Semuanya berawal saat Perang Dunia I, ketika pasokan makanan menjadi langka. Saat itu, para ilmuwan Jerman telah menemukan bahwa jenis ragi tertentu dapat menghasilkan minyak. Sayangnya, penemuan ini sempat terlupakan setelah perang berakhir.
Untungnya, seiring dengan meningkatnya kekhawatiran terhadap dampak lingkungan dari produksi minyak kelapa sawit, minat terhadap minyak mikroba kembali tumbuh.
Minyak mikroba, yang dibuat dari ragi atau alga, memiliki beberapa keunggulan dibandingkan minyak nabati konvensional. Mikroba dapat dibudidayakan dalam kondisi yang terkendali, sehingga produksi minyak dapat dilakukan secara lebih efisien dan berkelanjutan.
Selain itu, komposisi minyak yang dihasilkan dapat disesuaikan sesuai dengan kebutuhan, misalnya untuk menghasilkan minyak dengan kandungan asam lemak yang lebih sehat.
Philipp Arbter, seorang ahli bioteknologi, melihat potensi besar dari teknologi ini. "Teknologi ini sebenarnya sangat tua namun tidak pernah sepenuhnya terintegrasi dalam industri, dan saya selalu penasaran mengapa, mengingat potensinya yang besar," ujar Arbter, seperti dilansir National Geographic.
Ia bahkan mendirikan sebuah perusahaan startup yang fokus pada pengembangan minyak mikroba. Menurut Arbter, teknologi ini sebenarnya sudah lama ada, namun baru sekarang mulai dikembangkan secara serius oleh industri.
Upaya mencari “pengganti” minyak kelapa sawit
Minyak kelapa sawit memang memiliki keunggulan yang membuatnya sulit untuk digantikan. Tanaman kelapa sawit sangat produktif. Bayangkan, dari satu hektar kebun kelapa sawit, kita bisa mendapatkan lebih dari 1,35 ton minyak setiap tahunnya! Ini jauh lebih banyak dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak lainnya seperti kacang tanah atau kedelai.
Selain itu, kelapa sawit bisa tumbuh subur di berbagai kondisi tanah dan iklim tropis, serta memiliki umur yang panjang hingga 25 tahun. Keunggulan-keunggulan inilah yang membuat kelapa sawit menjadi tanaman penghasil minyak yang sangat efisien dan harganya pun relatif murah.
Hal ini menjadikan kelapa sawit "Lebih produktif daripada tanaman tahunan seperti kacang tanah, kedelai, dan tanaman penghasil minyak lainnya," kata ilmuwan konservasi Erik Meijaard, ketua bersama dari IUCN Oil Crops Task Force.
Bukan hanya itu, komposisi minyak kelapa sawit juga unik. Kandungan lemak jenuh dan tak jenuhnya yang seimbang membuat minyak ini sangat stabil dan tidak mudah rusak. Hal ini membuat makanan yang menggunakan minyak kelapa sawit memiliki umur simpan yang lebih lama.
Baca Juga: Ketika Hutan Sumatra Menjelma Perkebunan, Bagaimana Nasib Jaring Makanan?