Harapan Hidup Manusia Bermula dari Kisah Prometheus dan Pandora

By Muflika Nur Fuaddah, Minggu, 1 September 2024 | 12:50 WIB
Pandora dikirim untuk menghukum manusia atas ulah Prometheus. (wikipedia)

Nationalgeographic.co.id—Banyak sastra atau mitologi Yunani Kuno menceritakan tentang Prometheus, salah satu dewa Yunani yang menantang dan mencuri api Zeus untuk umat manusia dan menipu Zeus dengan daging sapi untuk pengorbanan.

Carol Dougherty dalam bukunya Prometheus menjelaskan bahwa penyair Yunani bernama Hesiod meciptakan mitos Prometheus dalam karyanya yang berudul Theogony.

"Puisi-puisi Hesiod menggunakan kisah Prometheus pertama-tama untuk menceritakan pemisahan manusia dari para dewa, dan kemudian untuk mengkaji konsekuensinya," ungkap Dougherty.

"Meskipun Theogony merupakan syair mengenai asal-usul, namun tidak membahas penciptaan manusia secara aktual. Tindakan Prometheus dalam syair tersebut bukan menciptaka manusia, melainkan menekankan kondisi manusia yang kontras dengan kehidupan para dewa yang kekal dalam kebahagiaan," paparnya.

Dalam Works and Days, Hesiod menggabungkan cerita Prometheus dengan kisah lima zaman manusia – kisah kejatuhan moral manusia dari zaman keemasan hingga zaman besi.

Pandora

Dalam mitologi Yunani, Pandora tidak hanya sebagai wanita pertama yang diciptakan dari tanah dan air, tetapi juga adalah alat murka Zeus. Pandora dianggap sosok dari mitologi Yunani yang bertanggung jawab melepaskan penyakit umat manusia ke dunia.

Keberadaan Pandora seakan menjelaskan kondisi kehidupan manusia sekarang. Bagian akhir Works and Days menceritakan penciptaan Pandora yang mengingatkan pada kisah persembahan dalam Theogony.

Layaknya tipuan daging sapi yang dilakukan Prometheus ke Zeus, paras Pandora begitu cantik luar biasa, namun sifat jahatnya membuat manusia binasa. Peran Pandora sebenarnya sejalan dengan api Promethean.

Ia diciptakan karena pencurian api dan seperti api pula, ia selalu lapar dan ingin melahap apapun. Kelaparan juga menjadi tema utama untuk menghubungkan Pandora dengan adanya praktik pertanian. Selain kebutuhannya akan makanan, perut wanita, seperti bumi, dapat menciptakan kehidupan.

"Sifat dualisme dalam diri Pandora merupakan simbol ambiguitas mendasar eksistensi manusia. Diciptakan oleh para dewa melalui penipuan dan tipu muslihat, Pandora menjadi representasi pertentangan yang hadir dalam kehidupan manusia," ungkap Hesiod.

Baca Juga: Prometheus, Satir, dan Api:

Pesona kecantikannya warisan dunia para dewa, namun batinnya yang kejam membuatnya tak terpisah juga dengan keliaran dunia binatang. Ia adalah bagian dari umat manusia sekaligus nenek moyang dari ras yang berbeda, ras perempuan.

Ia membawa harapan dalam bentuk positif dan negatif: bisa membuat seseorang semangat bekerja keras demi kemakmuran masa depan, tapi juga bisa membuat terlena para pemalas dengan harapan palsu bahwa hidup akan mudah dan baik-baik saja tanpa usaha dan kerja keras.

Dewa-dewa maupun binatang tidak butuh harapan, hanya manusia yang keberadaannya ditandai oleh keingintahuan tak terbatas namun pengetahuan akan masa depannya sangat terbatas. Isu-isu gender melingkupi kehidupan Yunani kuno.

Misogini yang melekat dalam cerita Hesiod tentang Prometheus dan Pandora sulit diabaikan. Lebih jauh, kita dapat menempatkan cerita Pandora dalam tradisi lintas budaya yang lebih luas, maka dapat dilihat posisi perempuan sebagai makhluk subordinat di bawah dominasi laki-laki.

