Sejarah Berdirinya Paus Memimpin Gereja Katolik dari Kekaisaran Romawi

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Jumat, 2 Agustus 2024 | 08:00 WIB
Lukisan karya Peter Paul Rubens, pada 1622 ini menceritakan babak Kaisar Konstantinus memeluk ajaran Kekristenan dalam sejarah Kekaisaran Romawi. Sangat sulit untuk menjadi pengikut ajaran Katolik di Roma karena intimidasi kaisar. Sejak Konstantinus berpindah agama, Paus lebih leluasa menyebarkan agamanya. (Peter Paul Rubens/Philadelphia Museum of Art.)

Nationalgeographic.co.id—Vatikan hanyalah sebuah negara kota kecil seluas 44 hektare. Letak negara teokrasi merdeka itu pun enklaf di tengah Kota Roma, Italia. Meski memiliki kepala pemerintahan berupa presiden, kedaulatan tertingginya dipegang Paus yang juga memimpin Gereja Katolik di seluruh dunia.

Paus bisa diangkat setelah proses pemilihan panjang yang dilakukan oleh para kardinal. Ketika hendak memilih Paus, tidak ada pencalonan yang merujuk satu atau dua tokoh seperti pada pemilihan presiden di negara-negara lain. Para kardinal akan memungut suara dengan mencantumkan kandidat pilihannya masing-masing dari sesama kardinal.

Tidak mudah bagi seseorang untuk menjadi Paus. Di era modern ini, Paus tidak hanya sekadar pemimpin umat Katolik di seluruh dunia, namun juga punya pengaruh kuat dalam diplomasi dan budaya.

Siapa Paus pertama dalam sejarah Katolik?

Paus, dalam bahasa Indonesia, diserap dari bahasa Belanda yang punya bunyi yang sama. Istilah ini diambil dari bahasa Latin papa yang berarti bapa atau "ayah".

Pelbagai ahli punya pendapat berbeda tentang pendirian Uskup Roma atau Paus sebagai otoritas tertinggi dalam sejarah Katolik. Sebagian kalangan memperkirakan bahwa, pada awalnya, tidak ada satu pun uskup tunggal yang memimpin Katolik sebelum abad ke-2 M.

Sebagian ahli sejarah lainnya berpendapat bahwa penggantian Uskup Roma sudah ada sebelumnya. Diyakini, Paus pertama adalah Petrus, rasul dan salah satu murid Yesus yang berpindah ke Roma. Kepausan yang ada saat ini diyakini merupakan pewaris Sang Santo.

Kala itu, ajaran Kekristenan tidak mudah diterima di lingkungan Kekaisaran Romawi pada tiga abad pertama Masehi. Akan tetapi, Petrus, bersama Paulus, mengajarkan ajaran Yesus dan memiliki banyak pengikut di Roma.

Penyaliban Petrus yang dilukis Luca Giordano pada abad ke-16. Sebagai salah satu murid Yesus, Petrus menyebarkan ajaran Kekristenan ke Roma dan menjadi Paus pertama dalam sejarah Keuskupan Roma. (Luca Giordano )

Atas tindakan menyebarkan agama baru, Kaisar Nero menyalib keduanya. Petrus, sebagai Paus pertama, disalibkan terbalik sekitar 64 dan 68 M. Banyak dari pengikut ajaran Kekristenan yang didokumentasikan, yang pastinya mati di tangan Kekaisaran Romawi.

Nama yang sering dirujuk sejarah Katolik tentang keuskupan Roma, sebagai pewaris Petrus, adalah Linus. Nama Linus dicatut uskup Yunani Ireneus (skt. 130–skt. 202 M) dan sejarawan Kristen Hegesippus (skt. 110–skt. 180 M) dari Yerusalem.

Baca Juga: Katolik di Akhir Masa Dinasti Ming: Kala Buku Catatan Pahala-dosa Dikritik

Linus adalah salah satu pengikut Paulus. Keberadaannya didokumentasikan dalam Surat Paulus yang Kedua kepada Timotius yang ditulis antara 50–60 M. Paulus menyebut, Linus adalah yang menemaninya di Roma menjelang akhir hayatnya.

Tidak ada yang diketahui pada akhir hayat Linus. Banyak yang meyakini bahwa Linus mati syahid atas kekejaman Kekaisaran Romawi. Namun, dari dokumen sejarah seperti Martirologi Roma dan Buku Para Paus, keduanya ditulis pada abad ke-15, tidak menyebutkannya sebagai martir.

