Politik Identitas Athena Abad ke-5 'Dicampuri' Mitos Prometheus

By Muflika Nur Fuaddah, Kamis, 5 September 2024 | 12:00 WIB
Prometheus dipuja oleh orang Athena dan perayaannya selalu diramaikan dengan perlombaan obor (greekmyths)

Nationalgeographic.co.id—Tahukah Anda jika perlombaan obor mempunyai hubungan yang erat dengan pemujaan Prometheus, Hephaestus, dan Athena dalam mitologi Yunani Kuno? Bahkan praktik ini terkait dengan perpolitikan di Athena abad ke-5.

Carol Dougherty dalam bukunya Prometheus menjelaskan bahwa dalam mitologi Yunani kuno, Athena, Hephaestus, dan Prometheus memang dipuja dan perayaannya selalu diramaikan dengan perlombaan obor. "Hephaestus dan Prometheus punya singgasananya sendiri, masing-masing sebuah altar di area Akademi pemujaan Athena," ungkap Dougherty.

Akademi diambil dari nama pahlawan Academus atau Hecademus dan dulunya merupakan sekolah filsafat yang didirikan oleh Plato. Terletak di luar kota, untuk sampai ke sana harus melalui jalanan yang diapit oleh makam-makam.

"Tak banyak detail informasi mengenai bangunan ini. Plutarch menjelaskan bahwa panglima militer Yunani Kuno bernama Cimon pernah mengubah daerah ini dari yang awalnya kering berdebu menjadi hutan yang terairi sebagai bagian proyek pembaharuan bangunan-bangunan publik di Athena," lanjutnya.

Sophokles dalam Oedipus at Colonus mengungkap bahwa Akademi merupakan bangunan tua dengan sebuah altar di mana Prometheus, Hephaestus, dan Athena semua dipuja bersama-sama. Prometheus dan Hephaestus juga diukir dalam relief cembung di sebuah tumpuan dekat pintu masuk.

"Prometheus digambarkan sebagai seorang pria tua yang membawa tongkat di tangan kanannya sedangkan Hephaestus masih muda. Altar ini sekaligus mengungkap posisi Prometheus yang lebih senior di antara kedua dewa api tersebut," jelas Sophokles.

Lebih jauh, Prometheus, Athena, dan Hephaestus terhubung di Athena melalui praktik pemujaan yang sama. Pemujaan terhadap mereka bertiga menjadi simbol pentingnya api bagi peradaban manusia.

Dalam Oedipus at Colonus, Sophokles memberi gelar Purphoros yang artinya 'pembawa api' kepada Prometheus. Tak hanya itu, Euripides juga menggunakan julukan itu untuk menggambarkan sosok Prometheus yang terukir pada obor Capaneus dalam Phoenician Women.

Istilah purphoros biasanya menggambarkan petir Zeus atau obor yang dibawa oleh Demeter, Persephone, serta para pemujanya dalam ritual Misteri Eleusis. Prometheus yang menyandang gelar tersebut menjadikannya salah satu dari tiga dewa yang mengajarkan penggunaan api kepada manusia hingga disembah di Akademi dan dirayakan dalam festival obor.

Lomba Obor

Orang Yunani kuno merayakan pemberian api oleh Prometheus dari surga ke bumi kepada umat manusia dengan perayaan lomba obor (lampas). Lomba obor erat kaitannya dengan penghormatan terhadap Prometheus dan dewa-dewa api lainnya di Athena.

Baca Juga: Harapan Hidup Manusia Bermula dari Kisah Prometheus dan Pandora

Mitos Prometheus awalnya hanya mencuri api dengan menyembunyikannya dalam tangkai adas, tapi pada abad kelima mulai 'berubah' menjadi obor dan menjadi sebab musabab perlombaan obor. Penulis perjalanan Yunani kuno, Pausanias, menggambarkan jalur perlombaan obor sebagai berikut:

"Di Akademi terdapat sebuah altar Prometheus, dan mereka berlari dari altar itu menuju kota sambil memegang obor yang menyala. Lari dan menjaga nyala obor adalah inti permainannya. Jika obor pelari pertama padam, ia kalah dan pemenangnya adalah pelari kedua, tapi jika obornya kemudian mati juga, pelari ketiga adalah pemenangnya, dan jika obor semua pelari padam, tidak ada yang memenangkan perlombaan." 

Lomba obor dalam acara tahunan Prometheia dimulai dari altar Prometheus di Akademi dan berlari melalui Kerameikos menuju Gerbang Dipylon, atau 'menuju kota', seperti yang dikatakan oleh Pausanias, dengan jarak sekitar tiga perempat mil.

Garis akhir lomba obor yakni di ambang pintu kota, fakta bahwa tempat akhirnya tidak di dalam kota itu sendiri melambangkan permulaan datangnya api kepada manusia, sementara festival untuk dewa-dewa lain adalah perayaan atas penggunaan api.

Namun, ada pendapat lain mengungkap bahwa lomba obor ditujukan untuk mengisi kembali api kota di Prytaneum sebelum perayaan 'phratry' Apatouria di mana obor dinyalakan dari perapian kota ke altar masing-masing tempat.

Perlombaan obor yang diadakan untuk menghormati dewa-dewa lain dimulai dari altar Prometheus atau altar Eros yang berdekatan dan berlanjut lebih jauh ke dalam kota bahkan hingga Altar Athena yang apinya digunakan untuk menerangi pengorbanan besar sebagai tanda puncak perayaan. 

