Jadi Paus Ketiga yang Mengunjungi Indonesia, Siapa Paus Fransiskus?

By Sysilia Tanhati, Selasa, 3 September 2024 | 14:00 WIB
Tanggal 3-6 September 2024, Paus Fransiskus mengunjungi Indonesia. Beliau merupakan Paus ketiga yang mengunjungi Indonesia, setelah Paus Paulus VI pada tahun 1970, dan Paus Yohanes Paulus II pada tahun 1989. (Alfredo Borba/CC BY-SA 4.0)

Nationalgeographic.co.id—Paus Fransiskus mengawali era baru kepemimpinan di Gereja Katolik Roma saat ia terpilih menjadi paus tahun 2013.

Paus Fransiskus merupakan paus pertama dari Belahan Bumi Barat, paus pertama dari Amerika Selatan, dan paus pertama dari Ordo Serikat Yesus. Paus Fransiskus membawa banyak reformasi bagi Gereja Katolik.

Prestasi pentingnya termasuk ensiklik kepausan Laudato si’ (“Puji-Mu”; 2015), yang membahas krisis iklim dan memperjuangkan pengelolaan lingkungan. Beliau berupaya untuk mempromosikan persatuan antara umat Katolik, non-Katolik, dan non-Kristen.

Kehidupan awal  

Jorge Mario Bergoglio lahir pada 17 December 1936. Ia adalah putra imigran Italia di Argentina. Setelah belajar di sekolah menengah untuk menjadi teknisi kimia, ia bekerja sebentar di industri pengolahan makanan. Namun ia merasa terpanggil untuk melayani gereja.

Jorge Mario Bergoglio menjalani masa novisiat di Ordo Serikat Yesus pada tahun 1958. Ia beralih ke dunia akademis, mempelajari humaniora di Santiago dan meraih gelar dalam bidang filsafat di provinsi Buenos Aires.

Setelah lulus, Jorge Mario Bergoglio mengajar sastra dan psikologi di sekolah menengah sambil mengejar gelar teologi. Ia ditahbiskan sebagai imam pada tahun 1969 dan mengucapkan kaul kekal pada tahun 1973. Jorge Mario Bergoglio menjabat sebagai provinsial Ordo Serikat Yesus Argentina dari tahun 1973–1979.  

Pada tahun 1980-an, Jorge Mario Bergoglio menjabat sebagai guru seminari dan rektor. Ia juga menempuh pendidikan pascasarjana teologi di Jerman. Pada tahun 1992 ia diangkat menjadi uskup pembantu Buenos Aires.

Kemudian ia menjadi uskup agung Buenos Aires (jabatan yang dipegangnya hingga terpilih menjadi paus) pada tahun 1998. Jorge Mario Bergoglio ditahbiskan sebagai kardinal pada tahun 2001.

Uskup dan kardinal yang rendah hati

Meskipun Jorge Mario Bergoglio diangkat menjadi Uskup Agung Buenos Aires dan ditahbiskan sebagai kardinal, ia dikenal rendah hati.

Baca Juga: Paus Menjadi Santo: Dulu Hal yang Biasa, Mengapa Kini Sangat Jarang?

Krisis ekonomi di Argentina dimulai pada akhir tahun 1990-an dan mencapai puncaknya pada tahun 2002. Selama itu, Jorge Mario Bergoglio memperoleh reputasi publik sebagai orang yang rendah hati. Sebagai uskup agung dan kardinal, ia memilih tinggal apartemen sederhana di pusat kota daripada di kediaman uskup agung.

Jorge Mario Bergoglio bepergian dengan transportasi umum atau berjalan kaki. Ia menjadi pendukung yang lantang bagi kaum miskin. Namun, konservatisme teologisnya membuatnya berselisih dengan pemerintahan.

‘Paus Fransiskus’ pertama dalam sejarah Geraja Katolik

Pada bulan Februari 2013, Paus Benediktus XVI mengundurkan diri, dengan alasan usia tua dan masalah kesehatan. Sebuah konklaf diadakan pada awal Maret 2013. Gereja Katolik mengharapkan jika pengganti Benediktus dapat dipilih dan dilantik sebelum Paskah yang akan datang.  

Jorge Mario Bergoglio terpilih pada pemungutan suara kelima. Ia memilih nama Fransiskus, untuk menghormati Santo Fransiskus dari Assisi.

Santo Fransiskus dari Assisi dikenal menjalani kehidupan pelayanan yang rendah hati kepada orang miskin. Pemilihan nama itu juga untuk mengenang Santo Fransiskus Xaverius, seorang anggota pendiri Ordo Serikat Yesus.

Jorge Mario Bergoglio terpilih pada pemungutan suara kelima. Ia memilih nama Fransiskus, untuk menghormati Santo Fransiskus dari Assisi. Santo Fransiskus dari Assisi dikenal menjalani kehidupan pelayanan yang rendah hati kepada orang miskin. (Long Thiên/CC BY-SA 2.0)

Beliau adalah Paus Fransiskus pertama dan secara luas disebut sebagai “Fransiskus I”. Namun Paus Fransiskus menolak untuk menggunakan angka Romawi yang menunjukkan sebagai orang pertama yang menggunakan nama kepausannya.

