'Tebus Dosa Karbon', Kompas.com Tanam 5.000 Bibit Mangrove di Subang

By Lastboy Tahara Sinaga, Sabtu, 12 Oktober 2024 | 08:00 WIB
Berdasarkan laporan Kompas.com, Pantai Pondok Bali di Desa Mayangan, Subang, mengalami abrasi parah. Sekitar 11 hektar lahan pesisir telah tenggelam, dan garis pantai telah bergeser sejauh 1,5 kilometer akibat abrasi. (Donny Fernando/National Geographic Indonesia)

Nationalgeographic.co.id—Bumi, rumah kita, kini telah memasuki babak baru bernama Antroposen. Era di mana aktivitas manusia memiliki pengaruh global pada geologi dan ekologi di bumi.

Dampaknya seperti krisis iklim, kerusakan habitat alami, sampai berujung pada kepunahan massal. Istilah Antroposen sendiri dipopulerkan pertama kali oleh ahli kimia pemenang Hadiah Nobel, Paul Crutzen, dan ahli biologi Eugene Stoermer pada 2000.

Meski demikian, di tengah kondisi bumi yang semakin rapuh, kawasan pesisir muncul sebagai solusi berbasis alam yang menjanjikan. Mangrove misalnya, memiliki kemampuan menyerap karbon dioksida dalam jumlah besar. Vegetasi ini berperan penting dalam mengurangi jejak karbon dan mitigasi perubahan iklim.

Didi Kaspi Kasim dalam gelar wicara “Jernihkan Dunia melalui Blue Carbon: Mengapa Konservasi Laut dan Pesisir begitu Penting dan Mendesak?” di Gedung Kompas Gramedia. (Donny Fernando/National Geographic Indonesia)

“Kemampuan pesisir kita menyimpan karbon, jauh lebih besar daripada hutan tropis hari ini,” ungkap Didi Kaspi Kasim dalam gelar wicara “Jernihkan Dunia melalui Blue Carbon: Mengapa Konservasi Laut dan Pesisir begitu Penting dan Mendesak?” di Gedung Kompas Gramedia, Rabu (9/10/2024).

Ia juga menekankan bagaimana potensi garis pantai Indonesia yang panjang membuat ekosistem pesisir seperti mangrove, lamun, dan koral, semakin memainkan peran penting dalam penyerapan karbon.

"Indonesia adalah negara climate super power dengan garis pantai yang panjang. Karena kita punya cadangan lahan untuk menimbun karbon lebih besar dari siapa pun di planet ini,” pungkasnya dalam gelar wicara tersebut.

Sebagai media digital terkemuka di Indonesia, Kompas.com menyadari bahwa perkembangan dan eksplorasi digitalnya tak hanya membawa dampak positif bagi peradaban. Namun, juga diikuti oleh risiko-risiko negatif bagi lingkungan, seperti jejak karbon.

Sebagai platform digital, Kompas.com memahami bahwa operasional dari penggunaan server hingga konsumsi energi, berkontribusi terhadap jejak lingkungan. Selama 2023, jejak karbon yang mereka hasilkan tercatat sebesar 211,15 ton CO2Eq.

Sadar akan tanggung jawabnya terhadap bumi, Kompas.com pun memulai sebuah perjalanan menuju masa depan yang lebih hijau. 

Salah satu langkahnya adalah mengganti pencahayaan dengan LED yang lebih hemat energi. Mereka juga berkolaborasi dengan SayaPilihBumi meluncurkan program Wali Asuh Mangrove di Pantai Pondok Bali, Subang, Jawa Barat. 

Baca Juga: Krill, Makhluk Mini yang Sanggup Simpan Karbon Sebanyak Lamun dan Mangrove