Dalam sandiwara The Frogs, Aristofanes mengisahkan cerita lucu tentang perlombaan obor di Panathenaia. Dewa Dionysus turun ke dunia bawah menemui penyair yang sudah meninggal, Aeschylus, ia mengeluh bahwa di Athena kekurangan disiplin dan tidak ada latihan lari untuk lomba obor! Dionysus pun menjawab:

"Amin! Aku hampir mati tertawa saat ada pelari lambat di Panathenaia, ia gemuk, bungkuk, dan wajahnya pucat, ngos-ngosan di belakang. Saat sampai gerbang, orang-orang Kerameikos menampar perutnya dan ia kentut sambil lari meniup obornya!"

Kebiasaan menampar pelari payah ini sampai jadi peribahasa terkenal: 'tamparan Kerameikan.' 

Pausanias menggambarkan perlombaan obor dilakukan satu orang saja, tapi ada pendapat lain yang mengatakan secara tim estafet. Herodotus, misalnya, membandingkan kurir pos Kekaisaran Persia yang bekerja secara tim estafet untuk mengantar surat dari dengan perlombaan obor Yunani.

Demikian pula, Aeschylus membandingkan pergerakan nyala api dari Troya ke Mycenae dalam pidato terkenal Clytamnestra: "Atlet pemawa obor telah aku atur satu demi satu secara berurutan untuk menyelesaikan lintasannya, ia yang menang adalah yang larinya paling awal sekaligus akhir."

Baca Juga: Prometheus, Satir, dan Api:

Perlombaan obor secara estafet juga ditemui di banyak tradisi budaya lainnya. Sir James Frazer menyebut bahwa suku Navajo di New Mexico, punya cerita tentang para hewan yang melakukan lomba obor estafet untuk membawa api kepada manusia.

"Pada mulanya hewan-hewan yang punya api, sementara manusia tidak, lalu seekor coyote mencurinya untuk manusia. Ia meraih bara yang menyala dan kabur tunggang langgang dikejar semua hewan lainnya."

"Ketika lelah, api itu lanjut dibawa terbang oleh kelelawar, lalu diestafetkan kepada tupai yang berhasil menyerahkannya ke suku Navajo." Pelaksanaan secara estafet ini memungkinkan mereka untuk menempuh jarak yang lebih jauh dan cepat daripada sendirian. Hal itu mencerminkan tujuan awal lomba obor untuk menyalakan kembali api yang padam atau kotor.

Politik Athena

Di Athena abad ke-5 SM, ritual perlombaan obor yang diatur oleh suku-suku dihubungkan dengan mekanisme pembentukan politik identitas. Komponen utama dari reformasi politik yang diberlakukan oleh Cleisthenes pada tahun 508 SM adalah keputusannya untuk menggantikan empat suku Ionia yang sebelumnya mendominasi kehidupan politik Athena dengan sepuluh suku baru yang dinamai sesuai pahlawan Athena asli.

Pembentukan suku-suku ini didasarkan pada geografi, warga negara dikelompokkan menjadi satu suku menurut lokasinya, dan suku-suku ini berfungsi sebagai sarana utama mengorganisir kehidupan politik – menjadi juri di peradilan, menduduki jabatan politik, dinas militer, dan lainnya.

Aristoteles menulis sejarah konstitusi Athena dan menyebut bahwa Archon Basileus, pengelola korban-korban ritual yang dipersembahkan untuk para dewa, yang mencetuskan perlombaan obor dengan segala aspek keagamaanya. Pada waktu itu, peserta lomba obor adalah anggota lembaga politik 'ephebeia,' sehingga kuat kaitannya antara perlombaan obor dan struktur politik masyarakat Athena.

Perlombaan obor antar suku ini sekaligus ajang unjuk identitas kelompok suku-suku di Athena sebagaimana digambarkan dalam mangkuk oleh pelukis Nikias, yang ditandatangani oleh tukang tembikar dengan nama ayah beserta klannya.

Gambar di mangkuk berupa dua pemuda peserta lomba obor dengan dewa Nike di tengah-tengahnya sebagai personifikasi kemenangan, mengenakan mahkota kepada pahlawan suku Antiochus, di samping altar yang di belakangnya berdiri seorang tua (mungkin Prometheus) bermahkota bunga.

Gambar tersebut menunjukkan bahwa suku Antiochus, termasuk klan Nikias, berhasil memenangkan perlombaan obor di Prometheia, dan mangkuk ini dibuat untuk merayakannya. Perlombaan obor di Panathenaea dan Prometheia juga turut menghiasi motif mangkuk-mangkuk lainnya.

Perlombaan obor erat kaitannya dengan pemujaan Prometheus, Hephaestus, dan Athena. Setiap dewa dalam mitologi Yunani Kuno punya tempat suci di Akademi tempat lomba dimulai menuju Kerameikos ke dalam kota.

Perlombaan ini menunjukkan hubungan langsung antara Prometheus dengan tokoh-tokoh penting dalam kehidupan agama dan kota Athena, serta antara Akademi dengan situs penting lainnya dalam topografi Athena.

Sebagai puncak festival tahunan, lomba obor merayakan api dan perannya menyejahterakan dan membuat Athena beradab.