Tetapi pada saat itu, kekuasaan Sultan mulai melemah di bawah para menterinya, dan armada yang disiapkan untuk membantu Aceh akhirnya dipindahkan untuk memadamkan pemberontakan di Yaman Zaidiyah.
Hubungan antara Turki Utsmani dan Kerajaan Jawa
Budaya India memang mempengaruhi Nusantara sebelumnya, tetapi para penyair kerajaan Jawa sebagai penerus dinasti Mataram, di antaranya Kesunanan Surakarta, punya kebijakan untuk menghilangkan "kebesaran" India dari pemikiran Jawa.
Arab dan Turki dianggap dalam karya sastra kontemporer sebagai kontributor pada Keagungan Nusantara.
"Contoh yang dapat diambil adalah Serat Paramayoga oleh Raden Ngabehi Ranggawarsita, penyair paling otoritatif dari Istana Surakarta," paparnya Meirison dkk.
Dalam karyanya, diceritakan bahwa tokoh Ajisaka, seorang pria India yang telah menjadi murid Nabi Muhammad, diperintahkan oleh Sultan Algabah dari Ngerum, nama untuk Turki Utsmaniyah saat itu, untuk mengembangkan pulau Jawa.
Dikatakan bahwa Pulau Jawa saat itu masih kosong dan belum dihuni oleh manusia.
Ajisaka pergi ke Jawa, ditemani oleh 200 orang. Namun, kelompok itu kemudian meninggal karena wabah penyakit, dan hanya beberapa ratus orang yang kembali ke negara asal mereka.
Pada waktu lain, Aji Saka kembali memimpin ekspedisi kedua ditemani oleh Patih Amiru Syamsu.
Misi kedua ini berhasil. Selanjutnya, Sultan Algabah melanjutkan ekspedisi ketiga untuk memajukan Jawa di bawah kepemimpinan Said Jamhur Muharram, yang langsung menuju Kediri, Jawa Timur.
"Cerita yang terkandung dalam Serat Paramayoga jelas hanyalah versi pseudo-historis," jelas Meirison dkk.
Baca Juga: Meriam Lada Secupak: Tanda Cinta Kekaisaran Ottoman untuk Aceh