Selidik Clytemnestra, Pahlawan atau Penjahat dalam Mitologi Yunani?

By Ricky Jenihansen, Minggu, 13 Oktober 2024 | 08:00 WIB
Lukisan pembunuhan Clytemnestra dan Aegistus oleh Orestes dalam mitologi Yunani. (Charles-Auguste Van den Berghe/Public Domain)

Nationalgeographic.co.id—Sosok Clytemnestra telah membuat banyak pencinta mitologi Yunani di seluruh dunia terpesona. Kisah hidup Ratu Mycenae Clytemnestra yang menarik dan kontroversial telah menginspirasi banyak penulis dan seniman hingga saat ini.

Kisah hidupnya yang luar biasa dibentuk dan didefinisikan dengan cinta, kepahitan, dan balas dendam. Kisahnya telah memikat pembaca di seluruh dunia selama berabad-abad.

Kehidupan Clytemnestra sebagai istri Agamemnon dan saudara tiri Helen dari Troy sangat terkait dengan beberapa peristiwa dan karakter paling penting dalam mitologi Yunani kuno.

Clytemnestra adalah putri Tyndareus yang merupakan Raja Sparta dan Leda. Ia berasal dari keluarga kaya dan menikmati semua kemewahan yang tersedia saat itu. Saudara-saudaranya termasuk Helen dari Troy, Castor, dan Polydeuces (Pollux). Hal ini menempatkan Clytemnestra dalam jajaran tokoh penting dalam mitologi Yunani.

Pendidikannya di Sparta mencakup pelatihan sebagai prajurit dan pemburu. Keterampilan tersebut kemudian terbukti berguna dan membentuk tindakannya sebagai ratu, sesuai yang diharapkan keluarganya.

Peran Penting Clytemnestra dalam mitologi Yunani

Kehidupan Clytemnestra berubah drastis ketika ia menikahi Agamemnon, Raja Mycenae. Peristiwa ini merupakan langkah strategis dalam hal aliansi politik dan penyebab kekacauan emosional.

Keputusan Agamemnon untuk mengorbankan putrinya Iphigenia dalam upaya untuk menenangkan dewi Artemis memicu serangkaian peristiwa yang menyebabkan kematiannya yang tragis.

Tindakan ini sangat menyakiti Clytemnestra dan ternyata menjadi momen yang menentukan. Hal itu akan memicu keinginannya untuk membalas dendam di masa depan.

Selama Agamemnon tidak ikut dalam Perang Troya, Clytemnestra menjadikan Aegisthus sebagai kekasihnya, sebuah tindakan yang sangat tidak etis dan berisiko.

Aegisthus memiliki dendamnya sendiri terhadap Agamemnon karena masalah keluarga sebelumnya. Jadi dia menemukan kesempatan yang sempurna untuk membalas dendam terhadap Agamemnon.

Baca Juga: Iphigenia, Tokoh Wanita Paling Misterius dalam Mitologi Yunani

Pasangan tidak sah itu berencana untuk membunuh Agamemnon ketika dia kembali dari Troy. Mereka berharap mereka akan bebas untuk menjalani hidup bersama setelah itu.

Keinginan Clytemnestra untuk membalas dendam atas kematian tragis Iphigenia, dikombinasikan dengan kemarahannya yang semakin besar terhadap suaminya, mendorong keputusannya untuk mengikuti jalan yang berbahaya ini.

Setelah Agamemnon kembali dengan kemenangan dari Troy, raja yang tak kenal takut itu disambut dengan senyuman tipis oleh Clytemnestra.

Dalam sebuah tindakan yang penuh perhitungan, dia menutupinya dengan jaring atau jubah saat dia mandi dan membunuhnya secara brutal dengan bantuan kekasihnya, Aegisthus.

Tindakan ini bukan hanya puncak dari dendam pribadi tetapi juga pernyataan berani atas nama Clytemnestra terhadap struktur patriarki yang telah menganiayanya sepanjang hidupnya.

Lukisan Clytemnestra oleh John Collier, 1882. (Public Domain/Wikimedia Commons)

Pembunuhan Agamemnon

Menurut mitologi Yunani, Agamemnon meninggal dengan cara yang menyedihkan dan kejam saat kembali dari Perang Troya.

Istrinya, Clytemnestra, dan kekasihnya, Aegisthus, membunuhnya dengan kejam, karena dendam atas perbuatannya di masa lalu.

Clytemnestra punya banyak alasan untuk membenci suaminya. Yang paling penting, sebelum perang, Agamemnon mengorbankan bayi perempuannya, Iphigenia, untuk menenangkan dewi Artemis.

