Bayangan 'Raja Kafir' Buat Melayu-Nusantara Menggandeng Ottoman

By Muflika Nur Fuaddah, Sabtu, 28 September 2024 | 14:22 WIB
Komunitas Arab di depan gerbang tengah merayakan penobatan Ratu Wilhelmina di Surabaya, 1898. (Nationaal Museum van Wereldculturen)

"Meski begitu Ottoman pada dasarnya tidak memiliki agenda politik yang khusus ke kawasan timur, khususnya Asia Tenggara, sebagaimana diungkap," lanjutnya.

Menyangkut periode abad ke-19, koleksi arsip Istanbul mencatat salah satu hubungan yang terjadi antara Kekaisaran Ottoman dengan kerajaan Kedah di Semenanjung Malaya. Kedah meminta Ottoman membantunya melawan penguasaan Siam sejak 1821.

Petisi Kedah dikirim pada 1824, melalui seorang Turki bernama Osman Efendi yang mengunjungi kerajaan pada 1823, tidak lama setelah “raja kafir” menginvasi dan menguasai kerajaan tersebut sampai 1839.

Dalam surat itu, penguasa Siam digambarkan telah menduduki Kedah, membunuh saudara raja, beberapa menteri dan tokoh masyarakat, termasuk sejumlah orang sayyid.

Surat berikutnya berisi petisi untuk proteksi Ottoman dikirim kerajaan Riau-Lingga, tepatnya Raja Ali bin Raja Ja’far (berkuasa 1844-1857). Meski Belanda berada di belakang kekuasaannya, konflik yang senantiasa terjadi dengan Sultan Melayu, tepatnya Mahmud Muzaffar Syah (berkuasa 1842-1858), bisa jadi merupakan faktor yang mendorong Raja Ali memohon proteksi Ottoman.

Dia berharap bahwa Ottoman bisa memberi jaminan kekuasaan terutama di tengah kondisi kolonial yang kerap tidak menentu. Selain samping itu, sikap dan orientasi keagamaan Raja Ali, digambarkan sebagai pemberi perhatian besar pada penguatan kehidupan keagamaan di Penyengat, juga menjadi satu faktor pendorong untuk menjalin hubungan diplomatis dengan Ottoman.

Melihat surat petisi Raja Ali, tampak bahwa isu jaminan kekuasaan politik Yang Dipertuan Muda Bugis menjadi perhatian utama. Dia memohon menjadi bagian dari, dan memperoleh perlindungan oleh Ottoman agar pemerintahan dan anak keturunanya di Riau bisa terjamin, serta tidak ada yang menentang kekuasaannya.

Untuk itu, dia juga memohon Ottoman memberi sejenis surat resmi keputusan terkait posisi formal yang diharapkan, berikut medali tingkat tinggi dan bendera Ottoman untuk dipasang dalam rangka penghormatan atas superpower Islam.

Surat yang dibawa Sayyid Husayn Efendi dan Syaikh Ahmad Efendi tersebut, bertanggal 1848, diterima Perdana Menteri Ottoman dan selanjutnya menjadi dasar surat resmi yang dibuatnya kepada Sultan pada 1857.

Satu hal yang perlu ditekankan, kesalehan berikut kontribusi keagamaan Raja Ali menjadi poin utama yang ditekankan baik dalam surat dari Mekkah maupun Perdana Menteri.

Atas dasar argumen itu pula, medali Medici tingkat tiga kemudian dianugrahkan kepada Raja Ali oleh Sultan Abdul Majid I dari Istabul pada 1858.

Baca Juga: Perjalanan Sutomo yang 'Buang Muka' Terhadap Ottoman, Pilih Hiraukan Ataturk