Misteri Monyet Yunani Kuno, Petunjuk Penting Dunia Zaman Perunggu

By Ricky Jenihansen, Selasa, 1 Oktober 2024 | 12:00 WIB
Lukisan dinding monyet Yunani kuno itu menunjukkan bahwa Eropa dan Asia Selatan telah memiliki hubungan dagang sejak 3.600 tahun yang lalu. (Wikimedia Commons/ CC BY-SA 4.0)

Nationalgeographic.co.id—Monyet biru yang dilukis di dinding Akrotiri di pulau Santorini, Yunani telah lama menarik perhatian sejarawan. Lukisan dinding monyet Yunani kuno itu menunjukkan bahwa Eropa dan Asia Selatan telah memiliki hubungan dagang sejak 3.600 tahun yang lalu.

Lukisan monyet Yunani kuno merupakan salah satu dari banyak hewan yang ditemukan di lukisan dinding kota berusia 3.600 tahun.

Peneliti Tracie McKinney dan Marie Nicole Pareja Cummings menulis untuk The Conversation mengulas misteri monyet Yunani kuno tersebut.

Tracie McKinney adalah Dosen Senior Biologi Manusia, University of South Wales. Sementara Marie Nicole Pareja Cummings adalah Konsultan, Museum Arkeologi dan Antropologi, University of Pennsylvania.

Menurut mereka, sejarawan telah mempelajari mural tersebut selama beberapa dekade sejak ditemukan pada tahun 1960-an dan 1970-an di pulau tersebut, yang dulunya dikenal sebagai Thera.

"Namun, ketika kami dan tim primatologis lainnya baru-baru ini memeriksa lukisan tersebut, kami menyadari bahwa monyet tersebut dapat memberikan petunjuk bahwa dunia Zaman Perunggu jauh lebih terglobalisasi daripada yang diperkirakan sebelumnya," tulis mereka.

Para arkeolog berasumsi bahwa monyet tersebut adalah spesies Afrika yang mungkin pernah berhubungan dengan orang Aegea yang membangun Akrotiri melalui hubungan dagang dengan Mesir.

Namun, mereka pikir lukisan tersebut sebenarnya menggambarkan lutung Hanuman, spesies dari anak benua India.

Ini menunjukkan bahwa orang Aegea, yang datang dari Kreta dan pulau-pulau Cycladic di Laut Aegea, mungkin memiliki rute perdagangan yang mencapai lebih dari 4.000 km.

Lukisan dinding Akrotiri diawetkan oleh abu dari gunung berapi yang menghancurkan kota itu sekitar abad ke-16 atau ke-15 SM.

Lukisan tersebut menawarkan sekilas pandang yang luar biasa tentang peradaban awal di Eropa.

Baca Juga: Seberapa Besar Dampak Sampah Plastik terhadap Kehidupan Monyet?

"Kami belum dapat menerjemahkan tulisan Aegea yang paling awal, tetapi lukisan-lukisan itu menunjukkan betapa majunya masyarakat, ekonomi, dan budaya orang-orang ini," tulis mereka.

Banyak seni hewan dari periode ini digeneralisasi, yang berarti sulit untuk mengidentifikasi spesies individu dengan yakin.

Dalam kasus monyet, mungkin para ahli juga tidak memiliki sisa-sisa fisik dari permukiman Aegea untuk memberikan bukti tambahan tentang spesies mana yang digambarkan.

Alasan mengapa para arkeolog dan sejarawan seni berasumsi bahwa mereka berasal dari Mesir adalah karena itu adalah lokasi terdekat dengan populasi monyet asli yang diketahui memiliki hubungan dagang dengan Aegea.

Hasilnya, monyet Akrotiri telah diidentifikasi secara beragam sebagai babun, vervet, dan monyet grivet, semua spesies Afrika yang hidup di wilayah yang luas.

