Nationalgeographic.co.id—Mesir adalah rumah bagi salah satu peradaban tertua dalam sejarah dunia. Dihuni terus-menerus sejak milenium ke-4 SM, kota-kota Mesir kuno bangkit dan runtuh. Pusat-pusat politik, agama, dan perdagangan yang dulunya kuat pun menghilang seiring waktu.
Saat para arkeolog menjelajahi pasir dan dasar laut Mesir, mereka menemukan kembali kota-kota yang hilang. Penemuan kembali kota-kota tersebut mengungkap rahasia baru tentang dunia Mesir kuno.
Kota Amarna Akhenaten
Amarna terletak sekitar 400 kilometer di utara Luxor di tepi timur Sungai Nil. Kota ini dibangun oleh Akhenaten sekitar tahun 1348 SM. Amarna tidak hilang dalam arti fisik, karena orang Mesir terus tinggal di daerah itu selama berabad-abad. Namun, asal-usul sebenarnya dari ibu kota kuno itu hilang. Pasalnya penerus Akhenaten dengan hati-hati menghapus bukti pemerintahannya dari catatan sejarah.
Pada akhir abad ke-18, minat ilmiah terhadap reruntuhan yang luas itu meningkat dan para arkeolog tertarik ke situs itu. Situs itu dipetakan oleh para peneliti dari seluruh dunia.
Penduduk setempat menemukan artefak menakjubkan seperti Surat-Surat Amarna. Ditulis pada lempengan tanah liat, surat-surat ini merupakan contoh korespondensi diplomatik antara Mesir dan wilayah tetangga selama Kerajaan Baru.
Penemuan penting lainnya dari Amarna adalah patung Ratu Nefertiti yang terkenal, istri Akhenaten. Penemuan ini sangat penting karena kemiripan dan kisahnya dihapus dari catatan bersama dengan kisah suaminya yang kontroversial.
Apa yang terjadi dengan Amarna?
Kota Amarna tidak pernah benar-benar hilang. Sejarah pendirinya dan rincian pemerintahan Akhenaten pada dasarnya dihapus dari catatan sejarah oleh para penerusnya. Setelah kematian Akhenaten, Thebes ditetapkan kembali sebagai ibu kota. Semua operasi administratif istana dipindahkan.
Para peneliti telah menemukan bukti bahwa Amarna diduduki setidaknya selama satu generasi penuh setelah pemerintahan Akhenaten. Akhirnya kota itu sepenuhnya ditinggalkan. Desa-desa didirikan lebih dekat ke Sungai Nil dan di seberang sungai.
Baca Juga: Temuan Surat Amarna Milik Firaun, Ungkap Politik-Agama Mesir Kuno
Tanis, pusat perdagangan yang kaya di Mesir kuno
Dipopulerkan oleh Indiana Jones dan Raiders of the Lost Ark, Tanis yang hilang menghasilkan banyak sekali informasi dan artefak yang memukau. Namun, sebagian besar penggambaran sinematik kota tersebut adalah fiksi. “Tidak ada Tabut Perjanjian atau Nazi yang terlibat dalam penemuan kota yang hilang ini,” tulis Jessica Kenmore di laman The Collector.
Terletak di timur laut Delta Sungai Nil, kota kuno Tanis merupakan pusat perdagangan yang kaya. Kota ini jaya selama berabad-abad sebelum Aleksandria didirikan. Selama dinasti ke-21 dan ke-22 Mesir kuno, Tanis juga berfungsi sebagai tempat kedudukan kerajaan untuk Mesir Hilir.
Para arkeolog mulai menggali Tanis pada abad ke-19. Pada tahun 1939 sebuah kompleks makam kerajaan yang spektakuler ditemukan. Penemuan luar biasa ini mencakup ruang makam utuh yang tidak terganggu selama hampir 3.000 tahun. Kuil, kompleks perumahan, dan banyak artefak ditemukan selama penggalian berikutnya. Beberapa artefak paling luar biasa ditemukan dari makam. “Termasuk sarkofagus yang rumit, topeng emas, perhiasan, dan keramik mewah,” Kenmore menambahkan.
