Gara-Gara Hitler, Makna Simbol Swastika pun Berubah untuk Selamanya

By Sysilia Tanhati, Jumat, 27 September 2024 | 21:00 WIB
Arkeolog menemukan simbol swastika pada artefak dari India hingga Amerika. Tapi ketika Hitler mengadopsi simbol itu, maknanya pun berubah. (Guillaume Piolle/CC BY 3.0)

Nationalgeograpic.co.id–Para arkeolog menemukan desain swastika pada artefak dari India, Eropa, Afrika, Tiongkok, dan Amerika. Ketika Adolf Hitler mengadopsi simbol itu, maknanya pun berubah selamanya.

Seorang arkeolog Jerman Heinrich Schliemann melakukan perjalanan ke Ithaca, Yunani, pada tahun 1868. Tujuannya yang paling utama dalam benaknya adalah menemukan kota kuno Troya. Kota itu muncul dalam Iliad karya Homer.

Banyak sejarawan percaya bahwa Iliad tidak lebih dari sekadar mitos. Namun Schliemann yakin sebaliknya. Baginya, Troya adalah peta ke lokasi tersembunyi kota-kota yang telah lama hilang dari dunia kuno.

Selama beberapa tahun berikutnya, pengusaha Jerman itu menjelajahi Mediterania. Dia mengikuti saran Homer dalam segala hal mulai dari memahami adat istiadat setempat hingga mengobati penyakit fisik. Schliemann juga menggunakan syair-syair Homer untuk mengidentifikasi apa yang menurutnya merupakan lokasi dunia nyata dari epik tersebut.

“Salah satu kekuatan terbesarnya adalah ia memiliki minat sejarah yang tulus,” tulis sarjana klasik D.F. Easton dalam jurnal The Classical World pada tahun 1998.

“Yang ia inginkan adalah mengungkap dunia Homer, untuk mengetahui apakah dunia itu ada, apakah Perang Troya pernah terjadi.”

Schliemann baru mencapai mimpinya pada tahun 1870-an. Penemuan itu melambungkan namanya ke puncak ketenaran, memicu ledakan minat terhadap semua yang ia temukan. Arkeolog pemberani itu menemukan kota yang disebut-sebut oleh Homer.

Tidak hanya itu, ia juga menemukan sesuatu yang lain: swastika, simbol yang kemudian dimanipulasi untuk membentuk sejarah dunia.

Schliemann menemukan kota epiknya—dan swastika—di pantai Aegea Turki. Di sana, ia melanjutkan penggalian yang dimulai oleh arkeolog Inggris Frank Calvert di gundukan Hisarlik. Metode Schliemann brutal. Ia menggunakan linggis dan pendobrak untuk menggali. Meski begitu, metodenya cukup efektif. Ia segera menyadari bahwa situs itu menyimpan banyak lapisan masyarakat yang berbeda dari ribuan tahun yang lalu.

Schliemann telah menemukan Troya dan sisa-sisa peradaban yang ada sebelum dan sesudahnya. Dan pada pecahan tembikar dan artefak lainnya, ia menemukan sedikitnya 1.800 variasi simbol yang sama: kumparan poros atau swastika.

Schliemann terus menemukan swastika di tempat lain dalam perjalanannya. “Mulai dari Tibet ke Paraguay hingga Gold Coast di Afrika,” tulis Lorraine Boissoneault di laman Smithsonian Magazine.

Baca Juga: Mein Kampf: Buku Otobiografi Hitler Sebagai Sumber Kekayaannya

Seiring tersebarnya berita tentang eksploitasi Schliemann, swastika mengalami kebangkitan popularitas. Swastika muncul pada produk Coca-Cola, materi Pramuka dan Klub Putri, dan bahkan seragam militer Amerika. Dalam kebanyakan kasus, swastika digunakan sebagai simbol keberuntungan—seperti yang telah terjadi selama ribuan tahun.

Swastika juga dikaitkan dengan gerakan yang tidak stabil: gelombang nasionalisme yang menyebar di Jerman setelah Perang Dunia Pertama. Gerakan itu sebagian didorong oleh kepercayaan pada keunggulan ras yang disebut Arya.

Bangkitnya nasionalisme Arya

Awalnya, "Arya" digunakan untuk menggambarkan kelompok bahasa Indo-Eropa. Arya adalah istilah linguistik, bukan klasifikasi ras. Namun, meningkatnya minat pada eugenika dan "kemurnian ras" pada akhir abad ke-19 menyebabkan beberapa orang mengubah makna swastika. Swastika menjadi deskriptor untuk "ras unggul" kuno dengan garis keturunan yang jelas ke Jerman kontemporer.

