Ini jumlah yang sangat besar jika dibandingkan dengan hutan Inggris yang hanya mampu menyerap 4,8 juta ton karbon, meskipun luas hutan jauh lebih kecil.
"Proyek ini mengungkapkan betapa pentingnya lautan kita dalam mengatur iklim dan menekankan perlunya melindungi dan memulihkan habitat dasar laut kita," kata Tom Brook, pakar karbon biru di WWF-UK, yang telah terlibat dalam studi ini.
"Meskipun rawa garam dan hutan rumput laut memiliki kinerja yang sangat baik dalam hal menyerap karbon, lumpurlah yang benar-benar menjadi bintang di sini – mengumpulkan dan menyimpan sejumlah besar karbon di dasar laut. Tetapi kita perlu memastikan bahwa lumpur ini tidak terganggu agar dapat menjalankan fungsi penting ini."
Saat ini, sekitar 43% dari karbon biru Inggris berada di dalam kawasan lindung laut. Namun, kawasan lindung laut ini seringkali dirancang untuk melindungi kehidupan laut secara umum, dan belum tentu memberikan perlindungan penuh terhadap gangguan pada dasar laut.
Perlu pengawasan ketat
"Kegiatan yang merusak seperti penangkapan ikan menggunakan pukat dasar dan pembangunan berskala besar tidak boleh diizinkan di kawasan yang sudah dilindungi," tegas Joan Edwards, Direktur Kebijakan Kelautan untuk Wildlife Trusts.
Ia juga menambahkan bahwa penelitian ini memberikan peluang besar bagi Inggris untuk menjadi pemimpin dunia dalam melindungi karbon biru dan keanekaragaman hayati laut.
Tiga organisasi lingkungan terkemuka, yaitu RSPB, Wildlife Trusts, dan WWF-UK, terlibat dalam proyek pemetaan karbon biru ini.
Mereka sepakat untuk menyarankan agar kita mulai mempertimbangkan dampak terhadap karbon biru dalam setiap kegiatan yang berpotensi merusak lingkungan. Dengan cara ini, kita dapat membatasi praktik-praktik berbahaya di daerah yang kaya akan karbon.
Selain itu, para ahli juga menyarankan agar kita memantau secara rutin seberapa banyak karbon yang diserap oleh habitat laut yang mudah diakses, seperti padang lamun di perairan dangkal atau rawa garam.
Mike Burrows, seorang profesor ekologi laut yang memimpin proyek ini, mengungkapkan, "Ada kesenjangan yang signifikan dalam pengetahuan kita tentang tingkat akumulasi karbon dalam sedimen."
Baca Juga: Tiongkok Denda Perusak Lingkungan dengan Kredit 'Blue Carbon', Efektifkah?