Setelah Linus, kepemimpinan Uskup Roma dilanjutkan pada Anekletus (?–92 M), Klemens I (skt. 35–skt. 98 M), Evaristus (?–108 M), dan Aleksander I (?–119 M), dan masih banyak lagi pada masa awal Kekristenan berkembang di Kekaisaran Romawi.

Banyak Paus pada periode ini yang tidak dikenal dan wafat sebagai martir—itu sebabnya masa kepemimpinannya  tidak berlangsung lama seperti Paus modern.

Ketika Kekaisaran Romawi mulai terbuka pada keuskupan

Kaisar Konstantinus I (skt. 272–337 M) adalah kunci dari keterbukaan Kekaisaran Romawi terhadap ajaran Kekristenan.

Sejarah menyebutkan bahwa ketertarikan Konstantinus I terhadap ajaran Kekristenan ini terjadi pada 312, sampai akhirnya dibaptis oleh uskup Arian bernama Eusebius dari Nikomedia. Sumber Gereja Katolik dan Ortodoks Koptik justru menyebut pembaptisan itu dilakukan oleh Paus Silvester.

Meski dianggap sebagai "Kaisar Romawi Pertama yang memeluk Kristen", namun ahli sejarah meragukan kekristenan kaisar yang mungkin politis. Terlepas dari perdebatannya, keterbukaan ini membuat Uskup Roma dapat mengadakan konsili (pertemuan uskup) terbuka di Roma.

Awalnya, umat lebih memilih ibadah secara diam-diam di rumah pribadi mereka. Ketika gereja-gereja didirikan, menjadi bangunan publik yang sama menonjolnya dengan kuil-kuil pemuja dewa-dewi kuno Romawi.

Bagian dalam dari Basilika Santo Paulus di Roma. Rumah suci ini dibangun Kaisar Konstantinus I yang terbuka terhadap ajaran Kekristenan di Kekaisaran Romawi. (Wikimedia Commons)

Beberapa gereja ini muncul dari rumah-rumah pribadi yang selama ini sering digunakan untuk beribadah, salah satunya Basilika Santo Yohanes dan Paulus di Roma.

Baca Juga: Apakah Nama Vatikan Ada Hubungannya dengan Dewi Etruska Vatika?

Kaisar Konstantinus bahkan mendirikan tiga gereja penting di Roma. Yang pertama adalah Basilika Agung Santo Yohanes Lateran yang berfungsi sebagai katedral kota di samping Istana Lateran.

Dua lainnya adalah Basilika Santo Paulus di Luar Tembok dan Basilika Kepausan Santo Petrus sebagai lokasi yang diduga makam Paulus dan Petrus. Basilika Kepausan Santo Petrus berlokasi di Vatikan hari ini.

Paus ketika kejatuhan Kekaisaran Romawi

Kejatuhan Romawi sangat berdampak pada tatanan masyarakat dan spiritual orang Eropa, terkhusus di Kota Roma. Ketika ada ancaman bangsa asing mulai mendekati Kekaisaran Romawi, Paus Ambrosius yang bertakhta dari 374 hingga 397 M, berperan penting untuk menjaga spiritualitas Kaisar.

Sampai akhirnya, Kekaisaran Romai mencium kejatuhannya ketika Visigoth merampok Roma pada 410 M. Kepausan masih bisa bertahan, namun kegusaran masih berlanjut ketika bangsa Hun yang dipimpin Attila dan bangsa Vandal yang dipimpin Gaiserik menguasai kota.

Kala itu, Paus yang bertakhta adalah Leo yang Agung (Leo I) sejak 440 M. Masa kepemimpinannya justru lebih lama dari para Paus terdahulu, 12 tahun.

Tugas Leo I cukup berat, karena harus pandai berdiplomasi dengan menghadapi dua kekuatan semasanya. Dia berhasil membujuk Attila untuk pergi dan Gaiserik membangun Roma kembali.

Untuk memperkuat spiritualitas Katolik, Leo I melarang praktik bidah yang sangat lekat dengan kebudayaan Romawi. Pada masa inilah pendefinisian ortodoksi Katolik terjadi, bersamaan penegasan fungsi Paus.

Dengan demikian, Paus punya otoritas yang sangat penting di Roma sampai beberapa abad berikutnya.

Pada masa bersejarah berikutnya, ketika takhta Paus di tangan Gregorius Agung (Gregorius I) 590–604 M, Katolik mulai mengepakkan sayap keagamaannya ke berbagai penjuru Eropa.

Banyak misionaris yang dikirim sejak 596, mulai dari Inggris, Frisia dan Jerman, dan bangsa Frank. Penyebaran agama Katolik juga semakin santer ketika berdirinya Kekaisaran Romawi Suci pada abad ke-10.