Marie Antoinette dan Kalimat 'Let Them Eat Cake' yang Ternyata Tak Pernah Diucapkannya

By Ade S, Rabu, 28 Agustus 2024 | 09:03 WIB
Benarkah Marie Antoinette pernah berkata 'Let them eat cake'? Ungkap fakta sejarah sebenarnya di balik mitos yang telah bertahan selama berabad-abad. (Jean-Baptiste André Gautier-Dagoty)

Nationalgeographic.co.id—Sejarah seringkali ditulis oleh para pemenang. Tokoh-tokoh yang kalah dalam pertarungan kekuasaan seringkali menjadi sasaran fitnah dan propaganda.

Salah satu contoh paling nyata adalah kisah Marie Antoinette. Melalui manipulasi informasi dan penyebaran rumor, citranya sebagai seorang ratu yang kejam dan tidak berperasaan berhasil diciptakan.

Kalimat "let them eat cake" adalah salah satu contoh paling terkenal dari propaganda tersebut.

Artikel ini akan mengungkap bagaimana rumor ini digunakan sebagai alat untuk menjatuhkan reputasi Marie Antoinette dan membenarkan revolusi Prancis.

Sejarah singkat Marie Antoinette

Marie Antoinette, ratu yang namanya begitu lekat dengan kemewahan dan kejatuhan monarki Prancis, lahir pada 2 November 1755 di jantung Kekaisaran Austria.

Di usia 14 tahun, ia dipaksa meninggalkan kehidupannya yang nyaman untuk menikah dengan Louis XVI, pewaris tahta Prancis. Pernikahan politik ini menandai awal dari perjalanan hidup yang penuh gemerlap namun berakhir tragis.

Setibanya di Versailles, Marie Antoinette dengan cepat menjadi pusat perhatian. Kecantikannya yang memukau dan selera mode yang tinggi membuatnya menjadi ikon gaya pada masanya.

Namun, di balik penampilannya yang glamor, tersimpan kepribadian yang kompleks. Ia digambarkan sebagai sosok yang cerdas, namun impulsif dan boros.

Kecintaannya pada pesta pora dan barang-barang mewah semakin memperuncing kontras dengan penderitaan rakyat Prancis yang semakin menderita akibat krisis ekonomi.

Ketika Revolusi Prancis meletus, Marie Antoinette menjadi sasaran kemarahan massa. Ia dituduh sebagai simbol kemewahan dan kebejatan aristokrasi.

Baca Juga: Hari-hari Terakhir Marie Antoinette, Masih Sempat Minta Maaf saat Tak Sengaja Injak Kaki Orang Lain

Pada 16 Oktober 1793, Marie Antoinette mengakhiri hidupnya di atas guillotine. Kematiannya menjadi simbol berakhirnya era monarki absolut di Prancis.

Marie Antoinette dan Tone deaf

Hidup penuh kemewahan Marie Antoinette yang kontras dengan kondisi rakyat prancis yang justru sedang mengalami krisis kerap dianggap sebagai contoh nyata dari tone deaf.

Secara harfiah, tone deaf memang berarti buta nada. Namun, dalam konteks sosial politik, istilah ini memiliki arti yang lebih kompleks.

Merujuk kamus Cambridge, tone deaf digambarkan kondisi saat seseorang tidak bisa memahami dengan baik perasaan orang lain. Mereka tidak tahu pasti apa yang sebenarnya dibutuhkan orang lain dalam waktu tertentu.

Bahkan, ada yang mengartikan istilah ini sebagai sikap hidup yang tidak berperasaan, ceroboh, atau kejam. Hal ini dia lakukan tidak hanya terhadap sesama manusia, tapi juga makhluk hidup lainnya.

Menurut The Week, mereka yang berada di "posisi atas" baik itu secara ekonomi, sosial, maupun politik, cenderung untuk lebih mudah mengalami tone deaf.

Meski, pada dasarnya, masyarakat biasa pun bukan tidak mungkin untuk mengalami fenomena ini dalam kehidupan mereka sehari-hari.

"Let them eat cake" yang (tidak pernah) diucapkan Marie Antoinette

Kembali ke sosok Marie Antoinette, salah satu hal yang paling terkenal dari dirinya adalah ucapan "let them eat cake (biarkan mereka makan kue)." Kalimat tersebut digambarkan diucapkan sang ratu ketika melihat rakyatnya kelaparan hingga tidak bisa memakan roti.

Sang Ratu disebutkan tidak memiliki kepekaan sama sekali karena mengucapkan kalimat tersebut. Sebab, pada kenyataannya pada saat itu, harga kue lebih mahal dari roti.

Baca Juga: Ibunya Dipenggal dengan Guillotine, Nasib 4 Anak Marie Antoinette Tak Kalah Prihatin

Tak ayal, disebutkan bahwa rakyat yang percaya bahwa ratu mereka mengucapkan hal tersebut, langsung murka. Selanjutnya, seperti diyakini terjadi oleh banyak orang, Revolusi Prancis yang pada akhirnya menggulingkan Kerajaan Prancis disebut-sebut, salah satunya, dipicu oleh ucapan tersebut.

Namun, benarkah Marie Antoinette, dengan tanpa perasaan, mengucapkan kalimat "let them eat cake"? Faktanya para sejarawan menyebut tidak pernah ada bukti sejarah yang kuat bahwa sang ratu pernah mengucapkan kalimat tersebut.

"Marie Antoinette tidak pernah mengucapkan kata-kata ini atau hal serupa lainnya," ungkap Denise Maior-Barron, professor di Claremont Graduate University, California, Amerika Serikat, seperti dilansir dari Live Science.

Lalu bagaimana kalimat tersebut seolah-oleh diucapkan oleh Marie Antoinette? Mari kita jelajahi.

