Amerika Era Kolonial: Pasangan Kekasih Boleh Tidur Bersama, Tapi...

By Galih Pranata, Selasa, 17 September 2024 | 07:00 WIB
Arrenged marriege atau pernikahan yang diatur sedemikian rupa oleh keluarga bangsawan di Amerika era kolonial demi mendapat kemewahan dan kekayaan. (Wikimedia Commons)

Namun, jangan berpikir terlalu jauh dulu! Aturan juga diberlakukan meski mereka berada dalam satu kamar dan satu ranjang. Mereka dilarang untuk bersentuhan. Ayah sang gadis akan memasangkan bedboards, atau papan pada ranjang mereka.

"Untuk menegakkan aturan agar tidak saling bersentuhan, tempat tidur dipasangi papan, diletakkan di tepinya secara membujur di sepanjang garis tengah tempat tidur, untuk menjaga pasangan muda itu tetap terpisah," tegasnya.

Reka ulang bedboards atau papan pada ranjang yang jadi tradisi di Amerika pada era kolonial sebagai medium penguji kecocokan di antara sepasang kekasih muda jelang pernikahan mereka tanpa saling bersentuhan. (Colonial Williamsburg Foundation)

Terlepas dari itu, pernikahan di Amerika era kolonial memang kebanyakan pernikahan yang selalu penuh dengan negosiasi dan aneksasi atau arranged marriege. Hubungan perkawinan yang bisa terjadi atas dasar-dasar kemewahan dan kekayaan. 

Pernikahan yang diatur atau arranged marriege masih cukup umum, dan meskipun beberapa wanita dijanjikan untuk dinikahkan saat masih berusia pertengahan remaja, pernikahan biasanya ditunda hingga usia yang lebih cocok tercapai.

Wanita sering dijanjikan dalam negosiasi yang membahas perolehan properti sebagai bagian dari pernikahan, terutama karena sistem kelas berdasarkan kekayaan menegas di koloni.

Di antara kelas berduit, pria dan wanita muda diharapkan membawa kekayaan, reputasi, dan properti riil ke dalam pernikahan. Hal ini menimbulkan beberapa masalah bagi pria yang ingin menikah.

Properti sering diwariskan kepada putra tertua, adik laki-laki sering menerima tanah yang lebih sedikit, atau jumlah uang yang lebih sedikit untuk membangun rumah mereka sendiri.

Namun, putra tertua juga dibebani kesulitan oleh sistem ini, terpaksa menunggu ayahnya memberikan kemurahan hatinya sebelum membawa posisi negosiasi yang kuat ke meja perundingan dengan calon mertuanya.

Sistem ini sering kali menghadirkan dilema bagi pasangan, apakah mereka memasuki pernikahan yang diatur sepenuhnya atau apakah ada cinta yang terlibat.

Sifat manusia seperti itu, sering kali salah satu atau kedua belah pihak dalam pernikahan yang diatur oleh orang tua, menemukan diri mereka tertarik pada pihak-pihak di luar pengaturan tersebut.

Bukan hanya laki-laki yang perlu memberikan nilai tambah pada negosiasi pernikahan. Keluarga mempelai wanita perlu menyediakan mas kawin.

Para ayah kelas atas perlu tetap waspada saat putri mereka memilih sendiri seorang pelamar, terutama jika pria yang dimaksud berasal dari daerah lain dan relatif tidak dikenal.

Misalnya, seorang pengunjung dari Inggris. Pernikahan yang diatur sebelumnya mencegah putri mereka diambil oleh putra bangsawan Inggris yang bangkrut, yang bersembunyi dari debitur di Amerika, dengan harapan bisa menikah demi uang.