Tak hanya menjadi pohon yang disakralkan, tengkawang juga menghasilkan buah yang selama ini menjadi komoditas pangan masyarakat setempat.
"Buahnya juga bermanfaat kalau sudah jatuh. Diolah menjadi butter (mentega nabati) alami," ujar La Ode. Masyarakat setempat menggunakan mentega ini sebagai pengganti minyak untuk menggoreng.
Jadi, masyarakat adat di Dusun Melayang tidak terpengaruh oleh naik-turunnya harga minyak goreng di Indonesia. "Jadi kalau mau menggoreng, mau minyak mahal atau murah, mereka sudah punya minyak sendiri," ucap La Ode.
Mereka membuat mentega dari buah tengkawang ini dengan cara tradisional. "Mereka enggak perlu tambahan bahan macam-macam. Buahnya dipotek, dijemur. Setelah dijemur, ditumbuk secara tradisional, habis itu diperas. Butter yang keluar, sudah jadi dan bisa dipakai," beber La Ode.
Dari produk mentega tengkawang ini, masyarakat juga sudah bisa membuat berbagai produk turunannya. "Ada yang bikin es krim, ada yang bikin buat mi, buat roti juga bisa," La Ode memaparkan. "Kata mereka, paling mahal itu dibikin obat-obatan sama produk kecantikan."
"Kemarin pun kita masuk di hutan, butternya kita oles di badan kita. Aman saja itu kita masuk di sana enggak ada serangga yang gigit kita," kata La Ode lagi. Selain itu, mentega atau minyak tengkawang ini juga untuk pengobatan dan ritual pengobatan. "Untuk urut, untuk salah urat."
Direktur TFCA Kalimantan Yayasan KEHATI, Puspa Dewi Liman, mengatakan bahwa tengkawang adalah salah satu spesies dari genus pohon meranti.
"Jadi dia nama Latinnya adalah Shorea spp. Tapi jenis meranti itu banyak, ada meranti putih, meranti merah, ada macam-macam. Nah, tengkawang ini salah satu jenisnya," jelas Puspa.
Daun pengganti gula dan micin
Selain buah tengkawang, masih banyak lagi kekayaan keragaman hayati yang ada di Hutan Adat Pikul Pengajid yang luasnya 100 hektare. Di tempat itu juga tumbuh pohon lain yang daunnya bisa dimanfaatkan oleh warga sebagai pengganti micin (penyedap rasa), pengganti bawang putih, dan pengganti gula.