Overtourism: Ketika Tempat yang Dianggap 'Surga' Berubah Jadi 'Neraka'

By Ade S, Senin, 16 September 2024 | 14:03 WIB
Suasana kemacetan di Puncak, Bogor, Jawa Barat, saat masa libur panjang, Minggu (15/9/2024). Penasaran mengapa destinasi impianmu bisa berubah menjadi mimpi buruk? Temukan jawabannya dalam artikel tentang overtourism. (TribunnewsBogor.com/Naufal Fauzy)

Apa sebenarnya overtourism?

Singkatnya, overtourism terjadi ketika jumlah pengunjung di suatu tempat melebihi kapasitas yang dapat ditampung. Meskipun tidak ada angka pasti untuk menentukan batasannya, namun akumulasi berbagai faktor seperti ekonomi, sosial, dan lingkungan dapat membuat suatu destinasi wisata menjadi terlalu ramai.

Dampak dari overtourism sangat luas dan kompleks. Salah satu dampak jangka panjang yang paling terlihat adalah kerusakan lingkungan. Terumbu karang di berbagai belahan dunia, seperti Great Barrier Reef dan Maya Bay di Thailand, mengalami kerusakan parah akibat aktivitas wisata seperti snorkeling, menyelam, dan kunjungan kapal wisata.

Selain itu, sektor pariwisata juga berkontribusi besar terhadap peningkatan emisi karbon global. Menurut Organisasi Pariwisata Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNWTO), emisi karbon dari sektor pariwisata diproyeksikan akan meningkat 25% pada tahun 2030 dibandingkan dengan tahun 2016.

Selain merusak lingkungan, overtourism juga berdampak negatif pada masyarakat setempat. Kenaikan harga properti, penggusuran penduduk, dan hilangnya identitas budaya adalah beberapa contoh masalah yang sering muncul di daerah wisata yang mengalami overtourism.

Keramaian yang berlebihan, antrean panjang, dan kerusakan pada situs bersejarah juga mengurangi kenyamanan dan kualitas hidup penduduk setempat.

Di sisi lain, ada istilah yang berlawanan dengan overtourism, yaitu undertourism. Undertourism mengacu pada kondisi di mana suatu destinasi wisata kurang mendapatkan kunjungan wisatawan.

Destinasi-destinasi seperti ini seringkali menawarkan pengalaman wisata yang lebih autentik dan berkelanjutan. Namun, sayangnya, banyak destinasi wisata yang kurang terkenal ini tidak mendapatkan perhatian yang sama dari pemerintah atau pelaku industri pariwisata.

Apa masalah utamanya?

Tidak adanya peraturan yang nyata telah membuat tempat-tempat tersebut mengambil inisiatif untuk mencoba membangun beberapa bentuk pengendalian kerumunan, yang berarti tidak ada kesatuan dan tidak ada solusi nyata.

Justin Francis, salah satu pendiri dan CEO Responsible Travel, sebuah operator tur yang berfokus pada perjalanan yang lebih berkelanjutan mencoba menjelaskan pemicu overtourism.

Baca Juga: Jejak Langkah di Lombok: Pendakian Gunung Tambora dan Pesona Wisata Alam