Ragam Simbolisme Lilith, dari Dewi Kegelapan hingga Ibu Ratusan Setan

By Sysilia Tanhati, Selasa, 27 Agustus 2024 | 08:00 WIB
Lilith merupakan tokoh mitologi kuno dan salah satu roh wanita tertua yang dikenal di dunia. Sepanjang sejarah, Lilith mewujudkan berbagai peran lintas budaya. (Filippino Lippi )

Kehadiran Lilith melampaui mitologi Sumeria. Teks-teks Yahudi awal juga menampilkannya secara mencolok, sehingga mempersulit pencarian untuk menentukan asal-usulnya. “Namun, sejak awal, hubungannya dengan ilmu sihir Sumeria tidak dapat disangkal,” tambah Klimczak.

Dalam Talmud Babilonia, Lilith digambarkan sebagai roh jahat dengan seksualitas yang tidak terkendali dan berbahaya. Ia dikatakan telah membuahi dirinya sendiri dengan sperma laki-laki untuk menciptakan setan. Bahkan Lilith diyakini sebagai ibu dari ratusan setan.

Lilith dikenal dalam budaya bangsa Het, Mesir, Yunani, Israel, dan Romawi. Di kemudian hari, ia bermigrasi ke utara Eropa. Dalam berbagai mitologi dan cerita rakyat, Lilith mewakili kekacauan dan seksualitas dengan legenda yang mengaitkannya dengan mantra. Selain itu, pengetahuannya terjalin dengan narasi vampir awal.

Kultus yang dikaitkan dengan Lilith masih ada di antara sebagian orang Yahudi hingga abad ke-7 Masehi. Keberadaan Lilith mengancam banyak orang, terutama terhadap anak-anak dan wanita yang sedang melahirkan. Kutukannya konon dapat ditangkal dengan mengenakan jimat yang bertuliskan nama-nama malaikat tertentu.

Lilith sebagai ikon bagi kaum pagan dan feminis modern

Saat ini, Lilith telah menjadi simbol kebebasan bagi banyak kelompok feminis. Selama abad ke-20, wanita mulai memahami kapasitas mereka untuk mandiri karena akses mereka yang meningkat terhadap pendidikan. Akibatnya, mereka mulai mencari simbol kekuatan feminin.

Lilith juga mendapat pengakuan di antara pengikut agama pagan Wicca, yang didirikan pada tahun 1950-an oleh Gerald Gardner. Gerakan keagamaan ini menekankan penghormatan terhadap alam dan keilahian feminin. Hal ini selaras dengan simbolisme Lilith tentang kemandirian dan kekuatan feminin.

Daya tarik Lilith semakin diperkuat oleh para seniman, yang menemukan inspirasi dalam mitosnya sepanjang masa. Lilith menjadi motif populer dalam seni dan sastra, khususnya selama periode Renaisans.

Michelangelo menggambarkan Lilith sebagai sosok setengah wanita, setengah ular yang melilit Pohon Pengetahuan. Penggambaran ini meningkatkan signifikansi legendanya dalam imajinasi budaya.

Seiring berjalannya waktu, Lilith semakin memikat imajinasi para seniman pria seperti Dante Gabriel Rossetti. Rossetti menggambarkannya sebagai lambang kecantikan feminin.

Demikian pula, C.S. Lewis, penulis The Chronicles of Narnia, mendapat inspirasi dari legenda Lilith dalam menciptakan karakter Penyihir Putih. Digambarkan sebagai sosok cantik namun berbahaya dan kejam, Lewis menggambarkannya sebagai putri Lilith. Sang putri didorong oleh hasrat yang tak henti-hentinya untuk menyakiti keturunan Adam dan Hawa.

Menurut beberapa mitologi, keturunan Lilith adalah anak dari malaikat agung bernama Samael dan bukan keturunan Adam. Anak-anak tersebut terkadang diidentifikasi sebagai incubi dan succubi.

Penggambaran Lilith yang kurang romantis muncul dalam benak James Joyce, yang melabelinya sebagai pelindung aborsi. Kaitan Lilith dengan filsafat feminis oleh Joyce menandai transisinya menjadi simbol kemandirian perempuan di abad ke-20.

Iblis wanita legendaris dari Sumeria kuno ini tetap menjadi topik utama dalam literatur feminis yang mengeksplorasi mitologi kuno. Para peneliti terus memperdebatkan apakah Lilith dianggap sebagai iblis. Atau kisahnya menjadi peringatan terhadap konsekuensi potensial dari wanita yang mendapatkan kekuasaan.