Berkah atau musibah?
Hidup tanpa stres dan pemicu stres mungkin terdengar indah, tetapi mungkin hal ini tidak selamanya menguntungkan.
Charles dan rekan-rekannya menemukan bahwa tanpa stres, seseorang melaporkan tingkat kebahagiaan yang lebih tinggi daripada populasi umum. Selain itu, mereka juga mengalami tingkat masalah kesehatan kronis lainnya yang lebih rendah.
Namun, orang-orang yang tidak mengalami stres juga menunjukkan tanda-tanda penurunan kognitif. Misalnya perhatian dan konsentrasi yang lebih rendah serta memori jangka pendek dan jangka panjang yang lebih buruk.
Sebagian bahkan menghadapi pemecahan masalah yang lebih buruk dan kemampuan yang lebih rendah untuk fokus atau menghambat perilaku yang tidak diinginkan.
Pesan dari penelitian itu adalah kita semua harus belajar menghargai setiap pemicu stres yang kita hadapi. Tidak semua momen respons stres diciptakan sama.
Seperti halnya rasa sakit, pengalaman stres secara umum bersifat universal, tetapi apa yang memicu sistem ini sangat subjektif. Dua orang, yang keduanya mampu mengalami stres, dapat menghadapi pemicu stres yang sama.
Misalnya tampil dalam drama sekolah dan masing-masing menanganinya secara berbeda. Satu orang mungkin terdiam di bawah sorotan lampu dan yang lain mungkin merasa benar-benar nyaman di atas panggung.
Sama halnya dengan rasa sakit, tidak mengalami stres dapat membantu seseorang menghindari satu masalah. Tapi juga dapat memunculkan masalah lain.
Orang yang tidak merasakan sakit dapat menghindari salah satu sensasi yang paling tidak menyenangkan dalam hidup. Namun, mereka juga rentan terhadap cedera, karena rasa sakit memicu refleks yang membuat kita aman.
Refleks itulah yang memberi tahu kita untuk mengangkat tangan dari kompor yang panas. Seseorang yang tidak merasakan sakit dapat berakhir dengan kulitnya terbakar.
Baca Juga: Balada Nestapa Kewarasan dan Kesejahteraan Nelayan yang Terabaikan