Terkait hal tersebut, Marie Pareja memutuskan untuk mengambil pendekatan yang berbeda. Ia mengumpulkan tim primatologis yang mempelajari kera, monyet, dan lemur, termasuk ilustrator taksonomi terkenal, Stephen Nash.

"Bersama-sama, kami memeriksa foto-foto karya seni dan membahas hewan yang digambarkan, dengan mempertimbangkan tidak hanya warna dan pola bulu tetapi juga ukuran tubuh, proporsi anggota tubuh, postur duduk dan berdiri, dan posisi ekor," lanjutnya.

"Sementara kami semua sepakat bahwa beberapa hewan yang digambarkan adalah babun, seperti yang diperkirakan sebelumnya, kami mulai memperdebatkan identifikasi hewan dari satu adegan tertentu."

Detail dari fresco “Blue Monkeys” di lukisan Akrotiri, Santorini. (Museum of Prehistoric Thera)

Mengidentifikasi Monyet Yunani kuno

Monyet tersebut dilukiskan berwarna abu-abu kebiruan, tetapi meskipun beberapa monyet yang masih hidup memiliki bercak kecil kulit biru, seperti misalnya warna biru pada wajah mandrill (monyet dukut), tapi tidak ada yang berbulu biru.

Ada monyet hutan Afrika yang disebut monyet biru, tetapi warnanya sebagian besar zaitun atau abu-abu gelap, dan pola wajahnya tidak sesuai dengan yang ada di lukisan.

"Jadi, kami perlu menggunakan karakteristik lain untuk mengidentifikasi mereka," tulis mereka.

Mereka sebelumnya diyakini sebagai vervet atau grivet, monyet kecil dengan berat antara 3 kg dan 8 kg (kira-kira seukuran kucing rumahan) yang ditemukan di sabana Afrika utara dan timur.

Meskipun bulunya putih keperakan, mereka juga memiliki tangan dan kaki berwarna gelap dan tampilan keseluruhan yang sesuai dengan penggambaran dalam lukisan.

Namun demikian, lutung Hanuman yang lebih besar, dengan berat 11 kg hingga 18 kg, memiliki tampilan yang serupa. Mereka juga bergerak sangat berbeda, dan ini penting untuk identifikasi.

Kedua primata tersebut terutama hidup di tanah (bukan di pohon) dan memiliki tungkai dan ekor yang panjang.

Hanya saja, lutung cenderung memiliki ekor yang mengarah ke atas, seperti bentuk S atau C atau melengkung ke arah kepala sementara vervet membawa ekornya dalam garis lurus atau melengkung ke bawah.

Posisi ekor ini digambarkan berulang di beberapa gambar dan menjadi faktor kunci dalam mengidentifikasi monyet-monyet tersebut sebagai lutung Hanuman.

Bukti Arkeologi

Seperti diketahui, ada bukti arkeologi bahwa masyarakat Aegea memiliki akses ke beberapa jenis mineral. Seperti misalnya timah, lapis lazuli, dan agate yang berasal dari luar pegunungan Zagros di perbatasan barat Iran modern.

Namun, detail artistik lukisan Akrotiri, dibandingkan dengan seni monyet lain pada masa itu, menunjukkan bahwa para seniman telah melihat hewan hidup, mungkin saat bepergian ke luar negeri.

Dapat dipahami bahwa para ilmuwan sebelumnya mengira monyet-monyet tersebut berasal dari Afrika.

Hal itu karena hubungan antara Aegea dan Mesir sudah diketahui dengan baik dan didukung oleh bukti arkeologi.

"Jika Anda berharap menemukan monyet Afrika, Anda hanya akan melihat hewan-hewan Afrika untuk kemungkinan penjelasan," lanjut mereka.

"Namun, sebagai ahli primata, kami dapat memberikan pandangan baru pada bukti-bukti tersebut tanpa prasangka tentang masyarakat kuno atau rute perdagangan dan mempertimbangkan spesies yang hidup lebih jauh."