Penemuan penting lainnya adalah ruang makam Raja Sheshonq II. Nama dan kisah tentang sang raja hilang sampai para arkeolog menemukan makamnya.
Apa yang terjadi pada Tanis?
Tanis bangkit pada masa ketika kekuatan politik terbagi. Seiring berjalannya waktu, kekuasaan menjadi terkonsolidasi. Ibu kota Mesir Hilir akhirnya ditinggalkan demi Memphis. Struktur kota yang dulunya ramai dan makmur itu tertutup pasir dan lumpur saat Sungai Nil akhirnya bergeser.
Kota Abydos dari era pradinasti
Abydos mungkin paling dikenal sebagai rumah bagi kuil Seti I yang ikonik. Terletak di Mesir Hulu, kota ini telah lama menjadi situs suci. Kota ini berfungsi sebagai pekuburan bagi bangsawan Mesir sebelum dinasti ke-1. Kemudian, Abydos berfungsi sebagai tujuan ziarah untuk pemujaan Osiris.
Makam-makam tersebut mengungkap artefak dan prasasti spektakuler. Prasasti-prasasti memberikan informasi yang berkaitan dengan periode pradinasti Mesir. Bejana keramik yang utuh telah mengungkap nama-nama raja pradinasti. Dan ada bukti bahwa bahasa tulis Mesir berkembang lebih awal dari yang diperkirakan sebelumnya oleh para sejarawan.
Kuil Seti I yang terkenal dianggap sebagai salah satu yang paling penting dari semua situs Mesir kuno. Berusia lebih dari 3.000 tahun, struktur batu kapur yang megah ini terbuka menjadi aula berpilar yang ikonik. Kuil ini menampung beberapa halaman dan kapel yang dihias dengan rumit. Dinding kapel sangat penting bagi catatan sejarah. Pasalnya, ukiran-ukiran kapel menggambarkan adegan pemakaman yang penting.
Di nekropolis kuno tersebut juga ditemukan pabrik bir berskala industri yang dianggap sebagai yang tertua di dunia. Para peneliti memperkirakan bahwa pusat produksi ini berusia 5.000 tahun. Pabrik ini mampu menyediakan hampir 6.000 galon bir sekaligus. Prasasti makam menunjukkan bahwa bir tersebut digunakan dalam ritual pemakaman yang dilakukan di Abydos.
Apa yang terjadi pada Abydos?
Seiring berjalannya waktu, para firaun mengubah preferensi pemakaman mereka. Firaun mulai membangun makam yang lebih dekat dengan tempat kedudukan kerajaan mereka. Meskipun raja-raja tidak lagi dimakamkan di Abydos, kota tersebut merupakan tempat ziarah bagi pemujaan Osiris. Osiris adalah salah satu dewa terpenting di Mesir Kuno.
Abydos menjadi tujuan untuk prosesi keagamaan tahunan. Peziarah meyakini bahwa Osiris dimakamkan di Abydos. Nekropolis tersebut berkembang. Banyak kapel dan makam yang dibangun oleh para bangsawan Mesir yang ingin dimakamkan di dekat Osiris.
Kota bawah laut Heracleion
Heracleion merupakan pusat kekayaan dan budaya. Kota Mesir kuno ini terendam di muara Delta Nil selama sekitar 1.500 tahun. Berasal dari abad ke-7 SM, kota pelabuhan ini berkembang pesat hingga tenggelam ke laut pada abad ke-8 M. Kota ini diperkirakan merupakan pelabuhan terbesar di Mediterania hingga Aleksandria didirikan pada tahun 331 SM.
