Nationalgeographic.co.id—Sebuah penelitian terbaru menunjukkan bahwa dasar laut kita memiliki kemampuan luar biasa untuk menyerap karbon.
Jika dibiarkan alami, habitat di bawah permukaan laut ini mampu menyerap karbon hampir tiga kali lebih banyak dari seluruh hutan di Inggris setiap tahunnya.
Para ilmuwan dari Scottish Association for Marine Science (Sams) telah melakukan perhitungan yang mengejutkan. Mereka menemukan bahwa lapisan sedimen teratas dasar laut Inggris, yang hanya setebal 10 sentimeter, menyimpan hingga 244 juta ton karbon organik.
Bayangkan saja, jumlah karbon yang sangat besar ini tersimpan di berbagai habitat seperti padang lamun, rawa garam, hamparan rumput laut, dan bahkan di sedimen dasar laut seperti lumpur dan lanau.
Karbon yang tersimpan di dasar laut ini sering disebut sebagai blue carbon atau karbon biru. Proses penyerapannya dimulai dari fitoplankton, organisme kecil yang menjadi dasar rantai makanan laut.
Ketika fitoplankton mati, tubuhnya akan tenggelam dan membawa serta karbon ke dasar laut. Proses ini mirip dengan daun-daun yang jatuh ke tanah dan terurai di hutan.
Penelitian ini merupakan yang pertama di dunia yang berhasil mengukur total karbon yang tersimpan di semua habitat dasar laut suatu negara. Temuan ini sangat penting karena menunjukkan betapa berharganya dasar laut sebagai penyimpan karbon.
Namun, aktivitas manusia seperti penangkapan ikan menggunakan pukat dasar dapat mengganggu dasar laut dan melepaskan karbon yang telah tersimpan kembali ke atmosfer.
Lumpur, "sang bintang utama"
Penelitian ini tentu saja telah berhasil mengungkapkan potensi luar biasa dari dasar laut Inggris dalam memerangi perubahan iklim.
Para ilmuwan memperkirakan bahwa jika kita memberikan perlindungan lebih besar pada habitat dasar laut, Inggris dan Isle of Man di Irlandia dapat menyerap hingga 13 juta ton karbon organik lebih banyak setiap tahunnya.
Baca Juga: Proyek 'Blue Carbon' Pertama Australia Sukses 'Hidupkan Kembali' Lahan Kering
Ini jumlah yang sangat besar jika dibandingkan dengan hutan Inggris yang hanya mampu menyerap 4,8 juta ton karbon, meskipun luas hutan jauh lebih kecil.
"Proyek ini mengungkapkan betapa pentingnya lautan kita dalam mengatur iklim dan menekankan perlunya melindungi dan memulihkan habitat dasar laut kita," kata Tom Brook, pakar karbon biru di WWF-UK, yang telah terlibat dalam studi ini.
"Meskipun rawa garam dan hutan rumput laut memiliki kinerja yang sangat baik dalam hal menyerap karbon, lumpurlah yang benar-benar menjadi bintang di sini – mengumpulkan dan menyimpan sejumlah besar karbon di dasar laut. Tetapi kita perlu memastikan bahwa lumpur ini tidak terganggu agar dapat menjalankan fungsi penting ini."
Saat ini, sekitar 43% dari karbon biru Inggris berada di dalam kawasan lindung laut. Namun, kawasan lindung laut ini seringkali dirancang untuk melindungi kehidupan laut secara umum, dan belum tentu memberikan perlindungan penuh terhadap gangguan pada dasar laut.
Perlu pengawasan ketat
"Kegiatan yang merusak seperti penangkapan ikan menggunakan pukat dasar dan pembangunan berskala besar tidak boleh diizinkan di kawasan yang sudah dilindungi," tegas Joan Edwards, Direktur Kebijakan Kelautan untuk Wildlife Trusts.
Ia juga menambahkan bahwa penelitian ini memberikan peluang besar bagi Inggris untuk menjadi pemimpin dunia dalam melindungi karbon biru dan keanekaragaman hayati laut.
Tiga organisasi lingkungan terkemuka, yaitu RSPB, Wildlife Trusts, dan WWF-UK, terlibat dalam proyek pemetaan karbon biru ini.
Mereka sepakat untuk menyarankan agar kita mulai mempertimbangkan dampak terhadap karbon biru dalam setiap kegiatan yang berpotensi merusak lingkungan. Dengan cara ini, kita dapat membatasi praktik-praktik berbahaya di daerah yang kaya akan karbon.
Selain itu, para ahli juga menyarankan agar kita memantau secara rutin seberapa banyak karbon yang diserap oleh habitat laut yang mudah diakses, seperti padang lamun di perairan dangkal atau rawa garam.
Mike Burrows, seorang profesor ekologi laut yang memimpin proyek ini, mengungkapkan, "Ada kesenjangan yang signifikan dalam pengetahuan kita tentang tingkat akumulasi karbon dalam sedimen."
Baca Juga: Tiongkok Denda Perusak Lingkungan dengan Kredit 'Blue Carbon', Efektifkah?
Semakin banyak penelitian, semakin baik
Penelitian tentang sedimen laut yang lebih dalam memang sangat menantang dan membutuhkan biaya yang besar. Bayangkan, ada lapisan sedimen yang tebalnya bisa mencapai ratusan meter!
Karena kesulitan ini, perkiraan kita tentang jumlah karbon yang tersimpan di dalam lumpur dan lanau laut mungkin masih jauh dari angka sebenarnya. Penelitian yang baru saja kita bahas ini baru menganalisis lapisan sedimen sedalam 10 sentimeter saja.
Ceri Lewis, seorang ahli biologi laut, mengatakan bahwa dalam laporan-laporan iklim yang penting, kita jarang sekali menemukan pembahasan mendalam tentang lumpur dasar laut.
Padahal, semakin banyak penelitian yang dilakukan, semakin kita menyadari betapa pentingnya lumpur dalam menyerap karbon secara alami. Oleh karena itu, kita perlu segera bertindak untuk melindungi lumpur dari kerusakan, misalnya akibat penggunaan pukat dasar.