Pengorbanan itu bertujuan agar armada Yunani dapat berlayar ke Troya dengan angin yang menguntungkan untuk mencapai tujuan mereka. Tindakan tragis itu membuat Clytemnestra sangat membenci suaminya.

Alasan lain mengapa Clytemnestra sangat membenci suaminya adalah karena Agamemnon kembali dari perang selama satu dekade dengan seorang selir, yaitu putri Troya, Cassandra.

Tindakan ini dianggap oleh Clytemnestra sebagai pengkhianatan, yang membuatnya malu dan marah.

Selain Clytemnestra, Aegisthus juga punya alasan untuk membenci Agamemnon. Sudah terjadi perseteruan berdarah antara kedua keluarga mereka.

Ayah Aegesthus, Thyestes, telah dikhianati oleh ayah Agamemnon, Atreus. Aegisthus sebenarnya adalah sepupu Agamemnon dan telah menghabiskan seluruh hidupnya untuk membalas dendam pada keluarga Agamemnon.

Karena Agamemnon telah lama menghilang, Aegisthus dan Clytemnestra berselingkuh dan merencanakan pembunuhan Agamemnon bersama-sama.

Menurut beberapa versi kisah mitologi Yunani, pembunuhan dilakukan Clytemnestra saat suaminya lengah.

Dalam cerita terkenal Aeschylus, ketika Agamemnon kembali ke rumah, Clytemnestra yang tampaknya ramah menyambutnya, menunggu sampai dia lengah.

Ketika dia sedang mandi, dia menutupinya dengan jaring atau jubah dan menikamnya sampai mati.

Setelah kejahatan kejam ini, Clytemnestra dan Aegisthus naik takhta Mycenae dan memerintah wilayah mereka selama tujuh tahun.

Dalam versi awal Homer dalam Odyssey, Aegisthus menempatkan para penjaga untuk mengawasi kepulangan Agamemnon, lalu membujuknya ke sebuah perjamuan di mana ia dan para pengikutnya disergap dan dibunuh.

Dalam kedua kasus tersebut, Agamemnon dibunuh secara brutal. Cassandra juga tidak berhasil bertahan hidup. Ia juga dibunuh oleh Clytemnestra karena cemburu.

Orestes, the son of Clytemnestra, being Pursued by the Furies karya William Adolphe Bouguereau 1862. (Creative Commons/Public Domain)

Clytemnestra dan pengaruhnya pada seni

Kisah Clytemnestra yang benar-benar kontroversial dalam mitologi Yunani ini telah diabadikan dalam berbagai teks kuno dan bertahan hingga hari ini.

Karakter Clytemnestra ditampilkan secara mencolok dalam karya Oresteia karya Aeschylus, di mana karakternya digambarkan sebagai penjahat, terluka, dan karena itu layak mendapat simpati.

Sosoknya yang kontroversial juga telah menjadi titik fokus dalam karya-karya Sophocles dan Euripides. Masing-masing karya tersebut menawarkan interpretasi unik tentang motivasi dan tindakannya.

Karena peristiwa-peristiwa ini, sepanjang sejarah, Clytemnestra telah digambarkan oleh para penulis, seniman, dan pembuat film sebagai pembunuh yang kejam.

Di sisi lain, ia dideskrifsikan sebagai wanita yang teraniaya dan hanya ingin membalas dendam atas apa yang telah terjadi padanya.

Dalam cerita ulang yang lebih modern oleh penulis seperti Madeline Miller dan Costanza Casati, ia juga sering ditampilkan sebagai karakter yang memiliki banyak sisi.

Ia telah berusaha sebaik mungkin di dunia yang didominasi oleh dominasi laki-laki.

Narasi alternatif ini menekankan kekuatannya yang menginspirasi, yang bertentangan dengan kepercayaan konvensional yang menggambarkan perempuan sebagai sosok yang lemah dan patuh.

Oleh karena itu, kisah Clytemnestra dalam dunia mitologi Yunani patut dicatat baik karena aspek dramatisnya maupun penggunaan subjek-subjek seperti keadilan, otoritas, dan gender secara sengaja.

Tindakannya yang berani dan tak kenal takut menentang stigma perempuan dalam masyarakat Yunani kuno.

Keberanian dan karakternya ini mengubahnya menjadi simbol perlawanan dan kisah peringatan tentang bahaya ambisi yang tidak etis dan berpotensi tidak terkendali.

Oleh karena itu, warisannya relevan dalam wacana modern tentang pemberdayaan perempuan. Dengan mengambil peran yang secara tradisional bersifat laki-laki seperti peran sebagai pembalas dendam.

Clytemnestra menantang norma-norma sosial Yunani kuno dan menegaskan otonominya dalam lingkungan yang didominasi laki-laki.