Panjat Tebing: Aktivitas Purba yang Menembus Panggung Olimpiade

By Ade S, Jumat, 9 Agustus 2024 | 10:03 WIB
Sejarah panjang panjat tebing dan perjalanannya menuju Olimpiade. Temukan bagaimana olahraga menantang ini berhasil menembus panggung dunia. (Shri ram)

Paku ini dirancang khusus untuk dapat ditancapkan pada retakan-retakan tipis di dinding granit Yosemite, lalu dicabut kembali tanpa mengalami kerusakan. Inovasi Salathé ini, bersamaan dengan penemuan alat pendaki mekanis dan hammock khusus yang dapat digunakan di dinding curam, membuka babak baru dalam sejarah panjat tebing.

Dengan peralatan baru yang lebih canggih ini, para pendaki mulai berani menaklukkan dinding-dinding granit yang sebelumnya dianggap mustahil. Tebing-tebing ikonik seperti Half Dome dan El Capitan, yang kini menjadi tujuan impian para pendaki di seluruh dunia, pertama kali didaki menggunakan teknik panjat bantuan pada era ini.

Ketika paku mulai digantikan

Selama lebih dari tujuh dekade, paku besi menjadi sahabat setia para pendaki. Dengan palu, paku-paku ini dengan mudah ditancapkan ke celah-celah batu, menjadi titik-titik pengaman yang krusial dalam setiap pendakian.

Namun, seiring berjalannya waktu, para pendaki mulai menyadari bahwa kebiasaan menancapkan paku ini memiliki dampak buruk terhadap lingkungan.

Pada awal tahun 1970-an, tiga pendaki berpengaruh—Yvon Chouinard, Tom Frost, dan Doug Robinson—mulai menyuarakan keprihatinan mereka terhadap kerusakan yang diakibatkan oleh penggunaan paku.

Dalam katalog peralatan mereka, mereka dengan tegas menyatakan bahwa kebiasaan menancapkan paku berulang kali pada rute yang sama dapat merusak keindahan alam.

"Sebagai alternatif, mereka memperkenalkan penggunaan mur dan hexentrics—peralatan yang terbuat dari aluminium dan dirancang untuk dimasukkan ke dalam celah-celah alami pada batu," ungkap Wilkinson.

Lahirnya sport climbing

Selama bertahun-tahun, para pendaki bebas memiliki pandangan yang sangat kuat tentang bagaimana olahraga mereka harus dilakukan. Bagi mereka, panjat tebing adalah tentang mengandalkan kekuatan fisik dan mental semata untuk menaklukkan dinding batu. Penggunaan tali untuk berlatih gerakan sulit dianggap sebagai bentuk "kecurangan".

Namun, pada akhir tahun 1970-an, pandangan ini mulai berubah. Para pendaki mulai bereksperimen dengan teknik baru yang disebut hang-dogging. Teknik ini memungkinkan pendaki untuk berlatih gerakan sulit berulang-ulang dengan bantuan tali pengaman.

Baca Juga: EIGER dan FTPI DKI Kerja Sama Demi Tingkatkan Giat Panjat Tebing