Abdi Dalem Citralata dan Pralata, Pengabdi Keraton Yogyakarta yang Direvitalisasi dalam Garebek Maulud

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Rabu, 18 September 2024 | 10:00 WIB
Abdi Dalem Citralata dan Pralata memimpin rombongan prajurit Kraton Yogyakarta dalam Gerebek Maulid (16/9). Keberadaan mereka direvitalisasi karena berfungsi sebagai penolak bala. Sebelumnya, keberadaan sepasang Abdi Dalem kembar ini ditiadakan pada 1942 oleh Sultan Hamengkubuwono IX agar tidak dimanfaatkan Pemerintah Jepang. (Afkar Aristoteles Mukhaer)

Nationalgeographic.co.id - Ada dua orang yang berpasangan muncul dari gerbang Keraton Yogyakarta dalam Garebek Maulid kali ini.

Keduanya bertingkah jenaka mengawali rombongan prajurit Keraton, bertelanjang dada, mengenakan kuluk (tutup kepala khas Jawa) putih, ber-sumping melati, dan wajah yang dirias bedak putih. Dari leher, mereka mengenakan kalung melati bercampur cempaka putih dan kuning.

Mereka disebut sebagai Abdi Dalem Citralata dan Pralata. Kedua Abdi dalem ini mengawali rombongan pengantar pareden gunungan dalam Garebek Maulud Nabi pada 16 September 2024. Kehadiran mereka adalah bentuk revitalisasi yang dilakukan Kraton Yogyakarta, setelah kosong hampir satu abad.

“Menurut arsip keraton sezaman Ngarsa Dalem Hamengku Buwono VIII, Abdi Dalem Citralata dan Pralata berjalan di depan pareden gunungan dengan diiringi gamelan Kiai Sekati," terang K.P.H. Notonegoro, budayawan sekaligus menantu Sultan Hamengkubuwono X, dikutip dari halaman Kraton Yogyakarta.

"Abdi Dalem Citralata dan Pralata merupakan Lurah Taledhek maka lampah-nya saat mengantarkan pareden gunungan dilakukan dengan cara menari," lanjutnya.

Keberadaan mereka terekam dalam arsip dokumen Platenalbum Yogyakarta yang dibuat J.L Moens antara 1933-1934. Kala itu, Sultan Hamengkubuwono VIII memimpin Kraton Yogyakarta. Kedua Abdi Dalem ini berjalan sambil menari dan saling berinteraksi membawakan percakapan lucu atau bergurau.

Kurator Museum di Kraton Yogyakarta, Fajar Widjanarko menjelaskan bahwa banyak Abdi Dalem yang direduksi akibat pembubaran Sultan Hemengkubuwono IX pada 1942.

Dari semua Abdi Dalem, Citralata dan Pralata menjadi yang termasuk yang dibubarkan. Pihak Kesultanan Yogyakarta tidak ingin Pemerintah Jepang menjadikan Abdi Dalemnya sebagai romusha (tenaga kerja paksa) atau diakuisisi sebagai prajurit Jepang.

Keberadaan Abdi Dalem baru direvitalisasi sebagian pada 1970 oleh K.G.P.H Mangkubumi. Revitalisasi dilakukan lewat pelembagaan ulang kesatuan prajurit Keraton, namun tidak menyertakan Abdi Dalem Citralata dan Pralata yang berpasangan.

Kedua Abdi Dalem nan jenaka ini baru direvitalisasi dalam Garebek Maulud Keraton Yogyakarta tahun ini. "Prinsip Abdi Dalem Citralata adalah tolak bala. Keraton mengembalikan pelbagai elemen upacara seperti sediakala," ungkap Fajar.

Revitalisasi ini sesuai dengan sumber tertulis dan visual yang menggambarkan keberadaannya di masa lalu. Mereka dilengkapi kain kampuh sindur merah dan celana putih, lengkap dengan keris dan tongkat panjang.

Baca Juga: Sampah Menumpuk Yogyakarta, Get Plastic Indonesia Daur Ulang Plastiknya Jadi BBM

Abdi dalem Keraton Yogyakarta

Abdi Dalem adalah orang-orang yang telah berjanji untuk setia dan mengabdi seumur hidupnya kepada Keraton Yogyakarta. Mereka bisa berasal dari kalangan masyarakat biasa. Meski pihak Keraton memberikan gaji, Abdi Dalem bekerja tanpa mengharapkan imbalan.

Rahardika Al Asher, mahasiswa alumni Sosiologi Universtas Gadjah Mada, dalam skripsinya mengungkap bahwa Abdi Dalem punya dua faktor sikapnya mengabdi kepada Keraton.

Pertama, bagi mereka hidup sebagai Abdi Dalem dapat merasakan perubahan kehidupan. Kedua, Keraton adalah sarana bagi mereka untuk belajar ilmu apa pun yang ada sehingga merasa dekat dengan pihak Keraton sendiri.

Keberadaan Abdi Dalem sudah ada sejak awal Keraton Yogyakarta didirikan Sultan Hamengkubuwono I (bertakhta 1755-1792). Sebagai bagian dari petugas Keraton, mereka harus memegang prinsip teguh Watak Satriya.

Gunungan Kakung melambangkan diri Sultan Kraton Yogyakarta dan sifat kesatria dalam tradisi Jawa. Gunungan ini terdiri dari pelbagai hasil bumi di Yogyakarta untuk dibagikan kepada masyarakat di Masjid Gedhe dalam tradisi Garebek Maulud. (Afkar Aristoteles Mukhaer)

Pada konteks modern, Abdi Dalem serupa aparatur sipil yang mengelola keberlangsungan Keraton Yogyakarta. Mereka juga bertugas sebagai penjaga budaya. Mereka bisa dari berbagai kalangan, baik dari masyarakat sipil maupun militer seperti tentara dan polisi.

Karena menyesuaikan dengan perkembangan zaman, Abdi Dalem bisa dari pelbagai tenaga profesional dan latar pendidikan tinggi.

"Pada akhirnya, keberadaan Abdi Dalem sangat berarti. Tidak saja untuk mendukung keberlangsungan segala aktifitas di dalam keraton, tetapi juga menjadi benteng perilaku pada jaman yang semakin cepat berubah," terang pihak Keraton Yogyakarta di laman resmi. 

Biasanya, Abdi Dalem yang berasal dari kalangan militer adalah jenis Kaprajan. Posisi ini biasanya diisi kalangan yang telah memasuki pensiun dengan mengabdikan waktunya secara suka rela kepada Keraton.

Sementara, kalangan masyarakat umum biasanya menjadi Abdi Dalem Punakawan yang mempunyai waktu kerja tertentu. Bagian ini bertugas untuk menjalankan operasional keeseharian Keraton.

Akan tetapi, Fajar menjelaskan, Abdi Dalem Citralata dan Pralata tidak berada dalam posisi atau struktur tertentu di dalam Keraton. Siapa pun yang menjadi bagian Abdi Dalem selama ini dapat menduduki posisi tersebut tanpa syarat yang jelas.