Muslihat 'Dwifungsi ABRI' ala Pasukan Militer Kekaisaran Ottoman

By Muflika Nur Fuaddah, Senin, 7 Oktober 2024 | 12:00 WIB
Janisarri: tentara Ottoman termasuk yang pertama menggunakan artileri dan senapan (wikipedia)

Pasukan kavaleri (sipahis) terdiri dari para pejuang Turki yang direkrut dari berbagai provinsi. Mereka tidak tinggal di barak seperti tentara lainnya, melainkan hidup dari pendapatan tanah yang diberikan sebagai imbalan atas layanan militer, mirip dengan pengaturan feodal di Eropa abad pertengahan.

Masing-masing sipahis menyediakan kuda dan perlengkapannya sendiri. Mereka bertempur dengan kecepatan dan presisi, menggunakan pedang melengkung scimitar. Mereka juga menganakan pakaian zirah dan melilitkan serban sebelum memakai helm baja yang runcing.

Janissari berasal dari kata yen (baru) dan ceri (prajurit)  dalam bahasa Turki. Mereka mulai diorganisir di bawah Sultan Murad I agar setia kepada sultan. Rekrutan muda diberi seragam, celana, dan sepatu bot.

Mereka memakai topi tinggi dengan kain leher putih dan ditugaskan ke resimen (orta) yang menjadi rumah seumur hidup mereka.

Hanya kematian, desersi, atau perubahan komando yang bisa memisahkan seseorang dari resimennya. Setiap resimen memiliki lambang di atas baraknya dan di bendera sutra.

Janissari diizinkan memilih beberapa jenis senjata, tetapi secara umum mereka menggunakan senapan dan busur untuk menembakkan serangan jarak jauh, serta pedang dan gada untuk pertarungan jarak dekat.

Tentara Ottoman terus mengadopsi senjata api mulai pada abad ke-16. Namun, pada tahun 1700-an, senjata dan taktik mereka mulai ketinggalan zaman dibandingkan dengan pasukan Eropa.

Pada 1800-an, jumlah Janissari membengkak begitu besar sehingga mereka mulai menimbulkan masalah serius bagi negara. Pada 1826, jumlah mereka mencapai 135.000.

Perkembangan Janissari

Seiring berjalannya waktu, Janissari mengalami perubahan dalam struktur dan peran mereka. Pertama, perubahan peran sosial dan politik: dari milisi elit yang setia kepada Sultan, Janissari berkembang menjadi kekuatan politik yang sangat berpengaruh di Istanbul dan di wilayah-wilayah lain.

Mereka mengendalikan sebagian besar aspek militer dan bahkan sosial di kesultanan, sehingga kekuatan mereka meluas hingga mempengaruhi kebijakan negara.

Baca Juga: Bayangan 'Raja Kafir' Buat Melayu-Nusantara Menggandeng Ottoman