Overtourism: Ketika Tempat yang Dianggap 'Surga' Berubah Jadi 'Neraka'

By Ade S, Senin, 16 September 2024 | 14:03 WIB
Suasana kemacetan di Puncak, Bogor, Jawa Barat, saat masa libur panjang, Minggu (15/9/2024). Penasaran mengapa destinasi impianmu bisa berubah menjadi mimpi buruk? Temukan jawabannya dalam artikel tentang overtourism. (TribunnewsBogor.com/Naufal Fauzy)

Upaya mengatasi overtourism

Semakin banyak kota di dunia yang merasakan dampak negatif dari overtourism. Sebagai respons, berbagai kebijakan baru pun diberlakukan untuk mengelola jumlah wisatawan dan melindungi warisan budaya mereka.

Di Eropa, beberapa kota telah mengambil langkah konkret. Barcelona, misalnya, meningkatkan pajak menginap malam untuk wisatawan. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi jumlah wisatawan sekaligus meningkatkan pendapatan kota untuk pengelolaan pariwisata. Venesia juga berencana menerapkan kebijakan serupa dengan mengenakan biaya masuk sebesar €5 per orang bagi pengunjung harian.

Amsterdam memilih pendekatan yang berbeda. Kota ini memutuskan untuk melarang kapal pesiar berlabuh di pelabuhannya. Selain itu, Walikota Amsterdam juga meluncurkan kampanye untuk mencegah kedatangan wisatawan yang mencari masalah, seperti kelompok pemuda Inggris yang berencana untuk berpesta pora.

Di Roma, upaya untuk melindungi situs-situs bersejarah seperti Fontana di Trevi dan Tangga Spanyol dilakukan dengan membatasi aktivitas duduk-duduk di area tersebut. Sementara itu, di Afrika, tepatnya di Maasai Mara, Kenya, pemerintah setempat memberlakukan denda bagi wisatawan yang melakukan kegiatan off-roading dan menaikkan biaya masuk taman nasional saat musim puncak.

Apakah ada solusi lain?

Masalah pariwisata yang berlebihan atau overtourism memang menjadi tantangan serius bagi banyak destinasi wisata dunia. Namun, ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk mengelola pariwisata dengan lebih baik.

Salah satu caranya adalah dengan mempromosikan perjalanan di luar musim ramai. Ini akan membantu meratakan jumlah pengunjung sepanjang tahun sehingga tidak terjadi penumpukan wisatawan pada waktu-waktu tertentu.

Selain itu, membatasi jumlah pengunjung di tempat-tempat yang sangat populer juga bisa menjadi solusi. Tentu saja, hal ini harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak merugikan perekonomian lokal.

Peraturan yang lebih ketat dalam industri pariwisata juga perlu diterapkan. Misalnya, dengan mengatur jam operasional tempat wisata, mewajibkan pemandu wisata berlisensi, atau membatasi jenis aktivitas wisata yang diperbolehkan. Di sisi lain, mendorong pariwisata yang berkelanjutan juga sangat penting. Wisatawan perlu dididik untuk lebih menghargai lingkungan dan budaya setempat.

Harold Goodwin, seorang ahli pariwisata, menyoroti pentingnya memahami penyebab utama overtourism. Bukan hanya soal jumlah pengunjung, tetapi juga perilaku wisatawan yang perlu diperhatikan. Misalnya, kebiasaan wisatawan untuk berkumpul di tempat-tempat yang sama dan kurangnya kesadaran akan privasi penduduk setempat.

Namun, Francis menekankan, "Kita harus berhati-hati untuk tidak hanya menciptakan kembali masalah yang sama di tempat lain. Hal yang paling penting adalah membentuk strategi yang jelas, dengan berkonsultasi dengan penduduk setempat tentang apa yang diinginkan atau dibutuhkan suatu tempat dari pariwisata."

Overtourism memang menjadi masalah yang kompleks, namun bukan berarti tidak ada solusi. Dengan menerapkan berbagai strategi yang tepat, seperti mempromosikan pariwisata berkelanjutan, membatasi jumlah pengunjung, dan melibatkan penduduk setempat, kita dapat menciptakan pariwisata yang lebih berkelanjutan dan bermanfaat bagi semua pihak.

Penting untuk diingat bahwa pariwisata pada umumnya memiliki dampak positif bagi perekonomian dan masyarakat. Namun, kita perlu memastikan bahwa pariwisata dikelola dengan baik agar tidak merugikan lingkungan dan masyarakat setempat.