Kisah Clytemnestra yang benar-benar kontroversial dalam mitologi Yunani ini telah diabadikan dalam berbagai teks kuno dan bertahan hingga hari ini.
Karakter Clytemnestra ditampilkan secara mencolok dalam karya Oresteia karya Aeschylus, di mana karakternya digambarkan sebagai penjahat, terluka, dan karena itu layak mendapat simpati.
Sosoknya yang kontroversial juga telah menjadi titik fokus dalam karya-karya Sophocles dan Euripides. Masing-masing karya tersebut menawarkan interpretasi unik tentang motivasi dan tindakannya.
Karena peristiwa-peristiwa ini, sepanjang sejarah, Clytemnestra telah digambarkan oleh para penulis, seniman, dan pembuat film sebagai pembunuh yang kejam.
Di sisi lain, ia dideskrifsikan sebagai wanita yang teraniaya dan hanya ingin membalas dendam atas apa yang telah terjadi padanya.
Dalam cerita ulang yang lebih modern oleh penulis seperti Madeline Miller dan Costanza Casati, ia juga sering ditampilkan sebagai karakter yang memiliki banyak sisi.
Ia telah berusaha sebaik mungkin di dunia yang didominasi oleh dominasi laki-laki.
Narasi alternatif ini menekankan kekuatannya yang menginspirasi, yang bertentangan dengan kepercayaan konvensional yang menggambarkan perempuan sebagai sosok yang lemah dan patuh.
Oleh karena itu, kisah Clytemnestra dalam dunia mitologi Yunani patut dicatat baik karena aspek dramatisnya maupun penggunaan subjek-subjek seperti keadilan, otoritas, dan gender secara sengaja.
Tindakannya yang berani dan tak kenal takut menentang stigma perempuan dalam masyarakat Yunani kuno.
Keberanian dan karakternya ini mengubahnya menjadi simbol perlawanan dan kisah peringatan tentang bahaya ambisi yang tidak etis dan berpotensi tidak terkendali.
Oleh karena itu, warisannya relevan dalam wacana modern tentang pemberdayaan perempuan. Dengan mengambil peran yang secara tradisional bersifat laki-laki seperti peran sebagai pembalas dendam.
Clytemnestra menantang norma-norma sosial Yunani kuno dan menegaskan otonominya dalam lingkungan yang didominasi laki-laki.