Penciptaannya juga melibatkan segala aspek negatif pengalaman manusia: kematian, penyakit, dan  bekerja. Ada kesamaan antara Pandora dan kisah Adam dan Hawa. Baik Pandora maupun Hawa mewakili perempuan yang melanggar sebuah larangan.

Hawa terbujuk rayuan ular memakan buah terlarang dan dari sanalah dia mendapat pengetahuan tentang baik dan buruk. Pelanggaran ini melahirkan peradaban manusia, sekaligus memutus ikatannya dengan alam.

Baik Pandora atau kisah Adam dan Hawa sejalan dengan konsep api Promethean, datangnya pengetahuan membawa pencerahan tetapi juga merusak keselarasan hubungan manusia dengan alam.

Namun, tak seperti Hawa yang diciptakan untuk menemani Adam, keberadaan Pandora menjadi hukuman bagi kaum laki-laki. Hal ini mempertegas isu misogini yang ditunjukkan Hesiod dengan ketidaksimetrisan yang tajam mengenai bagaimana dua makhluk ini hidup.

Laki-laki digambarkan sebagai pekerja keras yang banting tulang sepanjang waktu, sedangkan perempuan merupakan insan yang pemalas. Hesiod seakan mengesampingkan bahwa dari perempuanlah kehidupan tercipta dan terawat.

Etimologi tradisional mengenal nama Pandora sebagai Ibu Pertiwi sang 'pemberi segalanya', namun Hesiod membuatnya jadi sosok pasrah yang hanya menerima, bukan memberi.

Lebih jauh, Pandora juga dikisahkan membawa kotak yang berisi unsur-unsur kejahatan. Namun, benda yang dimaksud dalam cerita aslinya adalah guci penyimpanan besar (pithos) yang kemudian disalahterjemahkan pada masa Renaissance oleh Erasmus menjadi kotak kecil untuk menyimpan perhiasan atau kosmetik (pyxis) dalam kisah lain, yakni Cupid and Psyche.

Baca Juga: Prometheus si Penipu Jenaka Tapi Kurang Ajar dalam Mitologi Yunani

Perbedaan istilah ini perlu digaris bawahi karena dapat mengubah maknanya secara mitologis. Pithos sendiri berfungsi untuk menyimpan biji-bijian atau minyak zaitun, hal itu penting kaitannya dengan tema pertanian dan kebutuhan manusia pasca-Prometheus untuk menyimpan pasokan pangan dari satu masa panen ke masa panen berikutnya.

Tidak lagi seperti pada zaman Keemasan saat bumi menyediakan sumber pangan untuk manusia sepanjang waktu. Selain itu, makna lain pithos yang ditemui dalam korpus Hipokrates dan tulisan medis lainnya berarti rahim wanita.

Tubuh perempuan sering kali digambarkan sebagai wadah atau tempat penyimpanan sehingga kotak Pandora memunculkan kecemasan tentang ketersediaan makanan dan sumber daya yang memadai.

Lebih jauh, kekhawatiran tentang seksualitas perempuan dan kontrol terhadap kelahiran anak-anak dalam keadaan sulit juga tak dapat dihindari. Meskipun aspek misoginis tersebut bisa dijelaskan terkait kondisi pada waktu itu, penuturannya secara berulang-ulang dalam berbagai teks sastra menjadikan mitos-mitos ini punya otoritas abadi.

Bertolak dari sini, kita dapat melihat seberapa kuat peran yang dimainkan oleh mitos dan penciptaan mitos dalam konstruksi gender. Kisah penciptaan perempuan sebagai kutukan bagi umat manusia, sumber kejahatan, dan beban kerja yang tak kenal lelah, tidak hanya membenarkan ketidaksetaraan gender, namun juga menaturalisasi ketimpangan ini dalam konstruksi sosial yang lebih luas.

Jadi gara-gara ulah Prometheus, Zeus mengirim Pandora untuk menyulitkan kehidupan manusia. Hephaestus dibantu dewa-dewa lainnya, menciptakan Pandora dari tanah liat menjadi sosok rumit yang terlihat pemalu dan begitu memukau untuk dilihat.

