Pasangan tidak sah itu berencana untuk membunuh Agamemnon ketika dia kembali dari Troy. Mereka berharap mereka akan bebas untuk menjalani hidup bersama setelah itu.
Keinginan Clytemnestra untuk membalas dendam atas kematian tragis Iphigenia, dikombinasikan dengan kemarahannya yang semakin besar terhadap suaminya, mendorong keputusannya untuk mengikuti jalan yang berbahaya ini.
Setelah Agamemnon kembali dengan kemenangan dari Troy, raja yang tak kenal takut itu disambut dengan senyuman tipis oleh Clytemnestra.
Dalam sebuah tindakan yang penuh perhitungan, dia menutupinya dengan jaring atau jubah saat dia mandi dan membunuhnya secara brutal dengan bantuan kekasihnya, Aegisthus.
Tindakan ini bukan hanya puncak dari dendam pribadi tetapi juga pernyataan berani atas nama Clytemnestra terhadap struktur patriarki yang telah menganiayanya sepanjang hidupnya.
Pembunuhan Agamemnon
Menurut mitologi Yunani, Agamemnon meninggal dengan cara yang menyedihkan dan kejam saat kembali dari Perang Troya.
Istrinya, Clytemnestra, dan kekasihnya, Aegisthus, membunuhnya dengan kejam, karena dendam atas perbuatannya di masa lalu.
Clytemnestra punya banyak alasan untuk membenci suaminya. Yang paling penting, sebelum perang, Agamemnon mengorbankan bayi perempuannya, Iphigenia, untuk menenangkan dewi Artemis.
Pengorbanan itu bertujuan agar armada Yunani dapat berlayar ke Troya dengan angin yang menguntungkan untuk mencapai tujuan mereka. Tindakan tragis itu membuat Clytemnestra sangat membenci suaminya.
Alasan lain mengapa Clytemnestra sangat membenci suaminya adalah karena Agamemnon kembali dari perang selama satu dekade dengan seorang selir, yaitu putri Troya, Cassandra.