Kota ini dihuni oleh pedagang dan perajin Mesir dan Yunani. Hal ini dibuktikan oleh berbagai artefak menakjubkan yang ditemukan dari reruntuhan yang tenggelam. Sebuah tempat suci Yunani yang ditujukan untuk Aphrodite juga ditemukan di Heracleion. Tempat suci itu penuh dengan artefak keramik dan perunggu. Senjata Yunani kuno juga ditemukan. Senjata-senjata itu diperkirakan milik tentara bayaran yang bertugas mempertahankan cabang Kanopik Sungai Nil.
Reruntuhan Heracleion berada sekitar tujuh kilometer dari pantai Mesir modern, di bawah kedalaman sekitar sepuluh meter. Kuil dan reruntuhan bangunan lain ditemukan bersama dengan patung-patung besar dan barang-barang mewah. Seperti perhiasan dan keramik Yunani impor. Sebuah tumulus juga ditemukan, yang merupakan area permakaman tradisional Yunani.
Para arkeolog menyadari skala penuh kota pelabuhan yang dulunya ramai ini. Kota ini diatur di sekitar kuil pusat, dengan lingkungan yang dihubungkan oleh kanal. Sekitar 70 bangkai kapal dan lebih dari 700 jangkar perahu kuno ditemukan di antara kanal-kanal tersebut.
Apa yang terjadi pada Heracleion?
Seiring berjalannya waktu, daerah tersebut mengalami gempa bumi dan naiknya permukaan air laut. Bencana itu memicu banjir di daratan di muara Sungai Nil. Banjir ini menyebabkan tanah di bawah Heracleion “mencair”. Ketika tanah menjadi tidak stabil, bangunan batu yang berat di kota tersebut tenggelam ke Laut Tengah.
Hanya sedikit informasi tentang kota pelabuhan kuno ini yang dapat ditemukan dalam catatan sejarah yang masih ada. Karena itu, komunitas ilmiah tidak mengetahui lokasi pasti Heracleion hingga tahun 2000.
Kota Aten yang memukau
Dikenal sebagai "kota emas yang hilang", bekas ibu kota ini dinamai menurut dewa matahari Mesir, Aten. Berusia lebih dari 3.000 tahun, kota ini dianggap sebagai salah satu penemuan arkeologi terbesar sejak makam Tutankhamun yang terkenal.
Seperti banyak penemuan arkeologi penting lainnya, Aten ditemukan secara tidak sengaja saat para peneliti. Saat itu mereka sedang mencari mencari kuil pemakaman untuk Tutankhamun. Setelah menemukan kota yang hilang tersebut, penggalian dimulai pada bulan September 2020 di dekat Luxor.
Terletak di dekat ibu kota kuno Thebes, kota ini berasal dari dinasti ke-18 dan pemerintahan firaun Amenhotep III. Infomasi itu diperoleh dari bejana-bejana bertulis dan batu bata yang dicap dengan segel firaun. Sebagai firaun Kerajaan Baru, Amenhotep III memerintah selama masa kemakmuran dan kekuasaan. Aten merupakan pusat administrasi dan aktivitas industri selama apa yang dianggap sebagai zaman keemasan Mesir kuno.
Lingkungan yang digali di Aten menunjukkan bukti bagaimana kehidupan ketika kekaisaran berada pada puncak keemasannya. Kota itu sendiri terpelihara dengan sangat baik. Tembok-tembok lengkap dan rumah-rumah penuh dengan relik dan peralatan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Arkeolog juga menemukan toko roti, peralatan yang digunakan untuk pengerjaan logam dan produksi kaca, dan distrik administratif.
Apa yang terjadi dengan Aten?
Putra Amenhotep III, Amenhotep IV, membuat banyak perubahan pada politik dan agama Mesir kuno. Dikenal sebagai raja pemberontak atau sesat, Akhenaten merestrukturisasi jajaran dewa Mesir demi satu dewa – dewa matahari Aten. Akhenaten kemudian meninggalkan kursi kerajaan tradisional di Thebes dan kompleks administrasi di Aten demi kota Amarna yang baru dibangun.
Penemuan-penemuan kota kuno di atas mengungkap rahasia baru tentang peradaban Mesir.