Dalam pidato publik pertamanya dan dalam misa publik pertamanya, Paus Fransiskus menyerukan pembaruan spiritual di dalam Gereja Katolik. Paus juga menegaskan perhatian yang lebih besar terhadap penderitaan orang miskin.

Pandemi Covid-19

Pandemi Covid-19 menghadirkan tantangan bagi pelayanan Paus Fransiskus pada tahun 2020. “Italia mengalami angka kematian yang sangat tinggi pada bulan-bulan pertama pandemi,” tambah Stefon.

Baca Juga: Mengapa Gereja Ortodoks Koptik Alexandria Memiliki Paus Sendiri?

Karantina di masa pandemi mengakibatkan penutupan gereja-gereja dan tempat ibadah lainnya untuk misa tatap muka. Paus Fransiskus menyiarkan langsung doa Angelus dari Vatikan. Doa ini biasanya ia sampaikan setiap hari Minggu kepada para peziarah yang berkumpul di alun-alun Basilika Santo Petrus.

Pada bulan Maret 2020, Paus Fransiskus meninggalkan Vatikan dan berziarah dengan berjalan kaki. Beliau melewati jalan-jalan Roma ke Basilika Santa Maria Maggiore. Di sana Paus Fransiskus berdoa di hadapan ikon Perawan Maria (Salus Populi Romani, yang diyakini dibuat oleh Santo Lukas sang Penginjil). Dalam doanya, sang Paus berharap agar pandemi segera berakhir.

Kunjungan tersebut diikuti dengan kunjungan ke Gereja San Marcello al Corso untuk berdoa di hadapan salib. Salib itu pernah dibawa dalam prosesi melalui Roma pada tahun 1522 untuk menangkal wabah yang menghancurkan.

Seminggu kemudian, Fransiskus melakukan berkat luar biasa Urbi et Orbi (“Untuk Kota dan Dunia”) di Lapangan Santo Petrus yang gelap dan sepi. Sekali lagi, Paus Fransiskus berdoa agar pandemi segera berakhir. Pemberkatan Urbi et Orbi biasanya diperuntukkan bagi perayaan seperti Natal dan Paskah.

Pada bulan Oktober 2020, Paus Fransiskus mengeluarkan ensiklik ketiganya, Fratelli tutti ("Semua Saudara"). Ensiklik tersebut membahas topik persaudaraan dan persahabatan sosial serta kerapuhan sistem dunia dalam menghadapi pandemi.

Ia mengambil judul ensiklik tersebut dari tulisan-tulisan Santo Fransiskus dari Assisi. Dalam ensikliknya, Paus Fransiskus mengutuk "budaya membuang" dunia dan menyerukan "arsitektur perdamaian" yang melayani kebaikan bersama.

Masalah kesehatan, kembalinya perjalanan global, dan permintaan maaf kepada masyarakat pribumi di Kanada

Pada tahun 2021, kegiatan Paus Fransiskus dibatasi oleh pandemi dan masalah kesehatannya. Serangan linu panggul menyebabkan Paus membatalkan beberapa pertemuan pada bulan Januari.

Namun, pada bulan Maret 2021, ia merasa cukup sehat untuk melakukan perjalanan ke Irak. Perjalanan itu menandai pertama kalinya dalam sejarah seorang paus mengunjungi negara itu.

Pada bulan Juli, Paus Fransiskus menjalani operasi pada usus besarnya. Tahun berikutnya, masalah lutut Fransiskus mengakibatkan lebih banyak pembatalan atau penundaan perjalanan dan pertemuan

Namun, pada bulan Juli 2022, ia melakukan "ziarah pertobatan" ke Kanada. Di sana Paus Fransiskus bertemu dengan masyarakat pribumi yang mengalami pelecehan fisik dan seksual.

Dalam permintaan maafnya yang bersejarah, Paus Fransiskus berkata kepada para penyintas, “Saya dengan rendah hati memohon pengampunan atas kejahatan yang dilakukan oleh begitu banyak orang Katolik terhadap masyarakat pribumi.”

Tahun 2023 ditandai dengan masalah kesehatan lebih lanjut bagi Fransiskus, termasuk operasi perut pada bulan Juni. Namun, Paus Fransiskus tetap melakukan perjalanan mengunjungi umat beriman di seluruh dunia.

Beliau mengunjungi Portugal pada bulan Agustus untuk Hari Pemuda Sedunia. Di sana, Paus Fransiskus merayakan misa terbuka di Lisbon dengan 1,5 juta orang.

Pada bulan September 2023, beliau mengunjungi Mongolia, sebuah negara dengan populasi 3,5 juta orang tetapi hanya 1.500 umat Katolik. Perjalanan itu merupakan kunjungan pertama yang bersejarah bagi para paus.

Pada tahun 2023, tepatnya pada bulan Oktober, ia mengeluarkan seruan apostolik Laudate Deum (“Puji Tuhan”). Seruan ini sebagai tindak lanjut dari Laudato si’ di mana ia memperingatkan bahwa tanggapan dunia terhadap krisis iklim “belumlah memadai.”

Tanggal 3-6 September 2024, Paus Fransiskus mengunjungi Indonesia. Beliau merupakan Paus ketiga yang mengunjungi Indonesia, setelah Paus Paulus VI pada tahun 1970, dan Paus Yohanes Paulus II pada tahun 1989.