalah Basilika Agung Santo Yohanes Lateran yang berfungsi sebagai katedral kota di samping Istana Lateran.
Dua lainnya adalah Basilika Santo Paulus di Luar Tembok dan Basilika Kepausan Santo Petrus sebagai lokasi yang diduga makam Paulus dan Petrus. Basilika Kepausan Santo Petrus berlokasi di Vatikan hari ini.
Paus ketika kejatuhan Kekaisaran Romawi
Kejatuhan Romawi sangat berdampak pada tatanan masyarakat dan spiritual orang Eropa, terkhusus di Kota Roma. Ketika ada ancaman bangsa asing mulai mendekati Kekaisaran Romawi, Paus Ambrosius yang bertakhta dari 374 hingga 397 M, berperan penting untuk menjaga spiritualitas Kaisar.
Sampai akhirnya, Kekaisaran Romai mencium kejatuhannya ketika Visigoth merampok Roma pada 410 M. Kepausan masih bisa bertahan, namun kegusaran masih berlanjut ketika bangsa Hun yang dipimpin Attila dan bangsa Vandal yang dipimpin Gaiserik menguasai kota.
Kala itu, Paus yang bertakhta adalah Leo yang Agung (Leo I) sejak 440 M. Masa kepemimpinannya justru lebih lama dari para Paus terdahulu, 12 tahun.
Tugas Leo I cukup berat, karena harus pandai berdiplomasi dengan menghadapi dua kekuatan semasanya. Dia berhasil membujuk Attila untuk pergi dan Gaiserik membangun Roma kembali.
Untuk memperkuat spiritualitas Katolik, Leo I melarang praktik bidah yang sangat lekat dengan kebudayaan Romawi. Pada masa inilah pendefinisian ortodoksi Katolik terjadi, bersamaan penegasan fungsi Paus.
Dengan demikian, Paus punya otoritas yang sangat penting di Roma sampai beberapa abad berikutnya.
Pada masa bersejarah berikutnya, ketika takhta Paus di tangan Gregorius Agung (Gregorius I) 590–604 M, Katolik mulai mengepakkan sayap keagamaannya ke berbagai penjuru Eropa.
Banyak misionaris yang dikirim sejak 596, mulai dari Inggris, Frisia dan Jerman, dan bangsa Frank. Penyebaran agama Katolik juga semakin santer ketika berdirinya Kekaisaran Romawi Suci pada abad ke-10.