Tak tertampik oleh pria mana pun. Pandora melahirkan ras perempuan yang memtikan dan darinya juga tercipta pranata pernikahan sebagai  'kejahatan lain untuk menyeimbangkan kebaikan'.

Menurut Hesiod, pria yang tidak menikah tidak mempunyai anak sebagai pendukung atau pewaris, sementara yang menikah,  meskipun ia menikahi istri yang baik, memiliki kehidupan yang "seimbang antara kejahatan dan kebaikan." 

Harapan

Works and Days juga mengkisahkan Epimetheus, saudara Prometheus yang lambat berpikir.  Prometheus telah memperingatkan saudaranya untuk tidak menerima hadiah apapun dari Zeus, tetapi ia tidak mengingatnya dan menerima Pandora yang membawa kotak berisi masalah dan harapan sebagai hadiah:

"Namun, tangan perempuan itu mulai membuka tutup kotaknyaTersebarlah semua kesengsaraan yang menjadi sebab duka bagi manusia.Hanya Harapan yang tersisa di dalamnya,Terjepit di bawah penutup, tak bisa keluar:Segera ia kunci rapat kembali kotak itu." 

Baca Juga: Prometheus Mencuri Api, Unsur Sakral Berbagai Budaya Yunani Kuno

Harapan ada di dalam kotak Pandora bersama dengan segala kesengsaraan yang kini menyiksa umat manusia. Theogony menyinggung kecerdikan Prometheus untuk menekankan kecerdasan tertinggi Zeus, sementara Work and Days sebaliknya menekankan pengetahuan manusia yang tidak sempurna tentang masa depan.

Para dewa berkuasa atas segala hal dan mengetahui apapun, tapi tidak dengan manusia; manusia hanya punya harapan yang membimbing arah hidupnya.

Selanjutnya, berbeda dengan konsep yang kita pahami kini, harapan dalam dunia kuno agaknya sulit dimaknai dengan tepat. Ketika Pandora menjepit Harapan dalam kotak, apakah itu berarti bahwa Harapan adalah satu-satunya yang tersisa bagi umat manusia untuk menghadapi kesulitan hidup?

Ataukah Harapan tidak diperuntukkan bagi manusia -  ketidakhadirannya hanyalah salah satu aspek dari pandangan dunia yang suram dan kelam? Logika mitos Hesiod agak rancu: harapan adalah hal buruk karena bercampur dengan segala kejahatan di kotak Pandora, namun ia adalah hal baik karena hanya Harapan yang tidak dilepaskan.

Pada dasarnya, seperti Pandora, harapan adalah berkah yang campur aduk. Para penyair Yunani lainnya mengukuhkan sifat dualisme dalam harapan.

Misalnya Semonides dan Solon, mereka menekankan bahayanya harapan, bisa menipu manusia dari kenyataan pahit, sementara Theogony menawarkan pembacaan yang lebih optimis: "Harapan adalah satu-satunya dewa baik yang tersisa bagi umat manusia; yang lainnya sudah pergi ke Olympus".

Hesiod menakar baik dan buruk harapan dalam porsi seimbang dan memunculkan pertanyaan menarik kehadirannya dalam hidup manusia. Mitos Prometheus menurut Hesiod mengungkap sifat dan kondisi manusia pada masa Yunani kuno - seperti adanya, bukan seperti seharusnya.

Sebagai konsekuensi dari tindakan Prometheus, manusia hidup di bumi dengan berbagai kesulitan; mereka makan gandum yang mereka tanam, makan daging yang mereka masak, hidup bersama perempuan, dan hanya bisa berkomunikasi dengan para dewa melalui ritual pengorbanan.

Meskipun sosok Prometheus dalam kisah versi Hesiod tidak secara langsung menciptakan manusia dari tanah liat, Hesiod menjelaskan tiga aspek tak terpisahkan dari apa artinya menjadi manusia dalam mitologi Yunani kuno - pengorbanan, pernikahan, dan pertanian.

Baca Juga: Tipu Daya Prometheus dan Ritual Pengorbanan Sapi dari Yunani Kuno