Pada pertengahan 1800-an, bangsawan Prancis Arthur de Gobineau menghubungkan bangsa Arya yang mistis dan bangsa Jerman dalam Essay on the Inequality of Human Races. Ia menegaskan bahwa bangsa Jerman adalah keturunan unggul dari manusia purba. Menurutnya, bangsa itu ditakdirkan untuk memimpin dunia menuju kemajuan yang lebih besar dengan menaklukkan tetangga mereka.

Bagi kaum nasionalis, temuan penggalian Schliemann di Turki memiliki makna ideologis baru. Mereka melihat swastika sebagai simbol keunggulan mereka. Kelompok Jerman menggunakan swastika untuk mencerminkan identitas mereka yang “baru ditemukan” sebagai ras unggul. Kelompok tersebut adalah Reichshammerbund (gerakan antisemit) dan Freikorps Bavaria (pasukan paramiliter yang ingin menggulingkan Republik Weimar).

Bagi kelompok Jerman itu, tidak masalah jika simbol tersebut secara tradisional dikaitkan dengan keberuntungan. Atau bahwa simbol tersebut ditemukan di mana-mana—dari situs penduduk asli Amerika hingga monumen Yunani hingga artefak Buddha dan Hindu. Atau bahkan jika tidak seorang pun benar-benar yakin tentang asal-usul swastika.

“Ketika Heinrich Schliemann menemukan swastika di mana-mana, hal itu dilihat sebagai bukti kesinambungan ras. Juga bukti bahwa penduduk situs tersebut telah menjadi Arya selama ini,” tulis antropolog Gwendolyn Leick dalam jurnal Folklore tahun 1997.

Hubungan antara swastika dan asal-usul Indo-Eropa, setelah dipalsukan, tidak mungkin untuk disingkirkan. Hal itu memungkinkan proyeksi perasaan dan asosiasi nasionalis ke dalam simbol universal. Karena itu, simbol swastika berfungsi sebagai penanda batas yang membedakan antara identitas non-Arya. “Atau lebih tepatnya non-Jerman dan Jerman,” tambah Boissoneault.

Bagaimana swastika menjadi simbol Nazi?

Seiring dengan semakin eratnya hubungan swastika dengan nasionalisme Jerman, pengaruh Adolf Hitler pun tumbuh. Ia mengadopsi swastika sebagai simbol partai Nazi pada tahun 1920.

“Hitler tertarik padanya karena simbol itu sudah digunakan dalam kelompok nasionalis dan rasialis lainnya,” kata Steven Heller, penulis The Swastika: Symbol Beyond Redemption. “Saya pikir ia juga secara naluriah memahami bahwa harus ada simbol yang sekuat palu dan arit [komunis], yang merupakan musuh terdekat mereka,” ujar Heller.

Untuk lebih mengukuhkan swastika sebagai simbol kekuatan Nazi, Joseph Goebbels (menteri propaganda Hitler) mengeluarkan dekrit pada 19 Mei 1933. Dekrit itu berisi larangan penggunaan salib berkait secara komersial tanpa izin.

Simbol swastika juga ditampilkan secara mencolok dalam film propaganda tahun 1936 karya sutradara Leni Riefenstahl, Triumph of the Will.

Simbol swastika pun menghiasi seragam, bendera, dan bahkan berfungsi sebagai formasi pawai di berbagai rapat umum Nazi.

Apa arti swastika saat ini?

Pada tahun-tahun pascaperang, Jerman melarang penggunaan swastika dan penghormatan Nazi di depan umum. Namun ada pengecualian. Swastika dapat digunakan di lingkungan pendidikan. Selain itu, menampilkan simbol swastika dalam konteks yang dilarang dapat mengakibatkan hukuman yang berat.

Namun, beberapa sejarawan berpendapat bahwa upaya semacam itu hanya akan mempertahankan kekuatan simbol tersebut. Saat ini, swastika digunakan oleh organisasi supremasi kulit putih di seluruh dunia. Para pengacau antisemit sering menjadi berita utama. Mereka menyemprotkan cat swastika di sinagoge, pusat komunitas Yahudi, taman bermain anak-anak, dan bahkan tugu peringatan Holocaust.

"Saya pikir Anda tidak akan menang," kata Heller. "Anda bisa mencoba memadamkannya. Dan jika itu yang terjadi, Anda harus mencuci otak banyak orang—atau membiarkannya terus berlanjut.

Selama simbol swastika menarik perhatian orang, selama itu melambangkan kejahatan, selama simbol itu masih ada, sangat sulit untuk “membersihkannya”.