Lahan Gambut Makin Menyempit, Paru-paru Asia Tenggara Kian Terjepit

By Ade S, Rabu, 25 September 2024 | 16:03 WIB
Asia Tenggara, paru-paru dunia yang terancam. Seberapa besar peran kawasan ini dalam menyerap karbon global? Temukan jawabannya di sini! (Ruanda Agung Sugardiman/AusAID)

Selain merusak lingkungan, bencana ini juga berdampak buruk pada kehidupan manusia. Banyak penerbangan dibatalkan, kegiatan ekonomi terganggu, dan yang paling menyedihkan, lebih dari 100.000 orang meninggal lebih awal akibat polusi udara yang sangat parah.

Kerusakan hutan gambut bukan hanya masalah lokal, tapi sudah menjadi ancaman global yang serius. Hutan gambut yang sehat berfungsi seperti spons raksasa yang menyerap karbon dioksida dan membantu menjaga keseimbangan iklim Bumi.

Namun, ketika hutan gambut rusak, karbon yang tersimpan di dalamnya akan terlepas ke atmosfer dan memperparah pemanasan global. Akibatnya, permukaan laut naik, kekeringan semakin parah, dan kelaparan mengancam banyak orang di seluruh dunia.

Indonesia dapat acungan jempol

Beberapa negara di Asia Tenggara, seperti Indonesia, Malaysia, dan Thailand, telah berupaya keras untuk mengatasi masalah ini. Salah satu contoh yang patut kita acungi jempol adalah Indonesia.

Pada tahun 2016, pemerintah Indonesia membentuk Badan Restorasi Gambut (BRG) untuk menangani masalah kebakaran hutan dan lahan, terutama di lahan gambut.

BRG memiliki misi besar untuk memulihkan lebih dari 2,6 juta hektar lahan gambut yang rusak. Dengan dukungan dari pemerintah Norwegia, BRG mengembangkan model restorasi gambut yang komprehensif dan diterapkan di tujuh provinsi di Indonesia. Upaya ini menunjukkan komitmen kuat Indonesia untuk melindungi lingkungan dan mengatasi perubahan iklim.

Namun, meskipun sudah ada upaya yang baik untuk memulihkan hutan gambut, tantangan yang dihadapi sangat kompleks. Masalah kerusakan hutan gambut ini tidak hanya terjadi di satu negara, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor global.

Misalnya, permintaan yang tinggi akan produk seperti minyak sawit dan kertas dari negara-negara lain mendorong terjadinya konversi hutan menjadi perkebunan. Selain itu, perubahan iklim juga memperparah kerusakan hutan gambut.

Untuk mengatasi masalah sebesar ini, dibutuhkan kerja sama dari berbagai negara. "Kita perlu memiliki aturan main yang jelas dan sama di seluruh kawasan Asia Tenggara mengenai pengelolaan hutan gambut," ungkap Yunus.

Dengan kata lain, dibutuhkan suatu perjanjian internasional yang mengikat secara hukum untuk mengatur pengelolaan hutan gambut secara berkelanjutan.

Baca Juga: Lahan Gambut Indonesia Punya Peran Utama dalam Mitigasi Perubahan Iklim Dunia