Kalimat aslinya sendiri adalah "Qu'ils mangent de la brioche," yang artinya lebih dekat dengan "Biarkan mereka makan brioche." Brioche adalah sejenis roti yang harganya, mirip dengan kue, lebih mahal dari roti pada umumnya.

Benarkah Marie Antoinette pernah berkata 'Let them eat cake'? Ungkap fakta sejarah sebenarnya di balik mitos yang telah bertahan selama berabad-abad. (Élisabeth Louise Vigée Le Brun)

Ternyata, kalimat itu baru "mendapatkan panggung" justru sekitar satu abad setelah eksekusi Marie Antoinette dan suaminya, Louis XVI. Sebab, Revolusi Prancis pada kenyataannya tidak selesai dalam sekali waktu.

Dalam satu abad berikutnya, Prancis harus berganti-ganti sistem dari monarki ke republik dan sebaliknya.

"Kesalahan atribusi kepada Marie Antoinette tidak terjadi pada abad ke-18, tetapi selama Republik Prancis Ketiga dimulai pada tahun 1870, ketika sebuah program rekonstruksi masa lalu sejarah dilakukan dengan cermat," kata Maior-Barron.

Kemenangan kaum republikan Prancis atas Napoleon III pada dekade 1870-an membuka babak baru dalam upaya menghancurkan simbol-simbol monarki. Salah satu korban paling tragis dari kampanye sistematis ini adalah Marie Antoinette, ratu yang namanya hingga kini masih lekat dengan citra negatif.

"Para pemimpin revolusi berhasil menumbangkan monarki dengan cara menghancurkan simbol-simbol utamanya, yakni raja dan ratu," ungkap Maior-Barron. "Untuk alasan ini, ucapan 'Biarkan mereka makan kue' terus bertahan."

Baca Juga: Sejarah Dunia: Benarkah Marie Antoinette Berkata 'Biarkan Mereka Makan Kue'?

Motif di balik penghancuran reputasi Marie Antoinette tidak hanya semata-mata politik. Seksisme juga memainkan peran yang sangat signifikan. Meskipun Louis XVI, sebagai raja, turut bertanggung jawab atas kondisi Prancis yang kacau, namun reputasinya tidak sehancur istrinya.

"Revolusi Prancis bertujuan untuk menyingkirkan perempuan dari panggung politik," tegas Robert Gildea, seorang profesor sejarah modern di Universitas Oxford.

Sebelum revolusi, perempuan dari kalangan bangsawan, meskipun tidak secara resmi, memiliki pengaruh tertentu dalam pengambilan keputusan. Namun, para revolusioner ingin mengubah tatanan ini. Mereka berambisi menciptakan masyarakat di mana kekuasaan sepenuhnya berada di tangan laki-laki.

Berasal dari filsuf Prancis

Sejarawan terkemuka, Robert Gildea, menjelaskan bahwa kampanye penghancuran karakter Marie Antoinette dimulai jauh sebelum ia kehilangan tahta. Selama masa-masa awal revolusi, saat ia masih hidup, rumor-rumor keji beredar luas.

Ia dituduh melakukan berbagai tindakan amoral, termasuk perselingkuhan dengan pria dan wanita, bahkan inses dengan putranya sendiri. Tuduhan-tuduhan ini, yang tentu saja tidak berdasar, bertujuan untuk memisahkan sang ratu dari rakyat dan melemahkan legitimasinya.

Termasuk juga di dalamnya adalah ucapan "let them eat cake." Kalimat ini menjadi alat propaganda untuk menggambarkan kekejaman dan ketidakpeduliannya terhadap penderitaan rakyat

Padahal, asal-usul kalimat ini jauh lebih kompleks. Filsuf dan penulis ternama, Jean-Jacques Rousseau, yang ide-idenya sangat berpengaruh pada revolusi Prancis, kemungkinan besar adalah orang pertama yang menuliskan frasa tersebut dalam sebuah novel pada tahun 1767.

"'Biarkan mereka makan brioche' awalnya ditemukan dalam salah satu novel Jean-Jacques Rousseau, di mana ia mengaitkan kalimat ini dengan salah satu karakter fiktifnya yang berasal dari aristokrasi Prancis abad ke-18," kata Maior-Barron.

Namun, dalam kasus Marie Antoinette, penggunaan kalimat ini memiliki tujuan yang lebih spesifik. Para penentang monarki dengan sengaja mengaitkan kalimat tersebut dengan sang ratu untuk menggambarkannya sebagai seorang yang sangat kejam dan tidak peduli terhadap penderitaan rakyat. Tujuan mereka adalah untuk membenarkan revolusi dan menjatuhkan reputasi Marie Antoinette.

Selain fitnah mengenai sikapnya yang acuh tak acuh terhadap rakyat, Marie Antoinette juga dianggap sebagai ancaman nyata bagi para republikan. Ia berasal dari keluarga kerajaan Habsburg Austria yang kuat, sebuah dinasti yang memiliki pengaruh besar di Eropa.

Ketika pemberontakan melawan monarki Prancis semakin intensif, Marie Antoinette berusaha meminta bantuan kepada keluarganya di Austria untuk menginvasi Prancis dan mengembalikan kekuasaan monarki. Upaya ini membuatnya dianggap sebagai pengkhianat oleh para revolusioner.

Ketika pasukan Austria akhirnya menginvasi Prancis, Marie Antoinette semakin dicurigai dan dibenci. Namun, upaya mereka untuk menyelamatkan monarki Prancis gagal. Pada akhirnya, Marie Antoinette ditangkap, diadili, dan dihukum mati dengan cara dipenggal.

Para pemenang pun kemudian menentukan sendiri ceritanya dalam buku sejarah.