Lahan Gambut Makin Menyempit, Paru-paru Asia Tenggara Kian Terjepit

By Ade S, Rabu, 25 September 2024 | 16:03 WIB
Asia Tenggara, paru-paru dunia yang terancam. Seberapa besar peran kawasan ini dalam menyerap karbon global? Temukan jawabannya di sini! (Ruanda Agung Sugardiman/AusAID)

Nationalgeographic.co.id—Perubahan iklim adalah ancaman nyata yang dihadapi oleh seluruh umat manusia. Kenaikan suhu global, cuaca ekstrem, dan naiknya permukaan air laut adalah beberapa dampak yang sudah kita rasakan.

Namun, tahukah Anda bahwa salah satu penyebab utama perubahan iklim adalah penurunan kemampuan hutan dalam menyerap karbon?

Asia Tenggara, dengan hutan hujan tropisnya yang luas, memiliki peran yang sangat krusial dalam mengatasi krisis iklim.

Artikel ini akan membahas secara mendalam tentang tantangan yang dihadapi kawasan ini dalam menjaga fungsi ekosistem hutannya dan upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah ini.

Harta karun alam yang terancam

Asia Tenggara memiliki kekayaan alam yang luar biasa, salah satunya adalah hutan gambut. Hutan ini, yang terbentuk dari lapisan tanah organik yang tebal dan berusia ratusan tahun, sangat penting bagi keseimbangan iklim dunia. Bayangkan saja, sekitar 40% hutan gambut dunia ada di kawasan kita!

Hutan gambut seperti spons raksasa yang menyerap dan menyimpan karbon dalam jumlah besar. Dengan begitu, ia membantu mengurangi dampak pemanasan global. Sayangnya, harta karun alam ini kini terancam.

Dalam tiga puluh tahun terakhir, hutan gambut di Asia Tenggara mengalami kerusakan yang sangat parah. Di pulau Sumatra, Kalimantan, dan Semenanjung Malaysia, yang merupakan rumah bagi sebagian besar hutan gambut di kawasan ini, kerusakannya sangat terlihat jelas.

Pada tahun 1990, sekitar 76% wilayah di sana masih ditutupi hutan primer yang masih asli. Namun, pada tahun 2015, angka ini turun drastis menjadi hanya 29%. Bahkan, hanya 6% saja yang masih benar-benar utuh.

Tahun 2015 menjadi saksi bisu atas bencana kabut asap yang melanda Asia Tenggara. Langit di kawasan ini diselimuti kabut tebal akibat kebakaran hutan yang meluas. Kebakaran ini sengaja dilakukan untuk membuka lahan bagi perkebunan kertas dan kelapa sawit. Akibatnya, jutaan hektar hutan, terutama hutan gambut yang sangat penting, hangus terbakar.

Bayangkan saja, lebih dari 2,6 juta hektar lahan terbakar dalam setahun! Kebakaran ini melepaskan gas rumah kaca sebanyak 1,6 gigaton karbon dioksida. "Jumlahnya setara dengan emisi gabungan dari Jerman dan Prancis dalam setahun," papar Mohd. Yunus di laman Lowy Institute.

Baca Juga: Kenaikan Permukaan Laut Menyebabkan Pergeseran Vegetasi Gambut Pesisir