Para Pujangga Kerajaan Jawa Meromantisasi Kekaisaran Ottoman

By Muflika Nur Fuaddah, Minggu, 4 Agustus 2024 | 15:00 WIB
Ilustrasi Ranggawarsita. Beberapa pujangga pada era pasca-Dinasti Mataram menggambarkan hubungan erat antara Turki Utsmani dan Jawa. (wikipedia)

"Para penyair ini merasa bahwa wacana tandingan terhadap Imaji India perlu dihadirkan," ungkap Meirison dkk.

"Menurut mereka, era Hindu telah berakhir dan digantikan oleh Islam yang membawa peradaban yang lebih baik."

Arab dan Turki dianggap dalam karya sastra kontemporer sebagai kontributor pada Keagungan Nusantara.

"Contoh yang dapat diambil adalah Serat Paramayoga oleh Raden Ngabehi Ranggawarsita, penyair paling otoritatif dari Istana Surakarta," paparnya.

Dalam karyanya, diceritakan bahwa tokoh Ajisaka, seorang pria India yang telah menjadi murid Nabi Muhammad, diperintahkan oleh Sultan Algabah dari Ngerum, nama untuk Turki Utsmaniyah saat itu, untuk mengembangkan pulau Jawa.

Dikatakan bahwa Pulau Jawa saat itu masih kosong dan belum dihuni oleh manusia.

Ajisaka pergi ke Jawa, ditemani oleh 200 orang. Namun, kelompok itu kemudian meninggal karena wabah penyakit, dan hanya beberapa ratus orang yang kembali ke negara asal mereka.

Pada waktu lain, Aji Saka kembali memimpin ekspedisi kedua ditemani oleh Patih Amiru Syamsu.

Misi kedua ini berhasil. Selanjutnya, Sultan Algabah melanjutkan ekspedisi ketiga untuk memajukan Jawa di bawah kepemimpinan Said Jamhur Muharram, yang langsung menuju Kediri, Jawa Timur.

"Cerita yang terkandung dalam Serat Paramayoga jelas hanyalah versi pseudo-historis," jelas Meirison dkk.

Maknanya bukan benar-benar sejarah. Keberadaan Sultan Algabah bahkan sosok Aji Saka sendiri dan cerita yang mengelilinginya masih dapat diperdebatkan.

Baca Juga: Mengenang Mesranya Hubungan Kekaisaran Ottoman dengan Kerajaan Jawa