Science Film Festival 2024: 'Terdesak' Kebutuhan untuk Menyelamatkan Bumi

By Ade S, Selasa, 15 Oktober 2024 | 19:03 WIB
Para siswa sedang menonton film 'Nine-and-a-half Hydrogen - The Green Energy of the Future?'. Film ini ditayangkan dalam pembukaan Science Film Festival di Kemendikbudristek, Jakarta, Selasa (15/10/2024). (National Geographic Indonesia/Ade Sulaeman)

Apalagi, jika merujuk pada beberapa penelitian terbaru, diketahui bahwa upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca saja tidak cukup untuk mengatasi perubahan iklim. 

Seperti yang dikemukakan oleh Bicky Bhangu, Presiden Rolls-Royce untuk Asia Tenggara, Pasifik, dan Korea Selatan. "Dengan cara-cara yang dilakukan sekarang, target Sustainable Development Goals (SDGS) pada tahun 2030 nanti mungkin hanya akan mencapai 15 persen saja," tutur Bhangu dalam kesempatan yang sama.

Untuk itulah, kita perlu melakukan transisi yang lebih cepat menuju emisi nol bersih. Konsep ekonomi sirkular, yang pemanfaatan sumber daya secara maksimal melalui proses penggunaan ulang, perbaikan, dan daur ulang, hadir sebagai salah satu solusi yang dapat mendukung pencapaian tujuan tersebut.

Kehadiran Bhangu dalam acara pembukaan tidak terlepas dari peran Rolls Royce yang menjadi salah satu pendukung acara Science Film Festival 2024 bersama dengan Goethe-Institut. Selain keduanya, ada pula Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Kedutaan Besar Republik Federal Jerman, Universitas Paramadina, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Universitas Negeri Jakarta, dan Universitas Kristen Satya Wacana yang turut mendukung Science Film Festival 2024.

Bicky Bhangu, Presiden Rolls-Royce untuk Asia Tenggara, Pasifik, dan Korea Selatan dalam pembukaan Science Film Festival, di Plaza Insan Berprestasi, Kemendikbudristek Jakarta pada Selasa, 15 Oktober 2024. (National Geographic Indonesia/Ade Sulaeman)

Dalam kesempatan yang sama, Duta Besar Republik Federal Jerman untuk Indonesia, ASEAN, dan Timor Leste, Ina Lepel, menyoroti relevansi tema Science Film Festival tahun ini, yaitu "Emisi Nol Bersih dan Ekonomi Sirkular", dengan tantangan global yang kita hadapi saat ini. Selain itu, beliau juga menyoroti peran Indonesia dan Jerman terkait praktik-praktik berkelanjutan.

"Baik Indonesia di ASEAN maupun Jerman di Uni Eropa, kedua negara menjadi pemimpin dalam upaya tersebut," ungkap Lepel. "Melalui kerja sama yang setara, Indonesia dan Jerman dapat memadukan upayanya dan berkontribusi mewujudkan emisi nol bersih dan ekonomi sirkular yang lebih kuat."

Bukan sekadar nonton film

Pembukaan Science Film Festival 2024 di Plaza Insan Berprestasi, Kemendikbudristek Jakarta, Selasa (15/10/2024), berhasil menyedot perhatian lebih dari 100 siswa-siswi yang antusias. Mereka diajak untuk menyelami dunia sains melalui tiga film menarik dari berbagai negara.

Perjalanan pertama dimulai dengan film asal Jerman berjudul Nine-and-a-half Hydrogen - The Green Energy of the Future?. Film ini mengajak penonton untuk menjelajahi "desa hidrogen" bernama Bosbull di Schleswig Holstein, Jerman. Para siswa diajak membayangkan masa depan energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.

Setelah itu, para peserta diajak berpetualang ke Chile bersama film Raffi. Film ini mengisahkan Ema, seorang anak kecil yang belajar tentang pentingnya keberlanjutan melalui pengalaman sehari-hari di rumah pertanian keluarganya. Kisah sederhana namun inspiratif ini berhasil menyadarkan para siswa tentang pentingnya menjaga lingkungan sejak dini.

Perjalanan visual diakhiri dengan dokumenter Jerman berjudul How Bicycle Tires and Inner Tubes are Made. The Path of Schwalbe Tyre. Film ini membawa penonton menyusuri proses produksi ban sepeda di Indonesia, Vietnam, dan Jerman.