Gara-Gara Hitler, Makna Simbol Swastika pun Berubah untuk Selamanya

By Sysilia Tanhati, Jumat, 27 September 2024 | 21:00 WIB
Arkeolog menemukan simbol swastika pada artefak dari India hingga Amerika. Tapi ketika Hitler mengadopsi simbol itu, maknanya pun berubah. (Guillaume Piolle/CC BY 3.0)

Seiring tersebarnya berita tentang eksploitasi Schliemann, swastika mengalami kebangkitan popularitas. Swastika muncul pada produk Coca-Cola, materi Pramuka dan Klub Putri, dan bahkan seragam militer Amerika. Dalam kebanyakan kasus, swastika digunakan sebagai simbol keberuntungan—seperti yang telah terjadi selama ribuan tahun.

Swastika juga dikaitkan dengan gerakan yang tidak stabil: gelombang nasionalisme yang menyebar di Jerman setelah Perang Dunia Pertama. Gerakan itu sebagian didorong oleh kepercayaan pada keunggulan ras yang disebut Arya.

Bangkitnya nasionalisme Arya

Awalnya, "Arya" digunakan untuk menggambarkan kelompok bahasa Indo-Eropa. Arya adalah istilah linguistik, bukan klasifikasi ras. Namun, meningkatnya minat pada eugenika dan "kemurnian ras" pada akhir abad ke-19 menyebabkan beberapa orang mengubah makna swastika. Swastika menjadi deskriptor untuk "ras unggul" kuno dengan garis keturunan yang jelas ke Jerman kontemporer.

Pada pertengahan 1800-an, bangsawan Prancis Arthur de Gobineau menghubungkan bangsa Arya yang mistis dan bangsa Jerman dalam Essay on the Inequality of Human Races. Ia menegaskan bahwa bangsa Jerman adalah keturunan unggul dari manusia purba. Menurutnya, bangsa itu ditakdirkan untuk memimpin dunia menuju kemajuan yang lebih besar dengan menaklukkan tetangga mereka.

Bagi kaum nasionalis, temuan penggalian Schliemann di Turki memiliki makna ideologis baru. Mereka melihat swastika sebagai simbol keunggulan mereka. Kelompok Jerman menggunakan swastika untuk mencerminkan identitas mereka yang “baru ditemukan” sebagai ras unggul. Kelompok tersebut adalah Reichshammerbund (gerakan antisemit) dan Freikorps Bavaria (pasukan paramiliter yang ingin menggulingkan Republik Weimar).

Bagi kelompok Jerman itu, tidak masalah jika simbol tersebut secara tradisional dikaitkan dengan keberuntungan. Atau bahwa simbol tersebut ditemukan di mana-mana—dari situs penduduk asli Amerika hingga monumen Yunani hingga artefak Buddha dan Hindu. Atau bahkan jika tidak seorang pun benar-benar yakin tentang asal-usul swastika.

“Ketika Heinrich Schliemann menemukan swastika di mana-mana, hal itu dilihat sebagai bukti kesinambungan ras. Juga bukti bahwa penduduk situs tersebut telah menjadi Arya selama ini,” tulis antropolog Gwendolyn Leick dalam jurnal Folklore tahun 1997.

Hubungan antara swastika dan asal-usul Indo-Eropa, setelah dipalsukan, tidak mungkin untuk disingkirkan. Hal itu memungkinkan proyeksi perasaan dan asosiasi nasionalis ke dalam simbol universal. Karena itu, simbol swastika berfungsi sebagai penanda batas yang membedakan antara identitas non-Arya. “Atau lebih tepatnya non-Jerman dan Jerman,” tambah Boissoneault.

Bagaimana swastika menjadi simbol Nazi?

Seiring dengan semakin eratnya hubungan swastika dengan nasionalisme Jerman, pengaruh Adolf Hitler pun tumbuh. Ia mengadopsi swastika sebagai simbol partai Nazi pada tahun 1920.

“Hitler tertarik padanya karena simbol itu sudah digunakan dalam kelompok nasionalis dan rasialis lainnya,” kata Steven Heller, penulis The Swastika: Symbol Beyond Redemption. “Saya pikir ia juga secara naluriah memahami bahwa harus ada simbol yang sekuat palu dan arit [komunis], yang merupakan musuh terdekat mereka,” ujar Heller.